Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengulas kondisi kemajuan hingga kemunduran pers di Indonesia sepanjang tahun 2022. Hal tersebut juga bersinggungan dengan kemerdekaan pers yang merupakan pilar demokrasi.
“Kita punya pijakan yang sama soal pentingnya memperhatikan kemerdekaan pers. Sepanjang 2022, pengamatan Dewan Pers, kita ada situasi kemajuan, kemunduran, dan stagnasi,” tutur Ninik di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Selasa (17/1/2023).
Baca Juga
Menurut Ninik, kemajuan yang terjadi dapat dilihat dari berbagai kemudahan regulasi yang sudah dicapai oleh pemerintah terhadap insan pers, dalam rangka menjamin ruang pemberitaaan. Tentunya, hal tersebut didukung oleh pegangan pedoman kode etik jurnalistik, perusahaan pers yang proporsional, serta wartawan yang berkredibilitas tinggi.
Advertisement
“Saya kira itu bukan capaian yang mudah, tapi itu kemajuan. Itu butuh kerja keras bukan hanya Dewan Pers, tapi juga jurnalis, pemilik perusahaan, masyarakat, dan para penegak hukum. Kemajuan ini dapat dilihat dari komitmen berbagai lembaga yang menjadikan UU 40 sebagai UU yang menjamin kemerdekaan pers,” jelas dia.
Kemunduran
Kemudian untuk kemunduran ranah pers yang terpantau sepanjang 2022, lanjut Ninik, adalah terkait sengketa kasus pers yang masih mengabaikan Undang-Undang Pers. Masih banyak insan jurnalis yang dikriminalisasi dan terjadi pembiaran oleh aparat penegak hukum.
“Kita tahu penyelesaian kasus belum sepenuhnya tuntas, itu kemunduran. Tapi ada langkah maju dalam kontens pemberitaan. Kalau ada karya jurnalistik berkasus pers, maka kita gunakan UU 40. Namun apabila pidana, diselesaikan di kepolisian,” ujar Ninik.
Ninik menyebut, standar perusahaan, standar pendidikan kompetensi wartawan, pendataan perusahan pers, dan penguatan kapasitas menjadi fokus yang juga terus disempurnakan Dewan Pers dalam periode 2022. Meski begitu, kondisi jalan ditempat atau stagnasi turut menjadi perhatian.
“Kita juga ada kondisi stagnasi, terutama penyelesian kasus-kasus yang dilaporkan kepada penegak hukum. Kita ingat dua tahun lalu ada laporan penyerangan terhadap domain digital, belum ada proses penyelesaian yang tuntas. Dan kita tahu bahwa kalau kondisi ini tidak segera diselesaikan, maka akan memicu keberulangan,” katanya.
“Kemarin Tribun Medan diserang media sosialnya secara pribadi maupun di DOS-nya, saya berharap ada penyelesaian yang lebih tuntas dan saling menguatkan,” sambungnya.
Advertisement
Kesejahteraan Wartawan
Ninik mengatakan, hal lain yang memerlukan peningkatan adalah terkait perlindungan kesejahteraan wartawan. Tidak ketinggalan, menurutnya belum ada mekanisme yang dapat memastikan insan pers mendapat dilindungi negara.
“Bagaimana melapor, menjadi korban, hak atas laporannya, ini masih stagnasi dan masih perlu pengawalan. Kemudian yang masih stagnan adalah revisi UU ITE yang memiliki andil cukup besar mengkriminalisasi karya jurnalistik,” terangnya.
“Saya sekali lagi sebagai Ketua Dewan Pers pertama di Indonesia dan pertama di dunia, mohon dukungannya. Mau tidak mau ini keberhasilan dari pemerintah Indonesia dan masyarakat yang mulai memahami kesetaraan dan keadilan bagi perempuan, sehingga mendapat kesempatan di mana saja termasuk pers,” Ninik menandaskan.