DPR: Anak Indonesia Harus Bebas Tindakan Bullying

Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati mengingatkan, peringatan Hari Anak Nasional 2022 sebagai momentum anak Indonesia untuk bebas dari perundungan (bullying) dan konten pornografi.

oleh Gunawan Wibisono diperbarui 23 Jul 2022, 16:02 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2022, 16:02 WIB
Waspadai, Dampak Jangka Panjang Bullying Pada Anak
Anak yang kerap di bully membuatnya rentan alami depresi di usia muda. (Foto: Huffington Post)

Liputan6.com, Jakarta Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kurniasih Mufidayati mengingatkan, peringatan Hari Anak Nasional 2022 sebagai momentum anak Indonesia untuk bebas dari perundungan (bullying) dan konten pornografi.

Adapun, kasus perundungan anak kembali memprihatinkan setelah seorang pelajar SD di Tasikmalaya harus meninggal dunia setelah mengalami depresi akibat perundungan fisik, dan mental dari teman-teman sebayanya.

Kurniasih menyebut kasus perundungan yang menyebabkan hilangnya nyawa anak sama sekali tidak boleh terulang. Negara berkewajiban melindungi segenap tumpah darah dan nyawa setiap warga termasuk anak-anak.

"Nyawa anak-anak teramat sangat berharga. Ini adalah kasus terakhir dari perundungan anak yang menyebabkan hilangnya nyawa generasi. Ini tamparan keras bagi kita semua, alarm darurat perundungan anak telah dibunyikan lantang. Jangan lagi terulang peristiwa perundungan baik fisik, mental, ucapan!" tegas Kurniasih dalam keterangannya, Sabtu (23/7/2022).

Ketua DPP PKS Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) ini menyebut, selain perundungan, anak Indonesia juga sudah mulai masuk darurat konten pornografi. Serangan konten pornografi terbukti telah merusak bukan hanya orang yang terpapar tapi juga memakan korban orang lain yang tidak bersalah.

"Setelah kita dikejutkan dengan berbagai kasus pelecehan seksual kini yang terjadi pelakunya juga masih anak-anak dan mereka terpapar konten pornografi. Perilaku terpapar pornografi dengan kasus perundungan saling terkait dan menimbulkan dampak serius," sebut Kurniasih.

Kurniasih meminta agar seluruh pemangku kebijakan benar-benar menciptakan tata aturan yang tegas. Kemudian kembali menghidupkan forum bersama antara sekolah, orang tua dan pemerintah. Itu dilakuan untuk membahas dan memantau tumbuh kembang anak dan dampak lingkungan.

"Rumah harus ramah anak, sekolah harus ramah anak, lingkungan juga harus ramah anak. Tapi tidak hanya berhenti di slogan ramah anak, implementasinya yang terpenting sebab anak bukan hanya tanggung jawab satu pihak tapi semua pihak dimana anak banyak beraktivitas," ungkap Anggota Komisi IX DPR ini.

 

Data KPAI dan Survei Kekerasan Terhadap Anak

Perundungan memang sudah menjadi darurat yang perlu penyelesaikan luar biasa. Kurniasih meminta perlu dibentuk tim khusus yang berisi lintas sektor untuk mulai memetakan pencegahan hingga proses penanganan jika kasus perundungan terjadi.

Kurniasih mengungkapkan, merujuk Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), 2018 yang menyebut dua dari tiga anak perempuan atau laki-laki berusia 13-17 tahun pernah mengalami setidaknya satu jenis kekerasan selama hidupnya.

Sementara data lain, tiga dari empat anak-anak dan remaja yang pernah mengalami salah satu jenis kekerasan atau lebih melaporkan bahwa pelaku kekerasan adalah teman atau sebayanya.

Sementara kasus kekerasan fisik anak juga banyak terjadi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima pengaduan masyarakat terkait kasus perlindungan khusus anak tahun 2021 sebanyak 2.982 kasus. Dari jumlah tersebut, paling banyak atau 1.138 kasus anak yang dilaporkan sebagai korban kekerasan fisik dan atau psikis.

