ICW: Hukuman Mati Bagi Koruptor Sering Dijadikan Jargon Politik

Menurut ICW, justru efek jera terhadap para koruptor yakni dengan kombinasi hukuman badan, pemiskinan, denda dan uang pengganti yang tinggi, hingga pencabutan hak politik.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 29 Okt 2021, 19:07 WIB
Diterbitkan 29 Okt 2021, 19:07 WIB
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana. (Merdeka.com/Ahda Bayhaqi)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai ide hukuman mati bagi para koruptor yang diusulkan pemerintah hingga penegak hukum hanya jargon politik. Menurut ICW, pernyataan itu tak sejalan dengan keberpihakan pemerintah maupun penegak hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

"ICW beranggapan, hukuman mati bagi pelaku korupsi sering kali dijadikan jargon politik bagi sejumlah pihak, entah itu presiden atau pun pimpinan lembaga penegak hukum misalnya, ketua KPK atau Jaksa Agung untuk memperlihatkan kepada masyarakat keberpihakannya terhadap pemberantasan korupsi," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhan dalam keterangannya, Jumat (29/10/2021).

"Padahal, kalau kita berkaca pada kualitas penegakan hukum yang mereka lakukan, hasilnya masih buruk. Jadi, apa yang diutarakan tidak sinkron dengan realita yang terjadi," Kurnia menambahkan.

ICW mempertanyakan apakah hukuman mati bisa membuat para koruptor jera dan menekan angka korupsi di Indonesia. Menurut ICW, justru efek jera terhadap para koruptor yakni dengan kombinasi hukuman badan, pemiskinan, denda dan uang pengganti yang tinggi, hingga pencabutan hak politik.

Lagi pula, menurut ICW, Kejagung memiliki catatan buruk dalam penanganan kasus korupsi yang menjerat Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Kejagung tidak menuntut hukuman tinggi terhadap Pinangki, namun malah tuntutan rendah.

"Khusus untuk Kejaksaan Agung, masyarakat tentu masih ingat bagaimana buruknya kualitas penegakan hukum di Korps Adhyaksa ketika menangani perkara yang melibatkan oknum internalnya, misalnya, Pinangki Sirna Malasari. Saat itu, Kejaksaan Agung menuntut Pinangki dengan hukuman yang sangat rendah," kata dia.

"Dari sana saja, masyarakat dapat mengukur bahwa Jaksa Agung saat ini tidak memiliki komitmen untuk memberantas korupsi," Kurnia menambahkan.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tak Berpihak Pemberantasan Korupsi

Menurut ICW, bukan hanya penegak hukum yang tak berpihak pada pemberantasan korupsi, namun lembaga kehakiman juga dianggap tak berpihak pada pemberantasan korupsi. Menurut ICW, diskon hukuman yang diberikan lembaga kehakiman terhadap koruptor kerap terjadi.

Dalam catatan ICW, hukuman penjara masih berada pada titik terendah, yakni rata-rata 3 tahun 1 bulan untuk tahun 2020. Pemulihan kerugian keuangan negara juga menjadi problem yang tak kunjung tuntas.

Menurut Kurnia, kerugian keuangan negara selama tahun 2020 mencapai Rp 56 triliun, akan tetapi uang penggantinya hanya Rp 19 triliun.

"Maka dari itu, lebih baik perbaiki saja kualitas penegakan hukum, ketimbang menyampaikan sesuatu yang sebenarnya tidak menyelesaikan permasalahan," kata Kurnia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya