Kurangi Polemik PPDB di Daerah, Kemendagri Usulkan Ada Sekolah Swasta yang Gratis

Perencana Ahli Muda pada Sub Koordinator Data dan Monev, Bagian Perencanaan, Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Benjamin Sibarani menyadari setiap penyelenggaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menimbulkan polemik di sejumlah daerah.

oleh Dian Agustini diperbarui 21 Jun 2024, 17:00 WIB
Diterbitkan 21 Jun 2024, 17:00 WIB
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)
Petugas menyampaikan penjelasan kepada orangtua calon peserta didik terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Posko Pelayanan PPDB 2023 di SMA Negeri 70 Jakarta, Kamis (25/5/2023). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membuka Posko Pelayanan PPDB 2023 mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Perencana Ahli Muda pada Sub Koordinator Data dan Monev, Bagian Perencanaan, Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Benjamin Sibarani menyadari setiap penyelenggaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menimbulkan polemik di sejumlah daerah.

"Permasalahan utama adanya polemik PPDB adalah, kita mulai dari anggaran, daerah itu tidak mempunyai anggaran. Yang kedua adalah SDM, tidak mempunyai SDM ketika ingin menambah sekolah. Yang ketiga, sarana prasarana. Jadi, anggaran, SDM, sarana prasarana ini, ketika ingin menambah yang namanya jumlah sekolah SMP dan SMA tidak memiliki," kata dia di Jakarta, Jumat (21/6/2024).

Padahal, lanjut Benyamin, sudah ada aturan mengenai Pendidikan. Di mana, pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah khususnya di pasal 1, 18, dan 298 itu bisa menjadi landasan.

Karena itu, pihaknya memastikan bahwa pemerintah daerah melaksanakan pelayanan dalam hal pendidikan berjalan dengan benar dengan perencanaan yang berbasis data yang akurat.

"Kita dorong terus pemerintah daerah melaksanakan juknis (petunjuk teknis) juklak (petunjuk pelaksanaan) dengan benar, kita dorong daerah merencanakan semua anak sekolah itu berbasis data," ungkap Benyamin.

Pihaknya pun akan berpegang pada Rapor Pendidikan 2.0 dan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), di mana Pemda bisa memastikan jumlah sekolah yang dibutuhkandan mencegah polemik.

"Mudah-mudahan ke depan ini lah jadi dasar kira-kira supaya mudah nanti kita menghitung sebenarnya berapa orang berapa anak yang nanti sekolah SMP, berapa untuk SMA, berapa kita tahu. Nah, pemerintah daerah menuangkan itu ke dalam perencanaan. Kalau sudah dihitung sudah tahu berapa jumlah anak yang akan bersekolah itu jelas nanti jadi nanti tahu kebutuhan sebenarnya," jelasnya.

Benjamin pun berharap dukungan pemerintah daerah terhadap sekolah swasta seperti halnya sekolah negeri. Jika ada kesetaraan pendidikan pada sekolah negeri dan sekolah swasta, maka tindakan-tindakan kecurangan agar siswa bisa masuk ke sekolah negeri tidak akan ada lagi.

"Permasalahan utama sebenarnya apa ya daya tampung berkurang. Nah, kita dorong pemerintah daerah itu gratiskan juga di swasta. Ayo dong bareng-bareng, jadi bukan hanya negeri saja yang sekarang ini, tetapi swasta juga harus kita dorong," tutur dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Imbauan Ombudsman

Kepala Keasistenan Utama VII Ombudsman, Diah Suryaningrum meminta masyarakat melaporkan dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024.

Menurut dia, untuk menangani laporan dugaan kecurangan PPDB 2024, pihaknya menyiapkan dua mekanisme pengaduan yaitu pengaduan reguler dan Reaksi Cepat Ombudsman.

"Dalam hal PPDB khususnya, kalau di Ombudsman itu mekanisme pengaduannya ada yang reguler dan ada yang kita sebut Reaksi Cepat Ombudsman. Di mana ketika kami memperoleh laporan dari masyarakat itu harus paling lama 30 hari permasalahannya sudah selesai," jelas Diah dalam sesi jumpa pers di Hotel Sutasoma, Jakarta Selatan, Jumat (21/6/2024).

Adapun mengenai jenis kecurangan, menurut dia, sebagian besar sebagian besar mengenai penyimpangan prosedural.

"Kalau terkait PPDB sendiri paling banyak laporannya terkait penyimpangan prosedur. Kalau salah satu dugaan maladministrasi tertinggi yang terjadi itu penyimpangan prosedur yang seperti tadi disampaikan beberapa kasusnya ada titip siswa, kemudian ada Kartu Keluarga dimana Kartu Keluarga ini sebetulnya sah secara dokumen kependudukan," ujar Diah.


Kemendikbudristek Sudah Lakukan Mitigasi

Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi atau Kemendikbudristek, Chatarina Maulina Girsang mengatakan, pihaknya terus melakukan mitigasi kecurangan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Salah satu yang disoroti adalah pemalsuan domisili untuk mengakali sistem zonasi dalam PPDB. Menurut dia ini sebenarnya sudah diatur dalam Permendikbud 17 Tahun 2017.

"Untuk pemalsuan domisili sudah kita mitigasi ya sejak Permendikbud tentang PPDB zonasi. Ini kita atur mulai dari Permendikbud (nomor) 17 (tahun) 2017," kata Chatarina dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (21/6/2024).

Meski sudah ada aturan, dia menyebut implementasi aturan di lapangan masih belum maksimal. Menurutnya,menyebut masih banyak penyelenggara PPDB yang tidak melakukan mekanisme verifikasi.

"Yang menjadi permasalahan adalah bukan regulasi tapi dari implementasi. Ketika di-upload, sekolah tidak melakukan klarifikasi dokumen, jadi oh sudah ada KK (Kartu Keluarga) sudah selesai," kata Chatarina.

"Padahal di KK (Kartu Keluarga) itu anaknya bisa 10, anaknya 10, tahun lahirnya bisa tahun lahir yang bersamaan. Kan enggak mungkin seorang ibu melahirkan di tahun yang bersamaan lebih dari satu," sambung dia.

Untuk itu, Chatarina meminta agar pihak penyelenggara PPDB dapat melaksanakan mekanisme verifikasi dalam penyelenggaraan PPDB.

"Ini yang salah satu strategi yang kita minta untuk memastikan implementasi ada mekanisme verifikasi. Kalau ada verifikasi Insyaallah pasti akan tersortir," pungkas Chatarina.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya