Selain Harvey Moeis, Dirut PT Timah Mochtar Riza Juga Dihukum 20 Tahun Penjara

Mochtar Riza juga dikenakan hukuman denda Rp1 miliar, dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan maka diganti dengan kurungan penjara selama 6 bulan.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 14 Feb 2025, 11:01 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2025, 11:01 WIB
PT Timah rupanya bukan lagi menjadi bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal tersebut diungkapkan eks Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani saat menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi timah.
PT Timah rupanya bukan lagi menjadi bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal tersebut diungkapkan eks Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani saat menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi timah. (Ist)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Vonis hukuman 20 tahun penjara tidak hanya jatuh pada terdakwa Harvey Moeis, namun juga terhadap terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah. Hal itu dibacakan majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta dalam amar putusan langkah hukum banding jaksa terkait kasus korupsi timah pada Kamis, 13 Februari 2025.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani oleh karena itu dengan pidana penjara selama 20 tahun,” tutur Ketua Majelis Hakim Catur Iriantoro di Pengadilan Tinggi Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Mochtar Riza juga dikenakan hukuman denda Rp1 miliar, dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan maka diganti dengan kurungan penjara selama 6 bulan.

“Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp493 miliar, dengan ketentuan jika terpidana tidak membayar uang pengganti selama satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut,” kata hakim Catur.

“Apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka diganti pidana penjara selama enam tahun,” sambungnya.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 8 tahun penjara terhadap terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk, terkait kasus korupsi timah. Selain itu, terdakwa Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk juga menerima putusan serupa.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan terdakwa Emil Ermindra oleh karena itu dengan pidana masing-masing selama delapan tahun dan denda sejumlah Rp750 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," tutur hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (30/12/2024).

Sementara itu, untuk terdakwa MB Gunawan selaku Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa dijatuhi vonis lima tahun enam bulan penjara.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa MB Gunawan oleh karena itu dengan pidana penjara selama lima tahun enam bulan dan denda sejumlah Rp500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan," jelas hakim.

Adapun untuk beban uang pengganti terhadap terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Emil Ermindra, hakim menyatakan keduanya tidak terbukti memperoleh hasil atau kekayaan yang bersumber dari tindak pidana korupsi timah.

"Kepada terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Emil Ermindra tidak dibebankan untuk membayar uang pengganti tersebut," hakim menandaskan.

Vonis yang diberikan hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Emil Ermindra dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan, serta uang pengganti Rp493 miliar subsider enam tahun penjara.

Sementara terdakwa MB Gunawan dituntut delapan tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.

Harvey Moeis Divonis 20 Tahun Penjara, Pakar Hukum: Seharusnya Diselesaikan Lewat Jalur Perdata

Penampilan Harvey Moeis Saat Jalani Sidang Dakwaan Kasus Korupsi Timah
Dalam surat dakwaan JPU menyebut, Harvey Moeis yang menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) bersama dengan bekas Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Pengadilan Tinggi Jakarta mengabulkan upaya banding tim jaksa dalam kasus korupsi timah yang menjerat Harvey Moeis. Hukuman suami Sandra Dewi itu diperberat dari 6,5 tahun menjadi 20 tahun penjara, dengan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 420 miliar.

Guru Besar Hukum Universitas Padjadjaran, Romli Atmasasmita, menyebut vonis tersebut sebagai miscarriage of justice atau kekeliruan dalam penegakan hukum. Menurutnya, ada sejumlah kejanggalan dalam pertimbangan majelis hakim, terutama terkait dasar perhitungan kerugian negara.

"Kerugian negara dalam putusan pengadilan bukan kerugian nyata (actual loss), namun hukuman Harvey Moeis justru diberatkan menjadi 20 tahun penjara dan uang pengganti sebesar Rp 420 miliar. Ini tidak tepat," ujar Romli dalam keterangan resminya, Jumat (14/2/2025).

Romli juga menilai, uang pengganti Rp 420 miliar yang dibebankan kepada Harvey juga tidak dilengkapi dengan bukti yang sah. Selain itu, dakwaan terkait pemufakatan jahat antara Harvey Moeis dan terdakwa lain juga diyakini tidak terbukti selama persidangan.

“Dakwaan tindak pidana korupsi dalam kasus ini secara normatif berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 bukanlah tindak pidana korupsi. Pelanggaran terhadap UU Pertambangan tidak secara tegas diatur sebagai tindak pidana korupsi," jelas Romli.

Sebagai bagian dari tim perancang undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Romli juga menilai hukuman penjara menjadi 20 tahun, dan uang pengganti dari Rp 210 miliar melonjak menjadi Rp 420 miliar tidak proporsional. Sebab, Harvey diduga bukan sebagai aktor intelektual dalam kasus terkait. Padahal dia hanya terlibat dalam kontrak sewa smelter dan kontrak kerja dengan penduduk sekitar tambang, yang notabene bukan penambang liar melainkan warisan turun-temurun.

“Ini menunjukkan bahwa Harvey Moeis dianggap sebagai aktor intelektual, padahal fakta persidangan membuktikan sebaliknya. Harvey Moeis dijerat pasal penyertaan (Pasal 55 KUHP), padahal ia tidak memiliki peran sebagai aktor intelektual," catat Romli.

Diselesaikan Melalui Jalur Perdata

Sementara itu, Helena Lim yang juga mendapat pemberatan hukuman dari Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi 10 tahun, Pakar Bidang Studi Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Yoni Agus Setyono menyatakan seharusnya kasus ini dapat diselesaikan melalui jalur perdata, bukan pidana korupsi.

"Kerugian negara dalam kasus ini masih diperdebatkan. Penyelesaian yang tepat adalah melalui gugatan perdata, bukan Tipikor," kata Yoni dalam keterangan terpisah.

Menurut Yoni, Undang-Undang Lingkungan Hidup Tahun 2009 memberi kewenangan kepada pemerintah untuk mengajukan gugatan perdata terhadap subjek hukum lain, termasuk warga negara dan badan hukum.

“Ini pertama kalinya pemerintah memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan perdata. Hitungan kerugiannya pun sudah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Tahun 2014," jelasnya.

Kerugian Negara Belum Jelas

Yoni menjelaskan, jika tujuannya adalah untuk mengembalikan kerugian negara atas dampak lingkungan yang ditimbulkan dari tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah maka jalur perdata lebih memungkinkan.

"Kalau kerugiannya belum jelas, mengapa dibawa ke pidana?," tanya Yoni.

Yoni pun menyarankan, para terhukum masih memiliki kesempatan untuk melakukan upaya hukum lanjutan melalui Mahkamah Agung (MA). Menurut dia, MA masih menimbang ulang putusan Pengadilan Tinggi Jakarta jika melihat secara utuh dari memori kasasi.

"Jika pelanggaran lingkungan hidup, maka harus dilihat berdasarkan UU Lingkungan Hidup, bukan UU Tipikor," Yoni menandasi.

Infografis Vonis Terdakwa Korupsi Timah Harvey Moeis
Infografis Vonis Terdakwa Korupsi Timah Harvey Moeis. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya