Banyak OTT, KPK Heran Kepala Daerah Tak Kapok Korupsi

Wakil Ketua KPK, Alex Marwata, menuturkan data dari Global Corruption Barometer (GCB) tahun 2020 menjelaskan soal kebiasaan masyarakat memberikan imbalan atas pelayanan publik yang diterima.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 10 Mar 2022, 10:30 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2022, 10:19 WIB
Pengembangan Kasus Suap Pajak, KPK Tahan Dua Konsultan Pajak
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyampaikan rilis penahanan tersangka baru terkait pengembangan kasus yang melibatkan Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (17/2/2022). KPK menahan dua orang konsultan pajak. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata merasa heran korupsi masih dilakukan oleh para kepala daerah. Padahal, sejak KPK berdiri, sudah banyak kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT).

Alex mengungkapnya dalam rapat koordinasi (Rakor) pemberantasan korupsi terintegrasi secara hybrid di Kantor Gubernur Kalimantan Timur, pada Rabu, 9 Maret 2022. Dalam rakor tersebut dihadiri Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

"Selama belasan tahun KPK hadir, sudah berapa kepala daerah yang mengalami OTT. Itu saja tidak membuat yang lain kapok. Ini menjadi keprihatinan kami. Kenapa terus berulang?," ujar Alex dalam keterangannya, Kamis (10/3/2022).

Alex menuturkan data dari Global Corruption Barometer (GCB) tahun 2020 menjelaskan soal kebiasaan masyarakat memberikan imbalan atas pelayanan publik yang diterima.

Ada sejumlah hal yang dijadikan alasan seperti ucapan terima kasih 33%, sengaja diminta memberikan 25%, sebagai imbalan layanan lebih cepat 21%, serta tidak diminta, namun umumnya diharapkan memberi sebanyak 17%. "Hal ini menunjukkan masyarakat bersikap permisif terhadap korupsi atau serba membolehkan," kata Alex.

 

Modus Korupsi Terbanyak

OTT Bupati Probolinggo, Uang Ratusan Juta dan Sejumlah Dokumen Disita KPK
Petugas menunjukkan barang bukti hasil OTT Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (31/8/2021). KPK menyita uang Rp362.500.000, dan sejumlah dokumen. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Data dari KPK sendiri menemukan dalam rentang waktu 2004 sampai 2021, dua modus korupsi terbanyak yakni terkait penyuapan dan pengadaan barang jasa. Atas dasar itu, dia memandang perlunya perubahan pola pikir dan perilaku untuk menyikapi masalah tersebut.

Terkait hal itu, sistem Monitoring Center for Prevention (MCP) dapat dimanfaatkan untuk mengukur raihan keberhasilan perbaikan tata kelola pemerintahan secara administratif. Sistem ini dapat digunakan sebagai ukuran untuk membangun komitmen pemerintah daerah dalam melaksanakan pencegahan korupsi yang dilaporkan lewat MCP.

"Secara fakta di lapangan harus sama baiknya dengan nilai secara administratif. Jangan sampai tidak sinkron. Perlu penerapan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang holistik dan adil sehingga rakyat dapat merasakan secara langsung manfaatnya," kata Alex.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya