Liputan6.com, Jakarta - Tersangka Zarof Ricar selaku mantan petinggi Mahkamah Agung (MA) akan menjalani sidang perdana kasus suap dan gratifikasi vonis bebas Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, pada 10 Februari 2025. Dia pun disebut-sebut sebagai makelar kasus alias markus peradilan.
Ahli Hukum Pidana Universitas Bina Nusantara (Binus) Ahmad Sofian menyoroti maraknya perkara markus yang belakangan mencuat. Mulai dari kasus Sekretaris MA Nurhadi hingga suap vonis bebas Ronald Tannur yang melibatkan Zarof Ricar.
Advertisement
Baca Juga
"Kondisi pengadilan kita sudah sangat kritis, diperlukan sosok ketua MA yang tegas, rajin sidak ke daerah, mengecek kembali hakim hakim yang buruk reputasinya karena sering menerima suap dan gratifikasi," tutur Sofian kepada wartawan, Selasa (4/2/2025).
Advertisement
Praktik markus sendiri semakin mencoreng citra lembaga peradilan di mata masyarakat. Menurutnya, MA sebagai lembaga hukum tertinggi di Indonesia harus segera berbenah diri demi mengembalikan marwah pengadilan.
Bahkan, dia menilai masih ada praktik koruptif yang masif terjadi di lingkungan peradilan. Sebab itu, upaya bersih-bersih akan menjadi jalan terjal yang harus dilalui.
"Ini bukan pekerjaan mudah, karena harus membersihkan para penyamun yang berkeliaran di gedung pengadilan," jelas dia.
Â
Tanam Integritas
Demi mengoptimalkan upaya tersebut, penanaman integritas menjadi modal utama agar lembaga peradilan di Tanah Air bersih dari makelar kasus.
"Yang bisa membersihkan hakim-hakim kita adalah hakim itu sendiri. Karena itu MA sebagai benteng tertinggi ya harusnya diisi oleh orang orang yang bersih," ungkapnya.
Tidak ketinggalan, komitmen bersih-bersih peradilan juga harus sejalan dengan agenda pemerintah dan DPR RI, termasuk Komisi Yudisial (KY) yang memiliki wewenang untuk memilih para calon hakim.
"Jika ternyata KY, MA, DPR RI salah memilih hakim agung, sudah dipastikan pembenahan sistem peradilan kita akan gagal," ujar Sofian.
Â
Advertisement