Gelar HUT ke-50, Ini Sejarah PDIP yang Berawal dari PNI hingga Pecah Peristiwa Kudatuli

PDIP merupakan partai yang ideologinya didasarkan pada filosofi nasional resmi Indonesia, Pancasila. Lantas bagaimana sejarahnya?

oleh Muhammad Ali diperbarui 10 Jan 2023, 08:09 WIB
Diterbitkan 10 Jan 2023, 07:55 WIB
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di ajang Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II PDIP Tahun 2021 yang dilaksanakan di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa (21/6/2022). (Foto: Dokumentasi PDIP).

Liputan6.com, Jakarta - PDI Perjuangan akan menggelar Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-50 partai di JIExpo Kemayoran Jakarta, hari ini, Selasa (10/1/2023). Momen HUT PDIP ini akan menjadi pembuka untuk memasuki tahun politik 2023.

PDIP merupakan partai yang ideologinya didasarkan pada filosofi nasional resmi Indonesia, Pancasila.

Dilansir dari situs pdiperjuanganlampung.id, sejarah PDIP dapat dirunut mulai dari Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Ir Sukarno pada 4 Juli 1927. PNI bergabung dengan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik. Partai gabungan tersebut kemudian dinamakan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 10 Januari 1973

Sejak awal terbentuk, konflik internal PDI terus terjadi dan diperparah dengan adanya intervensi dari pemerintah. Untuk mengatasi konflik tersebut, anak kedua dari Ir Sukarno, Megawati Sukarnoputri didukung untuk menjadi ketua umum (Ketum) PDI.

Namun pemerintahan Suharto, kala itu, tidak menyetujui dukungan tersebut kemudian menerbitkan larangan mendukung pencalonan Megawati Sukarnoputri dalam Kongres Luar Biasa (KLB) pada 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur. 

Larangan itu berbanding terbalik dengan keinginan peserta KLB.  Kemudian secara de facto, Megawati Sukarnoputri dinobatkan sebagai ketum DPP PDI periode 1993-1998. Sehingga pada Musyawarah Nasional (Munas) 22-23 Desember 1993 di Jakarta, Megawati Sukarnoputri dikukuhkan sebagai Ketum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI secara de jure. 

Konflik internal PDI terus terjadi hingga diadakan Kongres pada 22-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan. Pada 20 Juni 1996 para pendukung Megawati Sukarnoputri melakukan unjuk rasa hingga bentrok dengan aparat keamanan yang menjaga kongres. 

Kemudian pada 15 Juli 1996 pemerintah Suharto mengukuhkan Suryadi sebagai Ketum DPP PDI. Akhirnya pada 27 Juli 1996 pendukung Megawati Sukarnoputri menggelar Mimbar Demokrasi di halaman kantor DPP PDI, Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat.

 

Peristiwa Kudatuli

Setelah itu, muncul rombongan berkaus merah kubu Suryadi yang kemudian terjadi bentrok dengan kubu Megawati Sukarnoputri. Peristiwa tersebut dikenal dengan Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli atau disingkat menjadi Peristiwa Kudatuli.

Usai peristiwa tersebut, PDI di bawah pimpinan Suryadi hanya memperoleh 11 kursi DPR. Karena pemerintahan Suharto lengser pada reformasi 1998, PDI di bawah pimpinan Megawati Sukarnoputri semakin kuat, dan ditetapkan sebagai ketum DPP PDI periode 1998-2003 pada Kongres ke-V di Denpasar, Bali. 

Megawati Sukarnoputri kemudian mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada 1 Februari 1999 agar dapat mengikuti pemilu. Nama tersebut disahkan oleh Notaris Rahmat Syamsul Rizal dan kemudian dideklarasikan pada 14 Februari 1999 di Istora Senayan, Jakarta.

PDI Perjuangan (PDIP) melakukan Kongres I pada 27 Maret-1 April 2000 di Hotel Patra Jasa, Semarang, Jawa Tengah. Kongres tersebut menghasilkan keputusan Megawati Sukarnoputri sebagai Ketum DPP PDIP periode 2000-2005. Pada Kongres IV PDIP di Bali pada 8-12 April 2015, Megawati Sukarno Putri kembali dikukuhkan sebagai Ketum PDIP periode 2015-2020.

Infografis 7 Perintah Megawati untuk Kader Jelang HUT ke-50 PDIP. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 7 Perintah Megawati untuk Kader Jelang HUT ke-50 PDIP. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya