DPR Sebut RUU Perampasan Aset Tidak Hanya Soal Tipikor

RUU Perampasan Aset dibutuhkan karena instrumen hukum acara pidana saat ini belum dapat memaksimalkan pengembalian kerugian negara,

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Sep 2022, 06:22 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2022, 06:04 WIB
Sekjen PPP, Arsul Sani
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani. (Merdeka.com/Hari Ariyanti)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang atau RUU Perampasan Aset tidak hanya menyangkut soal tindak pidana korupsi, melainkan tindak pidana lain yang membawa kerugian pada negara.

"Makanya namanya RUU Perampasan Aset Tindak Pidana. Jadi, selain tipikor (tindak pidana korupsi) ini juga bisa dikenakan untuk tindak pidana yang lain, yang itu terutama membawa kerugian kepada negara, meskipun bukan karena korupsi," kata Arsul dalam Forum Legislasi di Gedung Nusantara III DPR RI, Jakarta, Selasa 20 September 2022.

Ia lantas mencontohkan tindak pidana lain selain korupsi yang dapat dikenakan melalui UU Perampasan Aset, di antaranya tindak pidana narkotika hingga tindak pidana penyelundupan yang disebutnya sama-sama membawa kerugian pada negara.

"Jadi, pertama, jangan kemudian seolah-olah dikaitkan bahwa RUU Perampasan Aset, tindak pidana ini hanya terkait dengan tipikor yang karena itulah kemudian timbul resistensi," ujarnya.

Arsul juga mengatakan bahwa RUU Perampasan Aset dibutuhkan karena instrumen hukum acara pidana saat ini belum dapat memaksimalkan pengembalian kerugian negara, termasuk dalam tindak pidana korupsi.

"Kalau kita mengikuti instrumen yang ada di dalam hukum acara pidana baik di KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) maupun undang-undang sektoral terkait ini kan prosesnya lama," ucapnya yang dikutip dari Antara.

Melalui mekanisme yang diatur dalam RUU Perampasan Aset maka diharapkan pengembalian kerugian negara oleh tindak pidana dapat lebih cepat dan maksimal.

"Tujuan perampasan aset tindak pidana ini kan untuk memaksimalkan pengembalian kerugian negara," tambahnya.

 

Surya Darmadi Didakwa Tindak Pencucian Uang dan Rugikan Negara Rp 78,836 Triliun
Surya Darmadi didampingi petugas Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta saat keluar dari ruang sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (8/9/2022). Surya Darmadi juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan membeli sejumlah aset dari hasil korupsinya. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Pembenahan Ulang

Ia menyebut untuk mendorong RUU Perampasan Aset maka politik hukum nasional yang terkait dengan pemidanaan perlu dilakukan pembenahan ulang agar tidak menimbulkan permasalahan hukum baru ke depannya.

Mengenai hal tersebut, Arsul pun mengusulkan subsidiaritas atau subsider hukuman dalam pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dihapuskan dan sebaliknya negara mengenakan pailit bagi pelaku tindak pidana yang mengakibatkan kerugian negara.

"Kalau kita hanya melihat RUU Perampasan Aset, tidak membenahi politik hukum pemidanaan kita maka akan terjadi tabrakan," kata Arsul.

Selain Arsul, dalam diskusi bertema "Menakar Urgensi RUU Perampasan Aset" itu turut hadir pula sebagai narasumber anggota Komisi III DPR Nasir Djamil dan pakar hukum Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya