Laporan Terhadap Penyidik KPK Dilimpahkan ke Itwasum Polri

Hal tersebut tertuang dalam surat dari Divpropam Polri bernomor R/3786-b/VII/WAS.2.4/Divpropam/2024 tertanggal 23 Juli 2024 yang ditujukan kepada TPDI.

oleh Tim News diperbarui 23 Jul 2024, 20:53 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2024, 15:00 WIB
Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Laporan yang dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) terhadap dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni Rossa Purbo Bekti dan Priyatno ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri pada 11 Juli 2024 lalu telah dilimpahkan ke Isnpektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri, Selasa (23/2024).

Hal tersebut tertuang dalam surat dari Divpropam Polri bernomor R/3786-b/VII/WAS.2.4/Divpropam/2024 tertanggal 23 Juli 2024 yang ditujukan kepada TPDI, dalam hal ini Ricky Daniel Moningka yang ditandatangani Kepala Bagian Pelayanan dan Pengaduan Divpropam Polri Kombes Nursyahputra atas nama Kepala Divpropam Polri.

"Bagyanduan (Bagian Pelayanan dan Pengaduan) Divpropam Polri telah menerima pengaduan yang pada intinya mengajukan permohonan perlindungan hukum dugaan telah terjadi peristiwa pidana berupa perampasan kemerdekaan, perampasan milik pribadi dan 'back date' (tanggal mundur) Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti oleh saudara Rossa Purbo Bekti dan saudara Priyatno anggota Polri selalu penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi Nomor: LKTPK-03/Lid.02.00/22/01/2020 tanggal 9 Januari 2020," bunyi butir 2 surat dari Divpropam Polri tersebut yang tangkapan layarnya diperlihatkan kepada media oleh Koordinator TPDI Petrus Selestinus, Selasa (23/7/2024).

"Setelah dilakukan penelitian, Dumas (pengaduan masyarakat, red) dimaksud dilimpahkan ke Inspektur Pengawasan Umum Polri untuk ditindaklanjuti sesuai surat pelimpahan Nomor: R/3594/VII/WASWAS.2.4./2024/Divpropam tanggal 16 Juli 2024," lanjut bunyi surat tersebut pada butir 3.

Petrus Selestinus mengaku bersyukur, dan berterima kasih kepada Polri yang telah proaktif menindaklanjuti laporan TPDI terhadap penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dan Priyatno tersebut.

"Terima kasih Polri yang sudah proaktif sesuai slogan Polri Presisi," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Laporan

Sebelumnya, staf dari Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto bernama Kusnadi mendatangi Divpropam Mabes Polri, Jakarta, Kamis (11/7/2024).

Kedatangan Kusnadi untuk melaporkan penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dan Priyatno, karena Kusnadi menilai adanya dugaan pelanggaran prosedur penyitaan telepon seluler (ponsel) miliknya, dengan nomor aduan: SPSP2/003111/VII/2024/BAGYANDUAN tertanggal 11 Juli 2024.

"Ini ada aspek pelanggaran profesi. Bagaimana pun Rossa Purbo Bekti dan Priyatno ini adalah penyidik Polri yang ada di KPK," ujar Koordinator TPDI sekaligus Pengacara Kusnadi, Petrus Selestinus saat itu.

Setidaknya ada dua peristiwa yang menurut Petrus diduga menjadi pelanggaran oleh Rossa Purbo Bekti dkk saat itu.

Pertama, pada 10 Juni 2024 saat Hasto Kristiyanto diperiksa KPK terkait buronan Harun Masiku. Saat itu Kusnadi mengaku dipanggil oleh Rossa untuk menyampaikan ponsel milik Hasto.

Namun, Rossa disebut malahan menggeledah barang-barang pribadi Kusnadi. "Ketika Kusnadi menyerahkan ponsel Hasto, Rossa meminta agar semua yang ada di dalam ransel dikeluarkan. Kusnadi keberatan, kok saya digeledah. Dibalas, diam kamu," ucap Petrus.

"Dibentak begitu, Kusnadi mulai ciut nyalinya, dibiarkan digeledah, tanpa memperlihatkan surat penggeledahan, penyitaan, dan juga tanpa menjelaskan Kusnadi ini saksi atau tersangka," lanjutnya.

Peristiwa kedua, kata Petrus, terjadi pada 19 Juni 2024, saat itu giliran Kusnadi yang dipanggil KPK terkait Harun Masiku.

Saat itu, kata Petrus, Kusnadi diminta untuk menandatangani surat penerimaan barang bukti. Namun, ada kesalahan dalam surat tersebut.

Salah satunya yakni adanya perbedaan tanggal dan lokasi penerimaan barang bukti. "Bisa saja ini kekeliruan administrasi, tetapi cara mengatasinya seperti tidak profesional," sindir Petrus.

"Sehingga pada tanggal 19 Juni penyidik waktu memeriksa Kusnadi sebagai saksi disodorkanlah satu surat sebagai perbaikan, tetapi tidak dibuat berita acara perbaikan," cetus Petrus.

"Sehingga kalau dalam hitung-hitungan tindak pidana, ini bisa masuk juga dalam kategori memasukkan keterangan palsu atau membuat surat palsu di dalam tanda terima ini," sambungnya.

Infografis Pansel Jaring 525 Pendaftar Capim dan Dewas KPK. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Pansel Jaring 525 Pendaftar Capim dan Dewas KPK. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya