Aturan Baru Penyelenggaraan Umrah yang Diberlakukan Arab Saudi

Kebijakan baru penyelenggaraan umrah ini, kata Nur, perlu direspons dan dimitigasi jika berpotensi memunculkan persoalan dalam penyelenggaraan umrah di Indonesia,

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Sep 2022, 06:53 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2022, 06:53 WIB
FOTO: Suasana Kota Suci Mekkah Jelang Rangkaian Ibadah Haji
Ribuan jemaah haji mengelilingi Ka'bah di Masjidil Haram, Kota Suci Mekkah, Arab Saudi, 5 Juli 2022. Arab Saudi diperkirakan akan menerima satu juta umat muslim untuk melaksanakan ibadah haji yang akan dimulai pada 7 Juli setelah dua tahun dibatasi karena pandemi virus corona COVID-19. (AP Photo/Amr Nabil)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama Nur Arifin mengatakan bahwa Pemerintah Arab Saudi memberlakukan sejumlah aturan baru dalam penyelenggaraan ibadah umrah 1444 Hijriah/2023 Masehi.

"Kebijakan Saudi dalam penyelenggaraan umrah juga mengarah pada skema bussiness to customer atau B to C," kata Nur Arifin di Jakarta, Selasa 20 September 2022.

Pernyataan tersebut disampaikan Nur saat menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama Asosiasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Sejumlah poin dibahas seperti peran PPIU, vaksin meningitis dan tiket pesawat.

Nur mengatakan aturan baru yang diberlakukan Arab Saudi menyangkut sudah tak ada lagi batasan kuota umrah, tak perlu lagi menggunakan visa umrah atau boleh dengan jenis visa lainnya.

Selain itu, proses permohonan visa juga tidak harus melalui provider di Indonesia, PPIU bisa langsung berhubungan dengan provider Arab Saudi.

"Kebijakan itu diorientasikan sebagai bagian dari tahapan implementasi visi Saudi 2030," kata Nur.

Kebijakan ini, kata Nur, perlu direspons dan dimitigasi jika berpotensi memunculkan persoalan dalam penyelenggaraan umrah di Indonesia, termasuk perlu membahas sejumlah persoalan dalam negeri, seperti masalah vaksin meningitis yang sempat muncul di Surabaya, serta mahalnya harga tiket.

"Detail-detail persoalan ini dibahas bersama dalam FGD ini untuk mendapat rekomendasi perbaikan ke depan," kata dia.

Sementara itu, Kasubdit Pengawasan Umrah Noer Alya Fitra mengatakan terkait skema B to C, dalam FGD disepakati bahwa sesuai amanah regulasi mengharuskan penyelenggaraan umrah wajib melalui PPIU.

"Kemenag dan PPIU akan melakukan sosialisasi intensif terkait regulasi ini," kata Alya.

 


Merealokasi Ketersediaan Vaksin Meningitis

 

Sementara menyoal keterbatasan vaksin meningitis, kata Alya, Kemenkes telah merespons antara lain dengan upaya merealokasi distribusi ketersediaan vaksin meningitis sesuai dengan sebaran populasi jamaah umrah per provinsi dan percepatan pengadaan vaksin baru yang akan tersedia dalam waktu dekat.

Adapun sejumlah hasil diskusi FGD Kemenag dengan Asosiasi PPIU terkait mitigasi risiko permasalahan umrah di antaranya, penyelenggaraan ibadah umrah harus sesuai dengan regulasi UU 8/2019 dan UU 11/2020, bahwa Perjalanan Ibadah Umrah wajib melalui PPIU.

Kemudian, ketentuan tentang penyelenggaraan ibadah umrah wajib dilakukan oleh PPIU, perlu disosialisasikan secara intensif dan masif oleh pemerintah bersama PPIU.

Merealokasi ketersediaan vaksin meningitis saat ini dengan mendistribusikan vaksin sesuai dengan sebaran jamaah umrah pada masing-masing provinsi.

Lalu, melakukan percepatan penyediaan vaksin meningitis sebanyak 220 ribu vaksin yang rencananya tersedia pada Oktober 2022, bekerja sama dengan produsen untuk memproduksi secara mandiri vaksin meningitis di dalam negeri.

Berkoordinasi dengan ITAGI (Komite Penasihat Ahli Imunisasi Indonesia) terkait dengan rekomendasi dan kajian terkini tentang vaksinasi, antara lain mengusulkan memperpanjang waktu masa lindung vaksin dari 2 tahun menjadi 3-5 tahun (sesuai merek vaksin).

Infografis Sinovac Belum Termasuk Vaksin Covid-19 Syarat Umrah. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Sinovac Belum Termasuk Vaksin Covid-19 Syarat Umrah. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya