Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tidak ramah lingkungan dapat menyebabkan kerugian ekonomi dan menurunkan produktivitas. Executive Director Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, menjelaskan bahwa kualitas BBM yang buruk berkontribusi terhadap peningkatan gas rumah kaca (GRK) yang nantinya berdampak terhadap kenaikan suhu global.
Dalam jangka panjang, peningkatan GRK akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data KLHK transportasi darat menyumbang 20,7 persen terhadap total emisi sektor energi. Mengganti BBM yang lebih ramah lingkungan di sektor transportasi diharapkan bisa mengurangi GRK.
Baca Juga
Menurut kajian CORE, Faisal mengatakan bahwa negara-negara ASEAN akan merasakan dampak paling buruk jika suhu bumi terus meningkat. Kenaikan suhu global dapat memicu berbagai bencana alam dan kerusakan lingkungan, yang pada akhirnya mengganggu produksi pangan. Dalam jangka panjang, hal ini berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut.
Advertisement
Berdasarkan data dari Swiss Re Institute, ASEAN berisiko mengalami kerugian Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 4,2 persen pada pertengahan abad ini jika kenaikan suhu global tidak dapat dikendalikan di bawah 2 derajat Celcius. Jika suhu meningkat, melebihi 2 derajat Celcius, potensi kerugian ekonomi bisa mencapai 17 persen. Bahkan, jika suhu naik hingga 2,6 derajat Celcius, kerugian diproyeksikan meningkat drastis hingga 29 persen.
"Semakin tinggi kenaikan suhu, semakin besar dampak yang ditimbulkan," ujar Faisal, dalam media workshop bertema Perbaikan Tata Kelola BBM untuk Mengatasi Persoalan Polusi Udara, Kesehatan dan Ekonomi yang digelar Katadata Green dan Indonesian Data Journalism Network (IDJN) di Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Untuk mencegah GRK yang semakin besar, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan BBM yang lebih bersih terutama untuk sektor transportasi. Sayangnya, saat ini Indonesia masih tertinggal dalam adopsi standar Euro untuk industri otomotif.
Pemerintah Indonesia menerapkan baku mutu standar Euro 4 untuk industri otomotif pada 2022. Hal ini cukup tertinggal dibandingkan dengan negara berkembang lain. Di Asia Tenggara, Indonesia tertinggal cukup jauh dari Vietnam.
Vietnam, telah menerapkan standar Euro 4 pada tahun 2005 untuk kendaraan berat. Sementara untuk mobil penumpang, Vietnam bahkan telah menerapkan Euro 5 untuk mobil penumpang pada tahun 2009. India bahkan telah menerapkan standar Euro 6 untuk sepeda motor, mobil penumpang dan mobil berat pada 2014.
Anggaran Subsidi Berpotensi Membengkak
Indonesia saat ini sedang berupaya meningkatkan adopsi Euro 4. Namun, peningkatan kualitas BBM menuju Standar Euro-4 dapat menambah anggaran subsidi. Volume konsumsi dan anggaran subssdi untuk BBM mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut kajian CORE, ada 3 skenario yang bisa digunakan untuk mendorong adopsi Euro 4 di Indonesia.
Pertama, pemerintah menaikkan anggaran subsidi untuk penggunaan BBM Euro-4. Kenaikan harga BBM akibat peningkatan kualitas ditanggung seluruhnya oleh pemerintah.
Kedua, dengan kenaikan harga universal. Pemerintah mempertahankan anggaran subsidi di tingkat saat ini. Sementara itu, kenaikan harga BBM akibat peningkatan kualitas seluruhnya ditanggung oleh masyarakat.
Skenario ketiga pembatasan subsidi BBM. Pemerintah mengalihkan anggaran subsidi untuk membiayai BBM Euro-4 melalui pembatasan subsidi bagi sebagian jenis kendaraan. Hanya kendaraan bermotor dan angkutan umum saja yang bisa menikmati subsidi BBM.
Jika pemerintah menggunakan skenario pertama, maka untuk anggaran subsidi diperkirakan terus membangkak hingga Rp 54,6 triliun pada 2025. Kemudian naik hingga Rp 96,2 triliun pada 2026, hinga Rp 157,8 triliun pada 2028 demi menyediakan BBM Euro-4 pada 2028 secara keseluruhan.
Sementara itu, jika menggunakan kenaikan harga universal, hal ini bisa berdampak terhadap kenaikan inflasi. Menurut hasil kajian, kenaikan harga BBM sebesar Rp500 per liter menyebabkan inflasi sekitar 0,21%. Angka ini relatif rendah dibandingkan kenaikan Rp2000 per liter yang bisa menyebabkan inflasi sebesar 0,83%.
"Jika terjadi kenaikan BBM, yang terkena dapaknya yang paling miskin," kata dia.
Jika menggunakan pembatasan BBM subsidi untuk sebagian jenis kendaraan, pemerintah hanya memberikan subsidi sebesar Rp 93 triliun pada 2025. Angka subsidi ini terus berkurang hingga Rp 80 triliun pada 2028. Dalam skenario ini, pemerintah hanya memberikan subsidi terhadap sepeda motor dengan populasi 80 persen pengguna dan angkutan umum dengan jumlah populasi 113,8 juta kendaraan.
CORE mengadakan survei pada Desemer 2024 tentang seberapa besar masyarakat yang bersedia menanggung kenaikan BBM dengan kualitas yang lebih baik. Hasilnya 74,4 persen dari 394 respons setuju terhadap kebijakan Euro-4. Dari hasil survei, rata-rata maksimal per liter yang bersedia dibeli dalah Rp 11.938 untuk bensin Euro-4 dan Rp 8.739 untuk diesel Euro-4.
Menurut Faisal, kenaikan ini berdampak minimal terhadap masyarakat kelas menengah. Yang akan terdampak mungkin masyakarat dengan pengeluaran yang kurang dari Rp 4 juta per bulan. Meskipun akan bagus jika pemerintah memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT), namun dia tidak yakin kondisi fiskal di Indonesia memungkinkan untuk itu. Sebab, saat ini pemerintah sedang melakukan efisiensi anggaran.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)