Liputan6.com, Jakarta Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengecam penyerangan rumah jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) oleh sekelompok massa di Desa Amansari, Rengasdengklok, Karawang pada 29 Oktober 2021 lalu.
Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI Pendeta Henrek Lokra mengatakan, tempat yang diserang bukanlah tempat ibadah.
"Kami sudah berkoordinasi dengan pihak gereja setempat, tempat itu bukan tempat ibadah. Dan dikatakan tidak pernah menggunakan tempat itu untuk beribadah. Tapi kami memang biasanya berkoordinasi mempersiapkan diri untuk ibadah hari Minggu, jadi hanya mempersiapkan saja jadi tidak dipakai untuk ibadah," katanya dalam rilis resmi, Kamis (11/11/2021).
Advertisement
Untuk itu, Henrek meminta kepada semua pihak untuk dapat membangun kerja sama, dialog yang lebih baik sebagai sesama warga bangsa, dan mendorong pemerintah daerah setempat untuk memediasi dan juga memfasilitasi.
Kalaupun ada izin pendirian tempat ibadah, bukan hanya kepada HKBP, tetapi tempat-tempat ibadah yang lain yang di wilayah itu.
"Kita ini negara Pancasila, maka harus tunduk pada konstitusi,tidak bisa main hakim sendiri. Sebagai warga bangsa kita harus mengedepankan dialog untuk menyelesaikan masalah-masalah demi kemaslahatan bersama. Gereja hadir untuk mengabarkan kabar baik, bukan untuk menjadi masalah bagi orang lain," tandasnya.
Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 & 8 Tahun 2006 mengamanatkan Pemerintah daerah untuk memfasilitasi warga negara untuk memenuhi syarat pendirian rumah ibadah.
Sebab itu, ia mendorong pemerintahan setempat untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, sebagaimana amanat yang diberikan oleh regulasi di negara. Hal ini agar tercipta perdamaian dan harmonisasi antar masyarakat.
Tak Ada Korban Jiwa
Pendeta Hemrek Lokra menerangkan bahwa penyerangan terjadi pada Jumat, 29 Oktober 2021 lalu. Di mana terdapat sekelompok warga yang mengatasnamakan dari kelompok tertentu menyerang rumah jemaat HKBP yang dianggap rumah ibadah.
"Mereka sebut sebagai tempat ibadah, padahal nggak ada ibadah apa-apa di situ," katanya Kepada Liputan6.com.
Rumah tersebut, kata Hemrek Lokra hanya digunakan sebagai tempat pertemuan dan latihan. Hemrek mengaku tak ada korban jiwa maupun luka-luka atas peristiwa tersebut. Hanya saja rumah warga yang jadi sasaran amuk massa rusak.
"Penyerangan itu menimbulkan rasa kekhawatiran kalangan pemilik rumah dan warga gereja sendiri," ujar dia.
Ketegangan di sana sebetulnya telah terjadi sejak beberapa tahun lalu. Pada 2017, jemaat HKBP bersama ormas setempat telah melakukan kesepakatan agar HKBP tidak menggelar ibadah di sana.
"Mereka sebenarnya memaksakan jemaat di sana untuk menandatangai di hadapan aparat. Biasa modelnya kan seperti itu. Jadi mereka memaksa supaya tanda tangan kesepakatan tidak melakukan aktivitas berupa ibadah dan segala macam. Dan surat itulah yang dipakai sampai sekarang untuk mengintimidasi," tandasnya.
Advertisement