Liputan6.com, Jakarta - Eks Kasubnit I Subdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Irfan Widyanto mengaku tidak mengantongi surat perintah (sprin) saat mengamankan DVR CCTV di sekitaran rumah dinas Ferdy Sambo atau lokasi penembakan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Pengakuan itu disampaikan Irfan, saat dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU) soal ihwal perintah yang diterimanya untuk mengamankan DVR CCTV. Diakui Irfan perintah itu datang dari pejabat Biro Paminal Div Propam Polri.
"Saudara kan di Bareskrim yang meminta bidang mana untuk ambil itu bidang apa?" tanya JPU saat sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis (15/12).
Advertisement
"Paminal," ucap Irfan.
"Prosedur Bareskrim, itukan diambil setelah kejadian di 46 (Rumah TKP Penembakan) itu, itu apakah sudah termasuk ranah Bareskrim atau siapa saja boleh?" tanya kembali JPU.
"Mohon izin, menurut sepengetahuan saya karena perintah yang dikasih tau ke saya itu dua titik di luar tkp kejadian. Sehingga menurut saya yang memerintahkan saya adalah seorang Pejabat dari Paminal dan kemudian kejadian itu adalah kejadian antara polisi di komplek polisi juga," jelas Irfan.
"Sehingga menurut saya yang memerintahkan saya itu berhak dan wewenang untuk memerintahkan saya untuk hal tersebut. Terutama dua titik ini adalah posisi ada di luar TKP," tambah dia.
Dicecar Soal Penembakan Brigadir J
Meski telah dijelaskan, JPU nampak tetap mencecar Irfan berangkat dari pengetahuan soal penembakan Brigadir J yang pada saat itu sesuai skenario palsu Ferdy Sambo telah terjadi baku tembak dengan Bharada E.
"Sebelum diambil saudara sudah tahu ada kejadian tembak menembak atau penembakan di rumah 46?" tanya JPU.
"Saya tahu dari dengar karena tanggal 8 saya datang (mendampingi atasannya Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim AKBP Ari Cahya Nugraha alias Acay). Sudah tahu (ada penembakan)," jelas Irfan.
"Atas penembakan itukah diambil DVR CCTV atau manfaat untuk apa?" singung JPUn
"Saya tidak tahu, yang jelas setahu saya sepengetahuan saya. Karena saya tidak ikut masuk (dalam rumah TKP), saya hanya mendengar ada kejadian apa. Ada kejadian tembak menembak antar anggota polisi dan itu baru H+1 keesokan harinya sehingga keyakinan saya. Saya mendapat perintah tersebut berarti untuk kepentingan mungkin kepentingan hukum," ujar Irfan.
Namun saat itu, Irfan mengaku tidak mengetahui maksud dan tujuan dirinya disuruh mengamankan DVR CCTV apakah untuk kebutuhan Paminal atau Reserse. Sehingga membuat JPU kembali mencecar soal apakah ada surat perintah (sprin) secara tertulis.
"Saudara mengambil itu kan ada prosedur, ya diawali ini kan bukan seketika sudah ada jeda waktu. Sudah ada surat perintah kepada saudara dari Bareskrim?" ujar JPU.
"Saya saat itu datang ke duren tiga atas perintah Kanit (Acay) saya langsung," kata Irfan.
"Saya tanya ada surat perintah tertulis dari Bareskrim?" cecar JPU.
"Saya tidak tahu," ucap Irfan.
"Saudara ada memegang surat perintah dari Bareskrim untuk melaksanakan tugas itu (amankan DVR CCTV)?" cecar JPU kembali.
"Tidak ada," akui Irfan dengan nada rendah.
Advertisement
Tampak Grogi
Nampak saat itu suara Irfan terdengar grogi usai mengakui tidak adanya sprin secara tertulis yang dia terima. Dimana Saat itu Irfan mencoba tetap menjelaskan kepada JPU namun sempat di potong majelis hakim.
"Itu yang penting, penting sekali," tegas JPU.
"Marena itu kewenangan kanit saya," Irfan memotong.
"Iya, kan setiap ada tindakan hukum kan harus ada surat perintah. oke tidak ada surat perintah. setelah kejadian ada gak surat perintah menyusul, kepada saudara yang diberikan setelah saudara ambil adakah surat perintah ada tidak?" tanya kembali JPU.
"Tidak ada," jawab Irfan.
"Sampai hari ini ada surat perintah?" timpal JPU.
"Tidak ada, biasanya surat administrasi," Irfan coba menjelaskan namun dipotong majelis hakim.
"Saudara itu yang ditanya itu ada surat perintah tidak?" tanya Hakim
"Tidak ada," ucap Irfan.
"Yasudah," tukas Hakim.
Â
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka.com