Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengaku, Pemerintah Indonesia telah menerima permohonan resmi dari Pemerintah Filipina terkait pemindahan terpidana mati kasus penyelundupan narkotika Mary Jane Veloso. Menurut dia, proses pemindahan dapat dilakukan jika syarat-syarat yang ditetapkan Pemerintah Indonesia dipenuhi.
Yusril menegaskan, Pemerintah Indonesia tidak pernah menyatakan terpidana mati Mary Jane dibebaskan, namun mengembalikannya ke negara asal melalui kebijakan pemindahan narapidana atau "transfer of prisoner". Penegasan itu disampaikan guna menjawab pernyataan Presiden Filipina Ferdinand R. Marcos Jr dalam keterangan pers.
Advertisement
Baca Juga
"Tidak ada kata bebas dalam statemen Presiden Marcos itu. ‘bring her back to the Philippines' artinya membawa dia kembali ke Filipina," kata Yusril melalui keterangan pers tertulis kepada media di Jakarta, Rabu (20/11/2024).
Advertisement
Yusril menyebut, sejumlah syarat yang harus dipenuhi oleh negara yang mengajukan permohonan pemindahan narapidana atau transfer of prisoner. Pertama adalah, mengakui dan menghormati putusan final pengadilan Indonesia dalam menghukum warga negaranya yang terbukti melakukan tindak pidana di wilayah negara Indonesia.
Kedua, lanjut Yusril, napi tersebut dikembalikan ke negara asal untuk menjalani sisa hukuman di sana sesuai putusan pengadilan Indonesia. Ketiga, biaya pemindahan dan pengamanan selama perjalanan menjadi tanggungan negara yang bersangkutan.
"Bahwa setelah kembali ke negaranya dan menjalani hukuman di sana, kewenangan pembinaan terhadap napi tersebut beralih menjadi kewenangan negaranya," kata Yusril.
Terkait pemberian keringanan hukuman berupa remisi, grasi dan sejenisnya, Menko Yusril mengatakan, hal itu menjadi kewenangan kepala negara asal tempat napi terkait.
"Dalam kasus Mary Jane, yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia, mungkin saja Presiden Marcos akan memberikan grasi dan mengubah hukumannya menjadi hukuman seumur hidup, mengingat pidana mati telah dihapuskan dalam hukum pidana Filipina, maka langkah itu adalah kewenangan sepenuhnya dari Presiden Filipina," jelas Yusril.
Australia dan Prancis Juga Ajukan Pemindahan Napi
Yusril menambahkan, Presiden Jokowi beberapa tahun yang lalu telah menolak permohonan grasi Mary Jane, baik yang diajukan oleh pribadi, maupun diajukan oleh pemerintah Filipina. Hal itu disebabkan konsistensi Jokowi yang tidak akan memberi grasi kepada napi kasus narkotika.
"Presiden kita sejak lama konsisten untuk tidak memberikan grasi kepada napi kasus narkotika," ujar Yusril.
Yusril mengaku, beberapa hari yang lalu dirinya telah menerima permohonan pemindahan narapidana Mary Jane dari Menteri Kehakiman Filipina, Jesus Crispin Remulla. Pembahasan juga telah dilakukan bersama Dubes Filipina di Jakarta, Gina A. Jamoralin.
"Semua telah kami bahas internal di kementerian-kementerian di bawah koordinasi Kemenko Kumham Imipas dan telah dilaporkan kepada Presiden Prabowo yang telah menyetujui kebijakan transfer of prisoner ini," tutur Yusril.
Yusril memperkirakan, proses pemindahan Mary Jane akan dilakukan di bulan Desember 2024. Selain Filipina, negara yang telah mengajukan pemindahan napi adalah Australia dan Prancis.
“Dalam pertemuan APEC di Peru, PM Australia juga menyampaikan permintaan itu kepada Presiden Prabowo dan beliau menjawab sedang mempertimbangkan dan memproses permohonan itu," Yusril menandasi.
Advertisement