Berikut Deretan Kasus Suap Jual Beli Jabatan Kepala Daerah

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lagi-lagi membongkar kasus suap jual beli jabatan yang dilakukan kepala daerah.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 12 Agu 2022, 12:46 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2022, 12:46 WIB
Bupati Pemalang, Mukti Agung Wibowo. (Foto: Pemkab Pemalang)
Bupati Pemalang, Mukti Agung Wibowo. (Foto: Pemkab Pemalang)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lagi-lagi membongkar kasus suap jual beli jabatan yang dilakukan kepala daerah. Kali ini tim penindakan membongkar praktik busuk itu dilakukan Bupati Pemalang, Jawa Tengah, Mukti Agung Wibowo.

Mukti diangkut tim penindakan KPK ke markas antirasuah pada Kamis, 11 Agustus 2022 kemarin. Tim penindakan menyeret 23 orang beserta uang diduga terkait suap pengadaan barang jasa serta mutasi jabatan.

KPK belum membeberkan secara rinci perbuatan curang Mukti demi mendapat pundi-pundi rupiah. Namun Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron membenarkan perbuatan culas Mukti.

"Berkaitan dugaan tindak pidana korupsi suap dan pungutan tidak sah dalam pengadaan barang dan jasa serta jabatan," ujar Ghufron dalam keterangannya, Jumat (12/8/2022).

Jauh sebelum diungkapnya perbuatan Mukti, KPK lebih dahulu membongkar praktik serupa. Berikut kepala daerah yang terjerat kasus jual beli jabatan.

- Bupati Klaten Sri Hartini

Sri Hartini ditangkan tim penindakan KPK pada Desember 2016. Dia kedapatan menerima suap jual beli janatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Saat itu tim penindakan menyita uang Rp 2 miliar, USD 5.700, dan SGD 2.035. Dia ditangkap dan dijadikan tersangka bersama Suramlan, yang menjabat sebagai Kepala Seksi SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten sebagai penyuap.

Sri Hartini disangkakan melanggar Pasal 12 (a) atau (d) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, juncto Pasal 65 KUHP.

Sedangkan Suramlan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 (a) dan Pasal 5 ayat 1 (b) atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi.

Sri Hartini divonis 11 tahun penjara denda Rp 900 juta subsider 10 bulan. Sri Hartini diyakini hakim Pengadilan Tipikor Semarang menerima suap dan gratifikasi hingga Rp 12,8 miliar.

- Bupati Nganjuk Taufiqurrahman dan Novi Rahman Hidayat

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Nganjuk Taufiqurrahman sebagai tersangka. Dia terkena operasi tangkap tangan (OTT) tim penindakan KPK di Jakarta pada Rabu 25 Oktober 2017 saat tengah menerima uang suap.

Selain Taufiqurrahman, KPK juga menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Kepala Sekolah SMPN 2 Ngronggot Suwandi, Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Nganjuk Ibnu Hajar, Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk Mokhammad Bisri, dan Kepala Dinas (Kadis) Lingkungan Hidup Nganjuk Hariyanto.

Mereka ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait jual beli jabatan di Nganjuk, Jawa Timur. Dalam operasi senyap yang dilakukan tim penindakan, KPK mengamankan uang Rp 298 juta di dalam dua tas berwarna hitam.

Pada Juni 2018, Taufiq divonis 7 tahun atas kasus jual beli jabatan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya.

Pada 2021, KPK bekerjasama dengan Bareskrim Polri menangkap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat atas dugaan jual beli jabatan. Namun KPK menyerahkan penanganan kasus ini kepada Bareskrim Polri.

- Bupati Cirebon Sunjaya

KPK menetapkan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra sebagai tersangka suap jual beli jabatan serta terkait proyek dan perizinan. Selain Bupati Cirebon, KPK juga menjerat Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Cirebon Gatot Rachmanto.