"Data-data ini sudah mengindikasikan darurat terhadap perundungan anak, belum lagi kita bicara soal bahaya pornografi. Situasi darurat tidak bisa diatasi dengan penanganan normatif, harus ada tindakan luar biasa dan upaya ekstra dan semua ini bisa dimulai dari inisitaif pemerintah," kata Kurniasih.

Jokowi Soroti Perundungan Bocah Tasikmalaya

Presiden Joko Widodo (Instagram/@jokowi)
Presiden Jokowi saat berpidato di hadapan menteri-menterinya

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menekankan bahwa kasus bocah SD di Tasikmalaya yang meninggal dunia akibat depresi karena perundungan atau bullying oleh teman-temannya, merupakan tanggung jawab bersama agar ke depannya tak terjadi lagi.

"Dan ini adalah tanggung jawab kita semuanya, tanggung jawab orang tua, tanggung jawab para pendidik, tanggung jawab sekolah, tanggung jawab masyarakat agar bullying, perudungan ke depan tidak terjadi lagi," kata Jokowi kepada wartawan di Istana Kepresidenan Bogor Jawa Barat, Sabtu (23/7/2022).

Pria asal Surakarta ini juga turut berbelasungkawa mendalam dan keprihatinan terkait peristiwa tersebut. Hal ini mesti menjadi perhatian bagi semua pihak.

"Ini yang menjadi keprihatinan kita semuanya. Pertama-tama, saya ingin menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas kejadian di Tasikmalaya," ungkapnya.

Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta ini, semua pihak harus menjaga agar anak-anak memiliki dunia bermain. Presiden Jokowi tak mau ada lagi kasus perundungan yang menimpa anak-anak.

"Inilah yang harus kita jaga bersama-sama agar anak-anak kita itu memiliki dunia bermain, dunia anak-anak dengan kecerian mereka. Jangan sampai terjadi lagi yang namanya perundungan," jelas dia.

 

 

Kronologi Bocah Perundungan di Tasikmalaya

Seorang bocah kelas V SD di Kabupaten Tasikmalaya meninggal dunia, diduga usai mengalami depresi karena menjadi korban perundungan teman sebayanya. Aksi perundungan dilakukan secara fisik dan psikis.

Korban yang masih berusia 11 tahun itu, diketahui mendapatkan perlakukan kasar dari teman sebayanya. Tidak hanya itu saja, korban juga dipaksa oleh terduga para pelaku untuk menyetubuhi seekor kucing dan kemudian direkam menggunakan handphone.

Video rekaman tersebut pun rupanya sempat beredar di media sosial. Beredarnya video meruntuhkan benteng pertahanan psikologinya, hingga korban kemudian mengalami depresi. Tidak mau makan dan lainnya.

Keluarga korban yang mengetahui kondisi anaknya, segera membawanya ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Namun sayangnya, dalam proses perawatan itu korban meninggal dunia.

Sementara itu, Polda Jawa Barat menyatakan telah memeriksa sedikitnya 15 orang saksi terkait kasus perundungan disertai berujung meninggalnya anak SD kelas V di Kabupaten Tasikmalaya.

Ke-15 orang yang diperiksa merupakan saksi yang melihat langsung maupun yang mendengar kisah perundungan tersebut.

"Termasuk keluarga korban (diperiksa). Tapi kita baru memeriksa dalam tahap interogasi saja," kata Kabid Humas Polda Jabar Kombes Ibrahim Tompo, Jumat 22 Juli 2022.

Pihak kepolisian sendiri mendapatkan informasi dari masyarakat dan media sosial. Polres Tasikmalaya dan Polda Jabar kemudian merespons kasus tersebut dengan menurunkan tim dan meneliti video yang beredar.

Selain itu, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Jabar telah diturunkan untuk mengungkap kasus ini.

"Semuanya akan kita telusuri, jadi memang kita harus kerja dengan tahapan. Kita perjelas terlebih dahulu tentang adanya peristiwa tersebut," ujarnya.

Perkembangan Bullying di Indonesia
Infografis Kasus Bullying (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya