Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso diprotes sejumlah lembaga antikorupsi setelah menyerahkan 'surat sakti' kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berisi permintaan 100 koruptor agar PP yang mengatur pengetatan pemberian remisi. Badan kehormatan DPR pun akan mempelajari aduan Indonesia Corruption Watch (ICW) atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Priyo.
"Kita pelajari dulu ya surat dari ICW, karena kita belum tahu laporannya kayak apa. Sejauh yang kita tahu saudara Priyo Budi Santoso hanya meneruskan surat dari para terpidana korupsi yang merasa keberatan bahwa haknya untuk mendapatkan remisi terhambat oleh PP 99/2012 tersebut," kata Wakil Ketua BK DPR, Siswono di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (15/7/2013).
Ia menjelaskan dirinya belum mengetahui bentuk surat yang diberikan oleh 9 terpidana korupsi yang mewakili 109 narapidana lainnya kepada Priyo Budi Santoso selaku Wakil Ketua DPR. Tak hanya itu, Siswono juga mengaku bahwa dirinya juga tidak mengetahui bentuk surat yang diberikan Priyo kepada Presiden SBY.
Karena itu, bila nantinya ada informasi lebih jauh terkait masalah 'surat sakti' tersebut maka BK DPR akan melakukan penelusuran lebih jauh untuk menyelidiki apakah ada dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Priyo atau tidak.
"Saya sendiri belum tahu bentuk suratnya dari para terpidana korupsi itu seperti apa, lalu surat terusan yang disampaikan saudara Priyo itu bentuknya bagaimana, apakah surat pengantar atau suratnya diteruskan begitu saja. Dan kalau nanti ada informasi lebih lengkap maka Badan Kehormatan baru akan mengambil sikap," tukas Siswono.
Priyo beralasan surat berlogo DPR yang dikirimkan 22 Mei lalu 2013 itu setelah mendapat surat pengaduan sejumlah narapidana korupsi terkait PP 99 Tahun 2012. PP yang mengatur pengetatan pemberian remisi terhadap narapidana kasus korupsi, narkoba, dan terorisme, itu dinilai tak adil bagi para koruptor.
Namun, karena PP merupakan ranah kebijakan pemerintah maka dirinya mempersilakan pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian Hukum dan HAM untuk menghapus PP itu. DPR tidak bisa mengubah atau mencabut PP itu, sehingga Priyo melayangkan surat kepada pemerintah. (Adi/Mut)
"Kita pelajari dulu ya surat dari ICW, karena kita belum tahu laporannya kayak apa. Sejauh yang kita tahu saudara Priyo Budi Santoso hanya meneruskan surat dari para terpidana korupsi yang merasa keberatan bahwa haknya untuk mendapatkan remisi terhambat oleh PP 99/2012 tersebut," kata Wakil Ketua BK DPR, Siswono di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (15/7/2013).
Ia menjelaskan dirinya belum mengetahui bentuk surat yang diberikan oleh 9 terpidana korupsi yang mewakili 109 narapidana lainnya kepada Priyo Budi Santoso selaku Wakil Ketua DPR. Tak hanya itu, Siswono juga mengaku bahwa dirinya juga tidak mengetahui bentuk surat yang diberikan Priyo kepada Presiden SBY.
Karena itu, bila nantinya ada informasi lebih jauh terkait masalah 'surat sakti' tersebut maka BK DPR akan melakukan penelusuran lebih jauh untuk menyelidiki apakah ada dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Priyo atau tidak.
"Saya sendiri belum tahu bentuk suratnya dari para terpidana korupsi itu seperti apa, lalu surat terusan yang disampaikan saudara Priyo itu bentuknya bagaimana, apakah surat pengantar atau suratnya diteruskan begitu saja. Dan kalau nanti ada informasi lebih lengkap maka Badan Kehormatan baru akan mengambil sikap," tukas Siswono.
Priyo beralasan surat berlogo DPR yang dikirimkan 22 Mei lalu 2013 itu setelah mendapat surat pengaduan sejumlah narapidana korupsi terkait PP 99 Tahun 2012. PP yang mengatur pengetatan pemberian remisi terhadap narapidana kasus korupsi, narkoba, dan terorisme, itu dinilai tak adil bagi para koruptor.
Namun, karena PP merupakan ranah kebijakan pemerintah maka dirinya mempersilakan pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian Hukum dan HAM untuk menghapus PP itu. DPR tidak bisa mengubah atau mencabut PP itu, sehingga Priyo melayangkan surat kepada pemerintah. (Adi/Mut)