Liputan6.com, Jakarta Calon presiden (calon) nomor urut satu, Anies Baswedan, buka suara soal cerita mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo yang mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah meminta agar kasus korupsi KTP elektronik atau e-KTP yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
Menurut Anies, kewenangan KPK sudah seharusnya dikembalikan seperti sediakala. KPK, kata Anies, adalah lembaga independen yang dapat menegakkan hukum tanpa ada campur tangan pihak manapun, termasuk presiden.
Baca Juga
"Ya menurut hemat kami, tugas dan kewenangan KPK harus dikembalikan, sehingga KPK memiliki independensi, memiliki ruang untuk menegakkan hukum tanpa ada intervensi dari manapun juga," kata Anies usai acara 'Dialog Pers dan Capres Bersama PWI di Kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat, Jumat (1/12/2023).
Advertisement
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menilai, apabila fungsinya dikembalikan seperti semula, maka KPK akan menjadi institusi yang dapat dipercaya kredibilitasnya oleh masyarakat.
"Dan itu perlu ada supaya benar-benar menjadi institusi yang kredibel. Kita negara hukum bukan negara kekuasaan," ujar Anies Baswedan.
Sebelumnya, dalam wawancara dengan Rosi yang tayang di Kompas TV, Kamis (30/11/2023), Ketua KPK periode 2015-2019, Agus Rahardjo mengungkap pengakuan mengejutkan.
Agus mengaku pernah dipanggil dan diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto (Setnov).
Adapun Setnov saat itu menjabat sebagai Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, salah satu parpol pendukung Jokowi. Setya Novanto diumumkan menjadi tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017.
Agus Sebut saat Itu Jokowi Marah Minta Kasus Korupsi e-KTP Setnov Dihentikan
Sebelum mengungkapkan peristiwa itu, Agus menyampaikan permintaan maaf dan merasa semua hal harus jelas.
"Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak," kata Agus Rahardjo dalam wawancara dengan Rosi yang tayang di Kompas TV, Kamis (30/11/2023).
"Saya terus terang, waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara)," lanjut Agus.
Saat itu, Agus merasa heran karena biasanya presiden memanggil lima pimpinan KPK sekaligus. Namun, kala itu dipanggil seorang diri. Ia juga diminta masuk ke Istana tidak melalui ruang wartawan melainkan jalur masjid.
Ketika memasuki ruang pertemuan, Agus mendapati Jokowi sudah marah. Dia pun heran dan tidak mengerti maksud Jokowi.
Setelah duduk, ia baru memahami bahwa Jokowi meminta kasus yang menjerat Setya Novanto agar dihentikan.
Advertisement
Agus Rahardho Sempat Ingin Mundur gara-gara Korupsi e-KTP Diintervensi
Pernyataan mantan Ketua KPK, Agus Rahardjo diamini mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan, yang mengaku pernah mendengar kabar tersebut saat masih berdinas di lembaga antirasuah.
"Iya, saya memang pernah dengar cerita itu. Saya saat itu ada di Singapura, sedang berobat," kata Novel saat ditemui, Jumat (1/12/2023).
Meski sedang di Singapura, namun Novel mengaku kalau mendapatkan kabar Agus yang ingin mundur dari Ketua KPK agar kasus megakorupsi e-KTP yang menyeret Setnov tetap diusut.
"Dan seingat saya malah Pak Agus sempat mau mengundurkan diri itu. Jadi untuk bertahan dalam komitmen untuk perkara SN tetap dijalankan. Itu Pak Agus sempat mau mengundurkan diri," kata dia.
Terlepas dari pengakuan Agus, Novel pun meyakini adanya revisi Undang-undang KPK No. 19 Tahun 2019 sebagai upaya untuk melemahkan institusi antirasuah dengan berbagai dinamika yang terjadi.
"Sekarang kan semakin jelas kan. Apa yang banyak dikatakan orang, termasuk saya, bahwa Undang-undang KPK revisi UU KPK yang Nomor 19 itu adalah untuk melemahkan KPK. Jadi terjawab," kata Novel.
Kendati demikian, Novel mengaku apa yang dia tahu soal cerita dari Agus hanya sebatas itu dan tidak secara langsung. Karena, posisinya yang saat itu sedang berada di Singapura untuk proses pengobatan.
"Tetapi detailnya saya enggak tahu, jadi saya waktu itu sedang sakit di Singapura sedang berobat. Ceritanya, tentunya saya tidak langsung ya. Jadi cerita itu saya dengar-dengar, dari pegawai KPK lain yang bercerita. Jadi mestinya yang lebih tahu, pegawai yang ada di KPK," ucapnya.
"Biasanya kalau tekanan itu ke pimpinan. Kalau penyidik kan tentunya enggak langsung ya. Karena penyidik bekerja sesuai porsinya saja. Oke saya pikir itu ya," tambah dia.
Istana Bantah Jokowi Minta Kasus Korupsi Setnov Dihentikan
Sebelumnya, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menegaskan komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk terus mendorong penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu disampaikan Ari menyoal pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo dalam sebuah acara di stasiun televisi swasta yang dipandu jurnalis senior Rosiana Silalahi, yang menyebut Presiden pernah memintanya menghentikan kasus korupsi KTP elektronik yang melibatkan mantan Ketua DPR Setya Novanto.
"Kita semua sebenarnya sepakat termasuk Presiden itu mendorong penguatan KPK itu dijalankan dan kita lakukan secara bersama-sama," kata Ari di gedung Kemensetneg Jakarta, Jumat (1/12/2023).
Ari menyampaikan semua pihak berharap KPK bisa menjalankan tugas dengan baik, dan harus mendukung tidak hanya dalam proses penindakan hukum, tetapi juga dalam pencegahan korupsi.
"Jadi kita semua sebenarnya sepakat termasuk Presiden itu mendorong penguatan KPK itu dijalankan dan kita lakukan secara bersama-sama, baik itu oleh pemerintah, oleh DPR, dan juga oleh masyarakat sipil," kata Ari.
Ari membantah adanya agenda pertemuan Presiden Jokowi dengan Agus Rahardjo yang membahas proses hukum Setya Novanto dalam perkara korupsi KTP elektronik.
Bahkan, kata Ari, setelah dicek tidak ada pertemuan yang disebut-sebut dalam agenda presiden dengan Agus Rahardjo. Selain itu, Presiden Jokowi telah menegaskan agar Setya Novanto mengikuti proses hukum yang ada di KPK.
Ari menuturkan proses hukum terhadap Setya Novanto yang bergulir pada 2017, akhirnya berproses secara baik hingga berujung pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Advertisement