Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang telah diajukan sejak 2009.
"Jadi, sekarang ini prosesnya (RUU) sudah ada di meja pimpinan DPR (Puan Maharani). Seharusnya di sisa masa kerja anggota DPR periode 2019-2024 ini bisa mengesahkan RUU tersebut," kata Rukka di sela-sela sidang gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Pulogebang, Jakarta Timur, Kamis (14/3/2024).Â
Menurut dia, RUU Masyarakat Adat sangat diperlukan agar ada payung hukum yang jelas dan negara dapat mengakui dan melindungi Masyarakat Adat.
Advertisement
"Ketiadaan payung hukum yang mengakui dan melindungi Masyarakat Adat, telah berdampak buruk bagi komunitas-komunitas Masyarakat Adat di seluruh Nusantara," ujarnya.
AMAN mencatat sejak tahun 2014, telah terjadi 301 kasus perampasan wilayah adat seluas 8,4 juta hektar, dan 678 Masyarakat Adat dikriminalisasi karena mempertahankan wilayah adat.
Oleh karena itu, Rukka berharap pemerintah dan DPR segera membahas dan mengesahkan RUU Masyarakat Adat di sisa masa kerjanya, yakni Oktober 2024. "Kalau DPR serius mestinya bisa diselesaikan dan disahkan. Namun, persoalannya di DPR ada dua fraksi yang menolak RUU itu secara terang-terangan yakni PDIP dan Golkar," tuturnya.
Menurut dia, RUU Masyarakat Adat lahir dari tuntutan masyarakat adat di perkampungan. Mulai didiskusikan di tingkat kampung, Kongres AMAN, pertemuan masyarakat adat, masyarakat sipil dan akademisi.
"RUU Masyarakat Adat Ini paling banyak dan paling panjang dibicarakan di publik. Namun, saat ini masih tertahan di pimpinan DPR," kata Rukka.
Â
Tuntut Kepastian Hukum
Rukka menuturkan bahwa tanah-tanah adat atau tanah ulayat itu memang ada di negeri ini, namun bisa disebut adat dan diakui serta dihormati bila ada UU dan peraturan pemerintah.
"Ketika ada kepentingan untuk merampas wilayah adat untuk perusahaan dan untuk pembangunan, maka dianggap orang itu tak berhak karena masyarakat adat tidak ada disitu karena belum diakui. Itu salah satu masalah besar bagi negeri ini," paparnya.
Oleh karena itu, hingga saat ini AMAN menuntut kepada pemerintah dan DPR harus ada kepastian hukum bagi masyarakat adat, harus ada cara negara mendaftarkan atau registrasi masyarakat adat agar bisa keluar bagi persoalan ini.Â
"Persoalan ini bukan hanya persoalan masyarakat adat tetapi persoalan masyarakat Indonesia," ujar Rukka.
Sidang gugatan terhadap pemerintah dan DPR di PTUN Jakarta itu agar segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat saat ini dalam tahapan pemeriksaan saksi-saksi dari komunitas masyarakat adat. Mantan Sekjen AMAN Abdon Nababan yang menjadi salah satu saksi di persidangan PTUN Jakarta menyebutkan persoalan (RUU) sebenarnya tidak terlalu sulit karena substansinya sudah selesai.
"Sudah ada naskah akademiknya dan bisa segera disahkan, bila pimpinan DPR mau," ujarnya.
Menurut dia, gugatan ke PTUN merupakan "calling" bagi pemerintah dan DPR yang sudah berjanji untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat adat.
Advertisement