Liputan6.com, Jakarta Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengungkapkan bahwa ada rapat kerja nasional (Rakernas) yang dilakukan para mafia peradilan. Menurut dia, rakernas tersebut digelar setiap satu tahun sekali.
Terkait hal itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyebut, pihaknya di DP mengecam keberadaan para mafia ini dan menegaskan akan berupaya membongkar pihak-pihak yang terlibat dalam aksi haram tersebut.
Baca Juga
"Kami di Komisi III sangat terkejut dan mengecam keberadaan para mafia peradilan ini. Kami juga akan membantu Prof Jimly lakukan koordinasi dengan Kapolri dan Jaksa Agung untuk membongkar para mafia. Karena dari pernyataan Prof, oknum yang terlibat ini bukan hanya satu atau dua orang saja, dan pergerakannya pun sudah sangat terstruktur dan lintas lembaga," kata dia dalam keterangannya, Senin (6/11/2023).
Advertisement
Menurut Sahroni, Komisi III DPR juga akan berkordinasi dengan berbagai pimpinan institusi guna mengungkap semua pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan mafia peradilan yang bergerak secara masif dan terstruktur tersebut.
"Jadi kita akan minta atensi langsung dari pimpinan institusi untuk bantu mengusut jaringan tersebut. Karenanya Pak Jimly tolong sebutkan nama-namanya," ungkapnya.
Sahroni menyebut, pengusutan ini penting dilakukan karena menyangkut kepercayaan publik terhadap kinerja aparat penegak hukum. Bahkan menurut dirinya, jika ini dibiarkan berlarut, khawatir masyarakat jadi tidak percaya terhadap hukum di negara itu sendiri.
"Dugaan kasus ini tidak boleh sampai tenggelam, tidak boleh hanya buat gaduh, saya pastikan itu. Sebab kepercayaan masyarakat terhadap hukum tengah dipertaruhkan. Jangan buat masyarakat menjadi antipati terhadap sistem hukum di negaranya sendiri," katanya.
Â
Pernyataan Jimly
Sebelumnya, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengungkapkan bahwa ada rapat kerja nasional (Rakernas) yang dilakukan para mafia peradilan. Menurut Jimly Asshiddiqie, rakernas tersebut digelar setiap satu tahun sekali.
Hal itu diungkapkan Jimly saat memimpin sidang dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi atas putusan gugatan uji materi tentang syarat calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (3/11/2023).
"Kalau mafia peradilan itu, kalau setahun sekali para mafia itu rakernas. Itu cuman segelintir orang tapi lumayan banyak," kata Jimly. Terdengar tawa peserta sidang yang saat itu mengikuti jalannya persidangan.
Jimly mengatakan, para mafia itu melaporkan berapa penghasilan yang didapat dari memeras masyarakat saat bertugas.
"Mereka rakernas setiap tahun lalu masing-masing melapor siapa yang paling banyak dapat duit," ujar mantan Ketua MK ini.
Lebih lanjut, ujar Jimly, polisi dan jaksa mendapatkan uang yang sama jumlahnya. Kemudian, selanjutnya yang mendapatkan uang lebih banyak lagi adalah panitera.
"Polisi lapor, sekian dapatnya. Jaksa lapor. Ternyata sama banyaknya antara polisi dan jaksa itu. Tapi sebenarnya lebih banyak jaksa karena jaksa itu kerjanya sampai eksekusi. Tukang peras ini. Diperas-peras semua," jelas Jimly.
"Sampai terakhir, panitera. Panitera itu suka ngaku, hakimnya minta sekian, padahal dia (yang minta). Hakimnya pindah-pindah, provinsi ini, pindah sana, pindah sana. Paniteranya di situ aja. Dia jadi manajer," sambung Jimly.
Â
Advertisement
Pengacara
Terakhir, kata Jimly, hakim juga mendapatkan uang. Para hakim merasa uang tersebut lebih sedikit dibanding yang lain.
"Nah terakhir baru hakim. Hakim itu biasanya hasil perasan ini sudah tinggal tulang-tulangnya. Baru dapat tulang-tulangnya itu. Tapi kata pengacara, waktu rapat rakernas itu, 'Iya Pak Hakim, Bapak tinggal dapat tulang-tulangnya tapi di dalam tulang ada sum-sum," kata Jimly sambil tertawa.
Maka dari itu, Jimly menegaskan bahwa semua aparat penegak hukum mendapatkan 'jatuh'. Namun, advokat mendapatkan uang yang paling banyak.
'Jadi walhasil semua dapat. Semua kebagian. Tapi yang paling banyak dapat tuh advokat. Mulai dari sebelum kejadian, sampai eksekusi, sampai terus dapat. Makanya advokat tuh kaya-kaya," imbuh Jimly.
Apa yang disampaikan Jimly adalah gambaran satire bagaimana praktik culas sistem peradilan. Jimly menyampaikan hal itu merespons pembacaan legal standing dan tuduhan atas perkara yang dilaporkan para pemohon yaitu Persatuan Advokat Demokrasi Indonesia.
Jimly mengatakan bahwa apa yang dilaporkan oleh para advokat tersebut tidak jauh berbeda dengan laporan serupa yang pihaknya terima. Dia mengapresiasi para pemohon yang mengajukan gugatan etik terkait putusan batas usia capres-cawapres di MK yang membuat geger beberapa waktu lalu.
"Boleh juga pengacara muda-muda ini, ya. Jadi tidak semua advokat menganggap semua masalah itu benar apalagi ada yang bayar. Kan jokes-nya begitu. Saudara tidak termasuk," kata Jimly.
Menurut Jimly, dalam sistem peradilan hakim, jaksa, dan advokat tidak luput dari perilaku oknum tercela. "Tapi jauh lebih banyak yang baik-baik," kata Jimly.