Revisi UU PPP Dituding sebagai Cara DPR dan Pemerintah Loloskan Kembali UU Cipta Kerja

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menilai, revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) menjadi karpet merah untuk melancarkan pembahasan ulang UU Cipta Kerja.

oleh Yopi Makdori diperbarui 06 Feb 2022, 16:41 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2022, 16:41 WIB
FOTO: Unjuk Rasa Buruh Tuntut Pencabutan UU Cipta Kerja
Buruh melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Rabu (10/11/2021). Buruh menuntut pemerintah untuk mencabut UU Cipta Kerja dan meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk mundur. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menilai, revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) menjadi karpet merah untuk melancarkan pembahasan ulang UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.

UU Cipta Kerja ini dianggap Mahkamah Konstitusi (MK) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

"Pembahasan UU PPP akan dijadikan pintu masuk oleh pemerintah dan DPR untuk membahas kembali RUU Cipta Kerja tersebut," kata Said Iqbal, dalam konferensi pers daring, Minggu (6/2/2022).

Dia merasa janggal dengan laku legislatif dan pemerintah yang ujug-ujug berencana merevisi UU PPP ini. Padahal, menurut dia revisi ini tidak pernah melibatkan partisipasi publik.

"Sampai hari Partai Buruh dan serikat buruh sebagai pendiri Partai Buruh belum pernah menerima draf revisi terhadap UU PPP tersebut, kita gak ada draf. Draf revisinya kita gak tahu," kata dia.

Jika revisi itu rampung dijalankan, Said mengaku akan menguji secara yudisial UU PPP hasil revisi ke MK.

"Di situlah cara kami untuk mengawal, memastikan bahwa UU Cipta Kerja yang sudah masuk ke Prolegnas akan dibahas ini jangan lagi ada pembahasan siluman. Kejar tayang seperti sinetron," kata dia.

"Anggota DPR jangan main-main lagi terhadap revisi UU PPP, maupun pembahasan RUU Cipta Kerja tersebut. Jangan memanfaatkan kesempatan Omicron yang mulai meningkat," tutur dia melanjutkan.

Tindak Lanjut Putusan MK

FOTO: Tolak UU Cipta Kerja, Buruh di Cikarang Mogok Kerja
Buruh melakukan aksi teatrikal di kawasan MM 2100, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/10/2020). Aksi mogok kerja dari tanggal 6-8 Oktober tersebut akibat pengesahan RUU Cipta Kerja oleh DPR dan Pemerintah RI. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Seperti diketahui, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tengah membahas revisi UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP). Revisi ini merupakan tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi terhadap UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan, dalam revisi UU PPP ini yang dibahas adalah memasukan mengenai metode Omnibus Law dalam pembentukan undang-undang.

"Materi muatannya tidak terlalu berbeda jauh. Jadi ini hanya soal penegasan satu, menyangkut soal metode omnibus law," ujarnya saat rapat pleno revisi UU PPP di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/2/2022).

Baleg akan membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk melakukan revisi UU PPP. Supratman meminta kepada masing-masing ketua kelompok fraksi (kapoksi) untuk menyiapkan nama anggotanya.

"Saya berharap, teman-teman, mungkin Kapoksi, sudah menyiapkan nama-nama anggota Panja ya. Kalau sudah, besok sudah bisa kita rapat Panja," kata Supratman.

Dalam UU PPP yang saat ini berlaku masih belum ada metode omnibus. Sementara, UU Cipta Kerja dibentuk dengan menggunakan Omnibus Law.

Tentukan Nasib UU Cipta Kerja

Oleh karena itu, revisi UU PPP harus segera dilakukan karena akan menentukan nasib revisi UU Cipta Kerja selanjutnya. Kepala Badan Keahlian DPR RI Inosentius Samsul menuturkan, pemerintah dan DPR tidak bisa melakukan perbaikan jika belum revisi UU PPP.

"Kesimpulan bahwa memang ada beberapa UU PPP belum mengadopsi tentang metode omnibus. Sementara dalam praktik ketatanegaraan membutuhkan suatu metode yang bisa memperbaiki banyak UU dalam satu UU," kata Inosentius.

"Kalau ini cepat diselesaikan, maka UU Cipta Kerja bisa diproses. Tapi kalau belum, maka UU Cipta Kerja juga belum bisa (diproses). Maka kami berpandangan bahwa memang ini sangat dibutuhkan untuk bisa dilanjutkan dengan revisi UU Nomor 11 Tahun 2020," jelasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya