Liputan6.com, Jakarta - Presiden ke-7 Republik Indonesia (RI) Joko Widodo atau Jokowi kini tidak lagi dianggap sebagai bagian dari PDI Perjuangan.
Hal tersebut seperti ditegaskan oleh Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat atau Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Advertisement
Baca Juga
"Saya tegaskan kembali bahwa Pak Jokowi dan keluarga sudah tidak lagi menjadi bagian dari PDI Perjuangan," ujar Hasto dalam konferensi pers di sekolah partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu 4 Desember 2024.
Advertisement
Lalu, tiga hari kemudian, pada Jumat malam 6 Desember 2024, Jokowi mengunjungi kediaman pribadi Presiden Prabowo Subianto di Kertanegara, Jakarta Selatan (Jaksel).
Jokowi pun buka suara. Dia bicara terkait Partai Golkar yang telah menyatakan menyambut dengan tangan terbuka jika Jokowi dan keluarganya akan bergabung sebagai kader Partai Golkar.
Tawaran itu muncul setelah Jokowi tak dianggap lagi sebagai bagian dari PDIP. Jokowi mengakui telah melakukan komunikasi dengan petinggi Partai Golkar.
Tetapi komunikasi yang dilakukannya itu belum sampai terkait pembicaraan mengenai status untuk menjadi kader partai pimpinan Bahlil Lahadalia.
"Ya semua partai kan terbuka. Dengan (Golkar) belum. Ya komunikasi ada tapi belum," kata Jokowi di rumahnya pada Kamis 9 Desember 2024.
Sejumlah pihak pun merespons terkait Jokowi yang telah dipecat PDIP. Salah satunya menurut Analis Komunikasi Politik dari KedaiKOPI Hendri Satrio atau Hensat, Jokowi sebetulnya tidak lagi perlu rumah berupa partai politik.
Pasalnya, kata dia Jokowi adalah tokoh bangsa usai pensiun sebagai kepala negara.
"Jokowi itu sebetulnya tidak perlu bingung, ia kan tokoh bangsa, dan tokoh bangsa sudah tidak perlu rumah (partai politik), rumahnya kan negara ini, Indonesia," kata Hensat kepada Liputan6.com, dikutip Senin 9 Desember 2024.
Berikut sederet fakta terkait Jokowi yang disebut tak lagi menjadi bagian dari PDIP dihimpun Tim News Liputan6.com:
1. Sekjen PDIP Tegaskan Jokowi dan Keluarga Bukan Lagi Bagian dari PDIP
Presiden ke-7 Republik Indonesia (RI), Joko Widodo atau Jokowi, kini tidak lagi dianggap sebagai bagian dari PDI Perjuangan.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat PDIP, Hasto Kristiyanto, yang menegaskan status keanggotaan Jokowi dalam partai.
"Saya tegaskan kembali bahwa Pak Jokowi dan keluarga sudah tidak lagi menjadi bagian dari PDI Perjuangan," ujar Hasto dalam konferensi pers di sekolah partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu 4 Desember 2024.
Advertisement
2. Jokowi Jawab Masih di Partai Perseorangan
Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) buka suara terkait Partai Golkar yang telah menyatakan menyambut dengan tangan terbuka jika mantan Gubernur DKI Jakarta dan keluarganya itu akan bergabung sebagai kader partai berlambang pohon beringin itu.
Tawaran itu muncul setelah Jokowi tak dianggap lagi sebagai bagian dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI).
Jokowi mengakui telah melakukan komunikasi dengan petinggi Partai Golkar. Tetapi komunikasi yang dilakukannya itu belum sampai terkait pembicaraan mengenai status untuk menjadi kader partai pimpinan Bahlil Lahadalia.
"Ya semua partai kan terbuka. Dengan (Golkar) belum. Ya komunikasi ada tapi belum," ujar Jokowi di rumahnya pada Kamis 9 Desember 2024.
