Liputan6.com, Jakarta Pemerintahan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan mencatatkan hari ke-100 pada 28 Januari 2025.
Menjelang momentum tersebut, Analis Politik Arifki Chaniago meyatakan program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi tolak ukur kinerja yang nyata.
Baca Juga
“Memang program 100 hari belum bisa menjadi nilai ukur atau refrensi ke depan, tetapi program besarnya bisa kita lihat seperti Makan Bergizi Gratis ini dalam proses uji coba di sejumlah wilayah yang akan menjadi tolak ukur ke depan,” kata Arifki melalui pesan suara diterima, Jumat (17/1/2025).
Advertisement
Dia mencatat, jika eksekusi MBG bisa berjalan dengan baik maka program tersebut tetap akan menjadi prioritas pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan.
Kuncinya, adalah bagaimana memberikan rasa yakin kepada masyarakat sebab baru saja dimulai sudah ada dua pendapat berbeda soal pendanaan.
“Saya rasa ini penting dilihat terkait pilihan MBG, soal anggarannya yang masih ada beda pendapat seperti DPD punya usul dan KSP yang memberikan jawabannya,” nilai Arifki.
Dia menambahkan, catatan berikutnya soal kinerja 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran adalah soal jumlah para pembantunya atau menteri dan wakil menterinya yang berpotensi saling bersinggungan sehingga terjadi tumpang tindih.
“Hal penting lain yang perlu diperhatilan soal tumpang tindih birokrasi dengan banyaknya kementerian karena beberapa isu umum cenderung memiliki keterkaitan lebih dari satu lembaga. Jadi ini juga peting menjadi catatan 100 harinya,” sebut Arifki.
Berjalan Lambat
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah, juga melihat banyaknya pos kementerian membuat kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran berjalan lambat.
"100 hari pertama kinerja pemerintahan Prabowo masih terhitung lambat, utamanya karena banyak pos kementerian baru dan tidak berdampak pada pembangunan riil,” kata Dedi dalam keterangan terpisah.
Menurut Dedi, dari sekian banyak pos kementerian, hanya segelintir yang terlihat bekerja. Sisanya, sekedar menjabat tanpa progress signifikan di 100 hari pertama.
“Struktur kabinet dan pos elit Istana perlu dievaluasi. Perlu pengurangan jabatan yang tidak perlu. Termasuk perlu dihapusnya pos utusan khusus Presiden, juga para Wamen yang perlu dievaluasi keberadaanya," tegas Dedi.
Advertisement
Kementerian Baru Tak Produktif
Lebih lanjut, Dedi menyoroti keberadaan kementerian baru yang dinilai tidak produktif. Ia menilai perlunya kajian ulang untuk memastikan efisiensi dan efektivitas pemerintahan Prabowo.
"Perlu ditimbang ulang kehadiran kementerian baru yang tidak produktif, hal ini agar Presiden benar-benar bekerja dengan tim efisien dan efektif dalam bekerja," ucapnya.
"Terpenting, tiga bulan ini pemerintah masih terkesan berada di fase transisi, lobi politik dan kegiatan politis masih cukup mendominasi jalannya pemerintahan," imbuhnya menutup.