Liputan6.com, Jakarta - Pendiri Majelis Taklim Al Husna Condet, Jakarta Timur (Jaktim) Habib Hamid bin Umar Al Hamid mengingatkan umat Islam akan pentingnya menjaga persaudaraan (ukhuwah islamiyah) di tengah maraknya perdebatan publik terkait pernyataan kontroversial Gus Fuad Pleret yang diduga menghina almarhum Habib Idrus bin Salim Al-Jufri, pendiri Alkhairaat.
Dalam pesannya, Hamid mengutip Surah Al-Hujurat Ayat 10, di mana, Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara".
Baca Juga
"Karena itu kami mengimbau, mengajak pentingnya menjaga di antara semua elemen-elemen daripada masyarakat kita untuk menjaga ukhwah islamiyah yang kita semua menginginkan," ujar Hamid melalui keterangan tertulis, Minggu (13/4/2025).
Advertisement
Menurutnya, permasalahan-permasalahan yang sekarang lagi banyak diperbincangkan di tengah-tengah masyarakat, khususnya masih dengan hangatnya perbincangan publik terkait pernyataan kontroversial tentang Gus Fuad Pleret yang diduga menghina pendiri alkhairaat, almarhum Habib Idrus bin Salim Al-Jufri. Yang mana, dia adalah guru tua yang sangat dihormati di Sulawesi Tengah.
Oleh karenanya, ia mengingatkan dengan momen Lebaran yang sangat mulia ini, waktu bagi seluruh elemen masyarakat untuk saling memaafkan dan saling juga meminta maaf untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
"Agar jangan sampai di antara kita terpecah belah terprovokasi atau saling menyudutkan, saling merusak persaudaraan kita. Khususnya diantara para ulama-ulama dan habaib," tutur Hamid.
Pentingnya Persatuan
Hamid juga menekankan kepada semua pihak untuk menghindari narasi-narasi yang sifatnya memecah belah di antara umat. Khususnya dari anak-anak bangsa ini dan umat muslimin dan muslimat dan juga mu'minin dan mu'minat.
"Kita harus ingat, kesatuan umat Islam adalah harga mati yang patut kita jaga, kita pelihara," ucap dia.
"Hanya sedikit pesan kami agar semua umat Islam jangan sampai terprovokasi dan mudah-mudahan semuanya bisa menjadikan kita saling bersaudara dan menjaga keimanan, keislaman kita," pungkas Habib Hamid.
Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia atau Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengajak masyarakat bisa menahan diri serta tidak terprovokasi oleh isu yang berkembang terkait pernyataan kontroversial yang disampaikan oleh Gus Fuad Plered baru-baru ini.
"Meski menimbulkan kegelisahan di tengah publik, saya mengimbau agar masyarakat tidak terpancing emosi atau narasi-narasi yang berpotensi memecah belah persatuan dan tetap menjaga ketenangan serta tidak terprovokasi," ujar Asrorun Niam Sholeh, melalalui keterangan tertulis, Sabtu (12/4/2025).
"Stop penghinaan atas nama SARA, jangan beri ruang untuk saling benci," sambung dia.
Advertisement
Polemik Gus Fuad Plered, Ketua MUI Asrorun Niam Harap Masyarakat Tak Terprovokasi
Menurut Asrorun Niam, dalam situasi seperti ini, penting untuk mempercayakan sepenuhnya proses penanganan kepada aparat penegak hukum.
"Jangan main hakim sendiri, percayakan kepada penegak hukum. Jika main hakim sendiri justru berpotensi memperkeruh suasana dan merugikan banyak pihak," tutur dia.
Dalam hal ini, lanjut Asrorun Niam, aparat penegak hukum diharapkan memiliki sensitivitas terhadap situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
"Langkah-langkah penegakan hukum perlu segera diambil secara profesional dan transparan, guna memberikan rasa keadilan serta menenangkan keresahan publik," ucap Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh.
Selain itu, Asrorun Niam Sholeh berpesan agar aparat hukum perlu bergerak cepat mengambil langkah hukum atas dugaan tindak pidana SARA agar masyarakat yang menjadi korban merasa memperoleh keadilan.
"Serta untuk memberikan efek jera terhadap setiap upaya provokasi yang berpotensi merusak harmoni dan persatuan. Kesan lamban dan pembiaran akan menjadi bensin yang bisa menyulut api kekerasan horisontal," terang dia.
Oleh karena itu, Asrorun Niam Sholeh mengajak semua elemen masyarakat untuk bersama-sama menjaga kondusifitas dan mencegah perpecahan.
"Mari jaga persatuan dengan mengedepankan akal sehat, hukum, dan rasa saling memaafkan, menghormati di tengah perbedaan, serta tidak menyebarluaskan konten provokatif yang dapat memperkeruh keadaan," pungkasnya.
Polemik Gus Fuad Plered
Sebelumnya, polemik Gus Fuad Plered berawal dari usulan gelar pahlawan nasional kepada Guru Tua yakni Habib Idrus bin Salim Aljufri sekaligus pendiri Alkhairaat. Usulan tersebut direspons oleh Pengasuh Ponpes Roudlotul Fatihah Fuad Riyadi (Gus Fuad Plered).
Fuad menganggap usulan gelar Pahlawan kepada Guru Tua tidak memiliki nilai historis serta sosoknya dinilai tidak memiliki kontribusi signifikan terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ia pun melontarkan kata "monyet" yang oleh banyak pihak kata tersebut dialamatkan kepada Guru Tua. Tak lama kemudian, Fuad langsung mengklarifikasi ucapannya tersebut.
Sementara itu, sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama meminta semua pihak menahan diri terkait dugaan penghinaan Fuad Riyadi alias Gus Fuad Plered terhadap Habib Idrus bin Salim Aljufri alias Guru Tua. Ketua PBNU Gus Ahmad Fahrurrozi meminta agar semua pihak tak terpancing provokasi.
"Ini kan sama-sama umat Islam, sesama umat Nabi Muhammad SAW, jadi harus bisa menahan diri. Jangan saling menjatuhkan dan saling menyerang," kata Gus Ahmad Fahrurrozi dalam keterangan tertulisnya, Jumat 11 April 2025.
Menurut Gus Fahrur, perbedaan pendapat bisa diselesaikan dengan mudah asal semuanya bisa menahan diri dengan kepala dingin.
Tak cuma itu, pengasuh pesantren An-Nur Bululawang, Malang ini juga meminta agar upaya pecah belah, adu domba dan provokasi sesama anak bangsa dengan isu nasab habaib dan Walisongo juga dihentikan.
"Ini harus dihentikan dan dicegah, karena sesungguhnya para kiai, ulama dan habaib adalah sesama tokoh agama Islam yang berperan penting dalam dakwah Islam di Indonesia sejak zaman dahulu dan sekarang dan meneruskan perjuangan Walisongo," kata Gus Fahrur.
Dia menegaskan, umat Islam di Indonesia telah menjadi contoh dunia bagi perdamaian dan persaudaraan antar pemeluk agama. Karenanya, jika terdapat perselisihan hendaknya dapat dilakukan musyawarah dan mufakat sesuai ajaran mulia Rasulullah SAW.
"Dan jika diperlukan dapat dilakukan proses secara hukum yang berlaku di negara Indonesia, bukan debat di publik yang berujung saling mengancam dan menghina,” kata dia.
Advertisement