Kemudian ketika disinggung apakah masih menimbang-nimbang terkait partai politik yang akan diikutinya usai tak dianggap sebagai kader oleh PDIP, mantan Wali Kota Solo itu pun enggan menjelaskannya lebih lanjut.
"Ya masih partai perorangan," kata dia sambil tertawa kecil.
Lantaran PDIP tak lagi menganggap sebagai kader, tetapi ayah Wapres Gibran Rakabuming Raka itu mengaku masih menyimpan kartu tanda anggota (KTA) sebagai kader partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu. Apakah Jokowi akan segera mengembalikan KTA PDIP itu, ia pun tidak mau menjawabnya.
"Terima kasih," ucap Jokowi ketika ditanya mengenai nasib KTA PDIP sambil berjalan meninggalkan wartawan.
3. Budi Arie Sebut Semua Parpol Siap Tampung Jokowi
Ketua Projo Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa banyak partai yang mau menampung Mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah resmi dipecat oleh PDIP.
"Semua partai siap menampung Pak Jokowi, terutama Projo, kalau jadi partai," kata Budi Arie di Jakarta, Sabtu 7 Desember 2024, setelah menemani Jokowi menghadiri resepsi pernikahan anak dari Sekjen GK Center, seperti dilansir Antara.
Budi mengatakan bahwa banyak partai yang mau menampung Mantan Presiden Jokowi setelah resmi dipecat dari partai yang membawa mantan Wali Kota Surakarta itu hingga jadi presiden dua periode yaitu PDIP.
Budi mengaku tidak membicarakan politik sama sekali saat menemani Jokowi ke acara pernikahan itu.
"Ada pak Jokowi dan Ridwan Kamil. Tidak ada obrolan (terkait politik), karena ini pernikahan," terang Budi.
Advertisement
4. Jokowi Disebut Tak Perlu Lagi Rumah Politik Baru
PDI Perjuangan (PDIP) sudah mendepak Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi dari partainya. Hal ini membuka spekulasi dirinya untuk pindah kapal.
Meski demikian, menurut Analis Komunikasi Politik dari KedaiKOPI Hendri Satrio atau Hensat, Jokowi sebetulnya tidak lagi perlu rumah berupa partai politik.
Pasalnya, kata dia Jokowi adalah tokoh bangsa usai pensiun sebagai kepala negara.
"Jokowi itu sebetulnya tidak perlu bingung, ia kan tokoh bangsa, dan tokoh bangsa sudah tidak perlu rumah (partai politik), rumahnya kan negara ini, Indonesia," kata Hensat kepada Liputan6.com, dikutip Senin 9 Desember 2024.
Kecuali, lanjutnya apabila Jokowi belum merasa dirinya adalah tokoh bangsa. “(Jika) masih merasa menjadi politisi maka ia (Jokowi) memang butuh rumah politik," kata Hensat.
Menurut Hensat, status Jokowi sebagai anggota kehormatan Partai Golkar pun tidak memberikan kekuatan politik dalam internal parpol.
Menurut dia, bergabungnya Jokowi sebagai anggota kehormatan hanya bakal berdampak pada elektabilitas Golkar semata.
"Anggota kehormatan ini kan seperti ngekos atau mengontrak saja, jadi bukan rumahnya di situ. Memang agak deg-degan juga untuk memberikan Jokowi rumah dengan jejak rekam politiknya yang kuat untuk memunculkan keluarga, belah bambu, dan lain-lain," jelas Hensat.
Hensat menyampaikan, saat ini hanya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dapat menjadi harapan Jokowi untuk menerimanya sebagai kader partai.
Dia menuturkan, partai besar seperti Golkar maupun Gerindra tidak akan berani untuk menetapkannya Jokowi sebagai kader. Hal ini, ujar Hensat karena rekam jejak Jokowi terkait dinasti politik.
5. Jokowi Dinilai Tak Lagi Membutuhkan Partai
Arah politik Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) hingga kini masih tanda tanya. Usai dipecat PDIP, Jokowi langsung diperebutkan banyak partai politik di Indonesia.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah justru berpandangan dengan posisinya saat ini Jokowi tidak lagi membutuhkan partai untuk tempat bernaung.
"Jokowi pada dasarnya tidak memerlukan partai, mengingat ia sudah punya Gibran sebagai Wapres, Kaesang ketua umum PSI, dan Bobby sebagai Gubernur Sumut," kata Dedi saat melalui pesan singkat kepada Liputan6.com, Selasa 10 Desember 2024.
Dedi menyebut, Jokowi membuktikan tak butuh partai untuk bisa berpengaruh, seperti di Pilkada 2024. Tercatat banyak kepala daerah minta didukung hingga ramai istilah open jastip dukungan mantan Wali Kota Solo dua periode itu.
"Jokowi terbukti masih mampu kuasai dan pengaruhi elit politik tanah air, dari Presiden hingga anggota kabinet," ungkap Dedi.
Namun jika Jokowi tetap ingin berpartai, Dedi melihat dalam situasi saat ini maka Golkar adalah partai yang paling potensial. Alasannya, kekuatan beringin saat ini sangat besar dan tidak ada yang menjadi tokoh sentral yang mendominasi gerakan dari partai tersebut.
"Dengan manuver seluas itu, Jokowi tinggal memilih hendak ke mana, partai paling potensial jika Jokowi ingin adalah Golkar, selain karena porsi Golkar cukup besar, juga tidak ada tokoh dominan di Golkar," tutur Dedi.
"Secara struktur kekuatan politik seseorang seringkali didukung oleh struktur hukum, bisa jadi bukan Jokowi yang kuat, tetapi politisi elit yang terlalu rapuh karena tersandera hukum, terlebih Jokowi terbukti mampu kendalikan MK, MA, dan Kepolisian," Dedi menanandasi.
Advertisement
6. Jokowi Dinilai Lebih Pas Jadi Guru Bangsa Ketimbang Masuk Partai dan Berpolitik
Pakar Komunikasi Politik, Emrus Sihombing menyatakan Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi saat ini sudah sah jika disebut seorang politisi. Rekam jejaknya di Pilkada 2024 menorehkan endorse kepada para kandidat yang hendak mencari dukungan.
Namun pertanyaannya, saat ini Jokowi tidak memiliki partai. PDI Perjuangan sebagai partai yang telah melahirkannya sudah mencoret namanya sejak pecah kongsi saat Pilpres 2024.
Emrus Sihombing menyatakan sebagai seorang politisi, tentu Jokowi ingin bernaung di sebuah kekuatan politik tertentu. Namun, Jokowi saat ini sedang berhitung siapa partai yang akan memberinya peluang paling banyak.
"Bisa saja dia menjadi kader dari suatu partai dan saya lihat peluang itu ada pada Partai Gerindra atau Golkar," kata Emrus saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (10/12/2024).
Namun ketika berhitung peluang antara keduanya, Emrus membedah kondisi psikologis Golkar yang disebut partai yang dinamis ketimbang Gerindra.
"Golkar sangat dinamis, sangat apa namanya, lebih pas lah kita sebut istilah dinamis. Kenapa saya katakan sangat dinamis? Karena selalu ada di pusat keuasaan kan? Bahkan yang tidak didukung menang, dia bergabung juga ke situ kan? Jadi posisi untuk Pak Jokowi bisa yang sifatnya memberi suatu kedudukan posisi yang menghormati ke sosial, tapi tidak pengambil keputusan," ungkap Emrus.
Terkait Gerindra, Emrus melihat terlalu sulit jika Jokowi bergabung. Sebab hampir tidak mungkin partai yang sudah dibangun dibesarkan Prabowo lalu diserahkan kepada orang lain yang hitungannya kader baru.
"Tidak mungkin dong Pak Prabowo yang sudah berdarah-darah membangun Gerindra kan? Semudah itu diberikan, KTA mungkin dibuatlah tapi posisi kedudukan bisa saja disebut sebagai sesepuh partai,” jelas Emrus.
Emrus berpandangan, bisa saja Jokowi mendirikan partai sendiri dengan memanfaatkan relawan loyalnya seperti Projo. Namun syaratnya, nama tersebut harus diubah tidak bisa Partai Projo.
"Mungkin boleh jadi diubah nama gitu kan? Kalau Projo kan mengkultuskan Jokowi doang. Padahal negara demokrasi kalau mengkultuskan justru tidak dapat respon dari publik. Karena sesuai seseorang yang dikultuskan bisa bergeser menjadi otoritarian," saran Emrus.
Terlepas dari berbagai kemungkinan Jokowi berpartai, Emrus mengatakan sebaiknya Jokowi tetap menjadi tokoh panutan dan guru bangsa ketimbang masuk ke dalam politik praktis
"Biarlah Pak Jokowi menjadi guru bangsa yang berpijak kepada konstitusi dan Pancasila. Tidak berpihak kepada kekuatan politik mana pun. Sangat saya sayangkan. Kalau turun lagi berpolitik begitu ya, bukan jadi guru bangsa," Emrus menandaskan.
7. Tiga Partai Politik Diprediksi Bakal Jadi Rumah Baru untuk Jokowi
Pasca lengser keprabon, Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi yang sempat mudik ke Solo belasan hari, langsung kembali berkeliling di masa-masa akhir kampanye Pilkada 2024 dengan memberikan endorser ke sejumlah kandidat.
Aksi politik Jokowi itu membuat PDI Perjuangan (PDIP) bereaksi, yang kemudian meresmikan untuk mendepak orang yang pernah duduk sebagai Gubernur Jakarta itu dari partai berlambang banteng bermoncong putih tersebut.
"Dengan dipecatnya Pak Jokowi dari PDIP tentu ada pilihan bagi Pak Jokowi untuk bergabung dengan partai politik," kata Pengamat Politik sekaligus Direktur Aljabar Strategic Arifki Chaniago melalui pesan suara diterima Liputan6.com, Selasa 10 Desember 2024.
Arifki memetakan, saat ini Jokowi memiliki tiga partai potensial yang bisa mengajaknya bergabung, pertama Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di mana sang putra bungsunya adalah seorang ketua umum di partai tersebut.
Selain PSI, dia melanjutkan, Golkar adalah partai potensial kedua. Bahkan Sekretaris Bidang Organisasi DPP Golkar Derek Loupatty sudah menyebut sosok Jokowi dianggap sebagai anggota kehormatan, meskipun belum memiliki KTA.
"Ketiga adalah bergabung dengan Gerindra, ini kan tawarannya menuju ke sana. Saya rasa ini ada kekuatan politik yang dimiliki Pak Jokowi yang diinginkan oleh parpol lain, terutama tiga partai tadi," ungkap Arifki.
Soal tujuan, Arifki meyakini ambisinya adalah Pilpres 2029. Sebab Jokowi dinilai mampu memainkan narasi politiknya untuk mendukung Gibran sebagai suksesor berikutnya.
"Ketika Pak Jokowi membutuhkan kartu politik yang lebih besar di 2029, apakah memainkan narasi politik untuk mendukung Gibran dan lainnya tentu Jokowi akan bergabung dengan partai politik. Karena ini poin politik yang menguntungkan Pak Jokowi untuk bisa membangun bargaining politik yang tinggi," kata Arifki.
Melihat lebih jauh 2029, Arifki memotret tiga kutub pasca Pilkada Jakarta. Selain Prabowo yang mungkin kembali mencalonkan diri dan juga Gibran yang akan menjadi suksesor Jokowi, kini muncul PDI Perjuangan dengan Pramono Anung yang memenangkan Pilkada Jakarta satu putaran.
"Ketika Pramono menang di Jakarta bahwa Trilogi kekuasaan akan terjadi di Jakarta, terlebih jika kompromi mereka tidak tercapai di 2029, maka secara tidak langsung bisa ada 3 kutub di Pilpres 2029 dan saya rasa hal itu tidak mudah," Arifki menandasi.
Advertisement