Azyumardi Azra Terpilih Jadi Ketua Dewan Pers, Ini Susunan Pengurus Periode 2022-2025

Penetapan Azyumardi Azra sebagai Ketua Dewan Pers itu berlangsung pada Rabu (18/5/2022).

oleh Muhammad Ali diperbarui 19 Mei 2022, 10:09 WIB
Diterbitkan 19 Mei 2022, 07:17 WIB
Guru Besar dan cendekiawan muslim dari Universitas Islam Negeri Jakarta, Azyumardi Azra.
Guru Besar dan cendekiawan muslim dari Universitas Islam Negeri Jakarta, Azyumardi Azra. (Merdeka.com/ Intan Umbari Prihatin)

Liputan6.com, Jakarta - Cendiekiawan muslim Azyumardi Azra terpilih menjadi Ketua Dewan Pers periode 2022-2025 yang baru. Penetapan itu berlangsung pada Rabu (18/5/2022).

"Terpilih Prof Azyumardi Azra sebagai Ketua Dewan Pers 2022-2025," kata Anggota Dewan Pers yang membidangi Komisi Hukum dan Perundangan-undangan Arif Zulkifli di Jakarta, Rabu, 18 Mei 2022, seperti dilansir dari Antara.

Adapun susunan pengurus Dewan Pers periode 2022-2025, yakni Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra dan Wakil Ketua M Agung Dharmajaya.

Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers dipimpin Yadi Hendriana dengan wakil Paulus Tri Agung. Komisi Hukum dan Perundang-undangan dijabat Arif Zulkifli dengan wakil Ninik Rahayu.

Kemudian, Komisi Pendidikan dan Pengembangan Profesi Dewan Pers dijabat Paulus Tri Agung dengan wakil Yadi Hendriana. Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi dipimpin Ninik Rahayu dengan wakil Asmono Wikan.

Berikutnya, Totok Suryanto memimpin Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Luar Negeri dan wakilnya Arif Zulkifli. Komisi Pemberdayaan dan Organisasi dijabat Asmono Wikan dengan wakil Sapto Anggoro.

Banyak Terima Aduan

Dewan Pers mencatat menerima 620 aduan sepanjang 2021 terkait pelanggaran yang dilakukan media soal pemberitaan.

Data tersebut disampaikan Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, Arif Zulkifli, dalam diskusi Media LAB bertajuk "Prospektif Pers Indonesia 2022" yang disiarkan secara live, Rabu (2/2/2022).

"Jumlah kasus yang berkenaan dengan pelanggaran media naik dibandingkan 2020 di mana sebelumnya ada 527 kasus. Ini naik karena satu orang bisa melaporkan 10 media. Dan terlapor mengadukan kurang lebih 3 berita dalam satu media," kata dia.

Arif menerangkan, dari sekian banyak laporan yang masuk paling banyak melanggar Pasal 1 dan Pasal 3 Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Itu seputar judul yang dianggap menghakimi, wartawan yang dianggap tidak melakukan konfirmasi, dan tidak menguji lagi hasil konfirmasi," beber Arif.

Dewan Pers telah meminta klarifikasi kepada pihak-pihak yang dinilai melanggar. Kepada Dewan Pers, mereka mengakui kesalahannya. Pertanyaan muncul, kenapa aduan bukan berkurang, tapi malah bertambah banyak?

 

Kedepankan Bisnis

Arif mengambil kesimpulan, rata-rata media mengedepankan bisnis. "Pada ingin cepat mengejar traffic akibatnya ya seperti itu," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Penelitian , Pendataan dan Ratifikasi Pers, Ahmad Djauhari, tak membantah kenaikan jumlah kasus berkaitan dengan pemberitaan yang diterima Dewan Pers. Yang menjadi masalah, tak sedikit pimpinan redaksi (Pimred) yang belum mengantongi sertifikat Uji Kompetensi Wartawan (UKW).

"Dari 527 kasus, sangat minim media yang punya Pimred bersertifikat. Bahkan, sebagian belum mengikuti UKW, banyak laporan yang kami terima seperti itu,” ungkap dia.

Padahal, verifikasi mempermudah Dewan Pers dalam hal pemberian sanksi. Ada dua sanksi nantinya baik seperti pencabutan kartu wartawan secara permanen atau pencabutan nonpermanen, artinya dibekukan selama dua tahun. "Kita bina secara langsung, kalau Pimrednya sudah terverifikasi UKW kan lebih bagus," imbuhnya

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya