Liputan6.com, Jakarta - Rapat Panitia Kerja (Panja) revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI yang digelar pada Jumat-Sabtu atau 14-15 Maret di Hotel Fairmont, Jakarta, menuai protes. Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin menyebut tidak ada lagi rapat pembahasan di hari ini, Minggu (16/3/2025) di Hotel Fairmont.
"Minggu tidak ada acara," kata Hasanuddin saat dikonfirmasi, Minggu (16/3/2025).
Advertisement
Baca Juga
Hasanuddin menyebut pembahasan Revisi UU TNI akan dilanjutkan pada Senin besok, 17 Maret 2025 di gedung DPR.
Advertisement
Sebelumnya, salah satu pihak yang memberikan kritik keras adalah Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS. Terkait hal ini, Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto buka suara.
"Kalau KontraS memang dari awal nggak setuju. Nah ini kan keberpihakan, pertanyaannya begini terus," kata Utut, Sabtu 15 Maret 2025.
Utut mengklaim pihaknya telah mengundang KontraS untuk berdiskusi, namun organisasi itu menolak hadir karena merasa hanya akan dijadikan stempel legitimasi.
"KontraS nggak setuju, kita undang dia nggak mau karena merasa akan jadi stempel saja bahasanya. Mereka menilai yang lebih dibutuhkan sekarang undang-undang yang berhubungan dengan peradilan militer atau bidangnya," ujar dia.
Di sisi lain, lokasi pertemuan yang dinilai tak mencerminkan semangat efisiensi anggaran. Utut juga menepis tudingan tersebut. Menurutnya, pemilihan hotel sebagai lokasi rapat bukanlah hal baru.
"Kalau di sini kan konsinyering. Kamu tahu arti konsinyering? Konsinyering itu dikelompokkan, gitu ya," ucap dia
Utut kemudian mengungkit sejumlah pembahasan undang-undang sebelumnya yang juga dilakukan di hotel mewah.
"Ya kalau itu pendapatmu. Kalau dari dulu coba kamu cek undang-undang Kejaksaan di Hotel Sheraton, undang-undang Pelindungan Data Pribadi di InterContinental, kok nggak kamu kritik," ucap Utut.
Revisi UU TNI, Anggota DPR Soroti Tantangan Utama dari Perpanjangan Usia Pensiun
Pembahasan revisi Undang-Undang TNI yang mencakup penambahan usia pensiun menjadi salah satu aspek penting dalam penyempurnaan pembinaan dan penggunaan kekuatan TNI. Perpanjangan usia pensiun diharapkan dapat memberikan ruang bagi personel yang masih produktif untuk terus berkontribusi dalam menjaga kedaulatan negara.
"Kami setuju dengan penambahan usia pensiun karena pada usia 60-an, seseorang masih memiliki daya pikir yang tajam dan kemampuan fisik yang baik, terlebih bagi personel TNI yang sejak muda sudah terbiasa dengan pola hidup sehat dan menjaga kebugaran tubuh," ujar Anggota Komisi I DPR RI, Farah Puteri Nahlia dikutip Sabtu (15/3/2025).
Dia menjelaskan, salah satu tantangan utama dari perpanjangan usia pensiun adalah korelasi antara peningkatan usia dengan produktivitas yang diberikan oleh para perwira tinggi TNI. Oleh karena itu, perlu dipastikan bahwa asesmen tambahan diterapkan secara ketat untuk memastikan bahwa setiap kenaikan pangkat diberikan kepada personel best of the best, sesuai dengan prinsip meritokrasi (merit system).
Kemudian, dia melanjutkan, peningkatan usia pensiun harus sejalan dengan peningkatan kontribusi nyata kepada negara, terutama bagi perwira tinggi berpangkat bintang dua ke atas, yang memiliki peran strategis dalam pengambilan kebijakan pertahanan.
"Transparansi dalam kenaikan pangkat harus diperkuat, sehingga tidak terjadi promosi yang hanya didasarkan pada kepentingan tertentu, melainkan benar-benar berdasarkan kompetensi, integritas, dan rekam jejak pengabdian," jelas dia.
Menurut Farah, dalam perspektif anggaran, perpanjangan usia pensiun TNI akan berimplikasi pada kenaikan biaya pegawai, termasuk gaji, tunjangan kesehatan, tunjangan jabatan, dan hak-hak lainnya yang ditanggung oleh negara. Hal ini perlu dipertimbangkan secara matang agar tidak menimbulkan ketimpangan antara alokasi belanja pegawai dan modernisasi alutsista.
Advertisement