Pemberian uang suap dari Gatot untuk Sunjaya melalui seorang ajudan sebesar ‎Rp100 juta terkait fee karena telah melantik Gatot sebagai Sekda Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Cirebon.

Sunjaya juga diduga menerima pemberian lainnya secara tunai dari pejabat di lingkungan Cirebon sebesar Rp125 juta melalui ajudan dan sekretaris pribadi Bupati.

Adapun, modus yang digunakan yakni, pemberian setoran kepada Bupati setelah beberapa pejabat dilantik. Setoran dipatok Bupati Sun‎jaya mulai dari jabatan camat hingga eselon tiga.

Atas kasus itu, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra vonis 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung.

 

 

Selanjutnya

Bupati Pemalang
Agung Mukti Wibowo saat berjanji akan mendonasikan seluruh gajinya untuk rakyat usai pelantikan dirinya menjadi Bupati Pemalang. (Liputan6.com/ Ist)

- Kudus

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kudus Muhammad Tamzil menjadi tersangka suap jual beli jabatan. KPK menyangka Tamzil menerima suap Rp250 juta dari pelaksana tugas Sekretaris Daerah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kudus Akhmad Sofyan.

KPK menyangka Tamzil menerima suap itu bersama staf khususnya, Agus Soeranto. Duit diduga diberikan agar Sofyan bisa dilantik menjadi pejabat definitif di lingkungan Pemkab Kudus.

Dalam kasus ini Tamzil divonis 8 tahun penjara dan denda Rp250 juta dalam kasus jual beli jabatan dan gratifikasi di lingkungan Pemkab Kudus.

Tamzil terbukti menerima uang hasil korupsi sebesar Rp2,125 miliar dari Akhmad Sofian dan sejumlah ASN di lingkungan Pemkab Kudus.

- Bupati Jombang Nyono Suharli

KPK menetapkan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko sebagai tersangka kasus korupsi perizinan dan pengurusan jabatan di Pemerintah Kabupaten Jombang. Selain terhadap Nyono, status tersangka juga ditetapkan kepada pelaksana tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Jombang, Inna Silestyowati.

Penetapan tersangka berawal dari dari operasi tangkap tangan (OTT), yang digelar KPK pada Sabtu, 3 Februari 2018, di Jombang, Surabaya, dan Solo.

KPK menduga Inna memberikan sejumlah uang kepada Nyono agar dirinya ditetapkan sebagai Kepala Dinas Kesehatan secara definitif. Uang yang diberikan kepada Nyono diduga dikumpulkan Inna dari kutipan jasa pelayanan kesehatan atau dana kapitasi dari 34 puskesmas di Jombang sejak Juni 2017 sekitar total Rp 434 juta.

Dia divonis 4 tahun 6 bulan penjara dalam kasus ini.

- Tanjungbalai

KPK menetapkan Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial menjadi tersangka kasus jual beli jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai. Dia diduga menerima suap dari Yusmada, pejabat yang melamar posisi Sekretaris Daerah Tanjungbalai.

Setelah terpilih, Syahrial diduga menyuruh Sajali untuk menagih duit Rp 200 juta. Setelah itu, KPK menyangka Yusmada menyerahkan duit itu ke Syahrial.

Kasus jual beli jabatan ini menjadi awal perkara penyuapan terhadap penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. KPK mendakwa Syahrial memberikan uang ke Robin untuk menghalangi perkara jual beli jabatan yang menjeratnya.

Kasus ini juga menyeret nama Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Lili diduga berkomunikasi dengan Syahrial mengenai perkembangan kasus jual beli jabatan tersebut. Dalam berbagai kesempatan, Lili Pintauli membantahnya.

Dalam kasus jual beli jabatan Syahrial divonis 4 tahun penjara denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Selanjutnya

- Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari

KPK menetapkan Bupati nonaktif Probolinggo Puput Tantriana Sari (PTS) bersama suaminya Hasan Aminuddin (HA) tersangka kasus suap mutasi jabatan di Pemkab Probolinggo. Dalam kasus mutasi jabatan, selain Puput dan suami, KPK juga menjerat 20 orang lainnya.

18 orang dijerat sebagai tersangka pemberi suap. Mereka merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkab Probolinggo, yaitu Sumarto (SO), Ali Wafa (AW), Mawardi (MW), Mashudi (MU), Maliha (MI), Mohammad Bambang (MB), Masruhen (MH), Abdul Wafi (AW), Kho'im (KO).

Selanjutnya, Ahkmad Saifullah (AS), Jaelani (JL), Uhar (UR), Nurul Hadi (NH), Nuruh Huda (NUH), Hasan (HS), Sahir (SR), Sugito (SO), dan Samsudin (SD). 18 orang, ini sebagai pihak yang nanti akan menduduki pejabat kepala desa.

Sementara sebagai penerima, yakni Puput Tantriana Sari (PTS), Hasan Aminuddin (HA), Doddy Kurniawan (DK) selaku ASN/Camat Krejengan, Kabupaten Porbolinggo, dan Muhammad Ridwan (MR) selaku ASN/Camat Paiton, Kabupaten Probolinggo.

KPK menyebut Puput sebagai Bupati memanfaatkan kekosongan jabatan untuk melakukan tindak pidana korupsi. Puput mematok harga Rp 20 juta untuk satu jabatan. Dalam hal ini, Puput berhak menunjuk orang untuk mengisi jabatan yang kosong sesuai dengan aturan yang berlaku.

Puput divonis 4 tahun dalam kasus jual beli jabatan ini.

- Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi

KPK menetapkan Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi (RE) alias Pepen dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta jual beli jabatan di Pemerintahan Kota (Pemkot) Bekasi, Jawa Barat. Selain Pepen, KPK menjerat delapan tersangka lainnya.

Delapan tersangka lain yakni Camat Rawa Lumbu Makhfud Saifudin (MA) Direktur PT MAM Energindo Ali Amril (AA), Lai Bui Min alias Anen (LBM), Direktur PT Kota Bintang Rayatri (KBR) Suryadi (SY). Mereka dijerat sebagai pihak pemberi.

Kemudian Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M. Bunyamin (MB), Lurah Kati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL). Mereka dijerat sebagai pihak penerima bersama Rahmat Effendi.

Penetapan tersangka terhadap mereka berawal dari operasi tangkap tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim penindakan KPK pada Rabu, 5 Januari 2022 hingga Kamis, 6 Januari 2022 di Bekasi dan DKI Jakarta. Tim penindakan KPK mengamnkan 14 orang beserta uang.

Uang yang diamankan di antaranya uang tunai sebesar Rp 3 miliar dan Rp 2 miliar dalam bentuk tabungan. Kasus ini masih bergulir di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung.

- Jual Beli Jabatan di Kemenag Romahurmuziy

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy atau Romi sebagai tersangka kasus suap seleksi jabatan di lingkungan Kementerian Agama.

Selain Romahurmuziy, KPK juga menetapkan dua orang lainnya yaitu Kepala Kantor Kemenag Gresik MFQ dan Kepala Kanwil Kementerian Agama, Jawa Timur HRS.

Romahurmuziy dijerat usai terjaring operasi tangkap tangan KPK pada pertengahan Maret 2019. Romi kemudian dituntut 4 tahun penjara oleh tim jaksa KPK.

Namun Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis 2 tahun penjara. Vonis 2 tahun dari Pengadilan Tipikor dianulir Pengadilan Tinggi DKI dan menjatuhkan vonis 1 tahun terhadap Romi.

Romi akhirnya bebas pada 29 April 2020 malam. Sejak bebas nama Romi sempat menghilang. Namun kemudian Romi terlihat muncul dalam beberapa acara yang digelar Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya