Pegawai Nonaktif KPK Ditawari Bekerja di BUMN, Novel Baswedan: Itu Penghinaan

Menurut Novel, beberapa rekannya yang dinonaktifkan sudah didatangi oleh seseorang dari KPK. Novel meyakini tindakan tersebut atas sepengetahuan para pimpinan KPK.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 14 Sep 2021, 08:21 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2021, 08:21 WIB
Setahun Peristawa Penyiraman, Novel Baswedan Datangi KPK
Penyidik KPK Novel Baswedan usai menggunjungi gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/4). Novel Baswedan selesai menjalani perawatan di rumah sakit Singapura yang kedua hingga kini kasus penyiraman air keras genap satu tahun. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menerima kabar bahwa rekan-rekannya di lembaga antirasuah yang dinonaktifkan diminta menandatangani dua buah surat. Surat tersebut berisi tentang permintaan pengunduran diri dan permohonan pekerjaan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Iya beberapa kawan-kawan dihubungi oleh insan KPK yang diyakini dengan pengetahuan Pimpinan KPK diminta untuk menandatangani dua lembar surat, yaitu permohonan pengunduran diri dan permohonan agar disalurkan ke BUMN," kata Novel dalam keterangannya, Selasa (14/9/2021).

Menurut Novel, beberapa rekannya yang dinonaktifkan sudah didatangi oleh seseorang dari KPK. Novel meyakini tindakan tersebut atas sepengetahuan para pimpinan KPK. 

"Bagi kami itu adalah suatu penghinaan," kata dia.

Novel menegaskan, dirinya dan rekan-rekan yang dinonaktifkan berada di KPK untuk memberantas tindak pidana korupsi, bukan semata-mata hanya membutuhkan pekerjaan. Menurutnya, hal ini semakin memperjelas upaya sistematis membunuh pemberantasan korupsi.

"Hal ini semakin menggambarkan adanya kekuatan besar yang ingin menguasai KPK untuk suatu kepentingan yang bukan kepentingan memberantas korupsi," kata Novel.

Tolak Menandatangani

Senada dengan Novel, pegawai nonaktif KPK Benedycitus Siumlala menegaskan dirinya akan menolak surat tersebut. Dia menyebut, dua lembar surat itu bukan jalan keluar untuk menyelesaikan polemik tes wawasan kebangsaan (TWK).

"Kalau saya pribadi jelas menolak. Bukan itu jalan keluarnya, dan enggak ada opsi itu di rekomendasi ORI dan Komnas HAM. Saya pribadi enggak mau menghambat pimpinan. Surat itu isinya feodal sekali," kata Benedyctus.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya