Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyampaikan, seluruh rangkaian pengungkapan kasus dugaan korupsi yang menjerat Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfandi menjadi tersangka sudah sesuai dengan prosedur, termasuk melibatkan POM TNI.
"Seluruh rangkaian kegiatan oleh KPK dalam kegiatan operasi tangkap tangan, penyelidikan, penyidikan, hingga penetapan para pelaku sebagai tersangka telah sesuai prosedur hukum dan mekanisme yang berlaku," ujar Firli dalam keterangannya, Sabtu (29/7/2023).
Baca Juga
Menurut Firli Bahuri, tentu pengertian tertangkap tangan menurut Pasal 1 butir 19 KUHAP adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya.
Advertisement
Setelah dilakukan tangkap tangan, lanjut dia, maka terhadap peristiwa dugaan tindak pidana tersebut harus sudah dapat ditentukan dan ditetapkan sebagai peristiwa tindak pidana korupsi, serta status hukum para pihak terkait dalam waktu satu kali 24 jam.
"Memahami bahwa para pihak tersebut diantaranya terdapat oknum TNI yang juga memiliki mekanisme peradilan militer, maka dalam proses gelar perkara pada kegiatan tangkap tangan di Basarnas ini, KPK telah melibatkan POM TNI sejak awal untuk mengikuti gelar perkara sampai dengan penetapan status perkara dan status hukum para pihak terkait," kata Firli.
Kemudian, lanjut Firli, KPK melanjutkan proses penanganan perkara yang melibatkan para pihak dari swasta yakni non-TNI atau militer, dan menyerahkan penanganan perkara yang melibatkan anggota militer TNI kepada pihak TNI untuk dilakukan koordinasi penanganan perkaranya lebih lanjut.
Kewenangan KPK
Firli menjelaskan, adapun kewenangan KPK dalam mengkoordinasikan proses hukum tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 42 UU KPK, bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindakpidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum juncto Pasal 89 KUHAP.
"Sehingga seluruh proses hukum yang dilakukan oleh KPK dalam kegiatan tangkap tangan ini telah sesuai dasar hukum dan mekanisme yang berlaku," ucap dia.
"Kami menegaskan, seluruh proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang telah dilakukan oleh segenap insan KPK, serta berbagai upaya pencegahan dan pendidikan antikorupsi, adalah tanggung jawab penuh Pimpinan KPK," Firli menandaskan.
Advertisement
Mahfud Md Minta Hentikan Perdebatan KPK vs TNI Usai Penetapan Tersangka Kepala Basarnas
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan atau Menkopolhukam Mahfud Md meminta para pihak untuk menyudahi kisruh perdebatan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan TNI.
Kisruh tersebut terkait prosedur penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Muda Henri Alfiandi dan Letkol Adm ABC selaku Koordinator Staf Administrasi.
"Meskipun harus disesalkan, problem yang sudah terjadi itu tak perlu lagi diperdebatkan berpanjang-panjang. Yang penting kelanjutannya yakni agar terus dilakukan penegakan hukum atas substansi masalahnya yakni korupsi," ujar Mahfud Md dalam keteranganya, Sabtu (29/7/2023).
Sebab, Mahfud menilai KPK telah mengakui kekhilafannya akibat m melampaui kewenangan. Sementara, kata dia, TNI telah mendapatkan masalah pokok kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas TA 2021-2023.
"KPK sudah mengaku khilaf secara prosedural. Sedangkan di lain pihak TNI juga sudah menerima substansi masalahnya, yakni sangkaan korupsi untuk ditindaklanjuti berdasar kompetensi peradilan militer," kata Mahfud.
Harus Fokus pada Perkara
Sehingga, lanjut dia, substansi korupsinya yang telah diinformasikan dan dikoordinasikan kepada TNI oleh KPK, kemudian akan menjerat dua anggota TNI untuk dituntaskan melalui Pengadilan Militer.
"Perdebatan tentang ini di ruang publik jangan sampai menyebabkan substansi perkaranya kabur sehingga tak berujung ke Pengadilan Militer," beber Mahfud.
Walau pun, Mahfud menyadari kritik terhadap sistem peradilan militer, kerap sulit membawa oknum militer ke peradilan. Namun untuk kasus ini dia yakin pelaku akan diganjar dengan sanksi hukum yang tegas.
"Meskipun terkadang ada kritik bahwa sulit membawa oknum militer ke pengadilan. tetapi biasanya jika suatu kasus sudah bisa masuk ke pengadilan militer sanksinya sangat tegas dengan konstruksi hukum yang jelas," jelas Mahfud.
Advertisement