Ketidakharmonisan antara Ratu Atut Chosiah dan Rano Karno mulai ramai dibicarakan baik di tingkat lokal hingga nasional, bahkan sudah menjadi pembicaraan di kampus dan perkantoran di Banten. Keretakan hubungan antara Gubernur dan Wakil Gubernur banten itu sudah terlihat sejak lama.
"Hal ini sudah terlihat sejak 5 bulan lalu. Keduanya dalam menjalankan roda pemerintahan tidak pernah singkron," kata pengamat politik Tim Kajian Indenpenden (TKI) Banten Dimas Kusuma di kantornya, Banten, Selasa (23/7/2013).
Menurut dia, Atut dan Rano sering berbenturan dalam pembagian tugas, bahkan Banyak tugas Rano yang diambil Atut. Rano juga sangat kesulitan dalam berkoordinasi dengan anak buahnya.
Selain itu ketidakharmonisan dapat dilihat dalam hal publikasi lokal. Menurut Dimas, publikasi Rano dijegal oleh kubu Atut. Rano juga tidak dilibatkandalam pengambilan kebijakan. "Sangat wajar sekarang ini Rano akhirnya menjaga sikap sendiri," tutur Dimas.
Sedangkan, pengamat politik Banten dan dosen Ilmu politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Ikhsan Achamd mengatakan Ketidakharmonisan Atut dan Rano sebenarnya sudah terprediksikan jauh hari.
"Sebenarnya keberadaan Rano Karno secara politik lebih banyak mencerminkan sosok karikatif, yang dibutuhkan Rano bukanlah sosok yang bisa diandalkan atau mesti mendapat peran di mata Bu Atut," ujar Ikhsan.
"Hal ini pun terjadi pada Wakil Gubernur sebelumnya. Seandainya saja keterwakilan politik di Banten memiliki kepastian, siapa yang bayar full dia yang berkuasa," tambahnya.
Bisa jadi koordinasi atau kerjasama, efisiensi dan efektifitas manajerial dalam pengelolaan lembaga publik adalah prinsip-prinsip yang dibutuhkan dalam tata kelola organisasi di dalamnya termasuk keterbukaan, pembagian tugas serta pelimpahan wewenang.
"Namun dalam pengelolaan kekuasaan dari awal sepertinya Rano menyadari bahwa kehadirnanya bukan untuk itu. Saya yakin kehadiran Rano sejak awal telah disadari oleh dirinya menjadi bagian dari kerja opportunistik dan pragmatis partainya dalam kerangka membangun sumberdaya politik menjelang pemilihan presiden dan legislatif 2014," tambah Ikhsan. (Eks)
"Hal ini sudah terlihat sejak 5 bulan lalu. Keduanya dalam menjalankan roda pemerintahan tidak pernah singkron," kata pengamat politik Tim Kajian Indenpenden (TKI) Banten Dimas Kusuma di kantornya, Banten, Selasa (23/7/2013).
Menurut dia, Atut dan Rano sering berbenturan dalam pembagian tugas, bahkan Banyak tugas Rano yang diambil Atut. Rano juga sangat kesulitan dalam berkoordinasi dengan anak buahnya.
Selain itu ketidakharmonisan dapat dilihat dalam hal publikasi lokal. Menurut Dimas, publikasi Rano dijegal oleh kubu Atut. Rano juga tidak dilibatkandalam pengambilan kebijakan. "Sangat wajar sekarang ini Rano akhirnya menjaga sikap sendiri," tutur Dimas.
Sedangkan, pengamat politik Banten dan dosen Ilmu politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Ikhsan Achamd mengatakan Ketidakharmonisan Atut dan Rano sebenarnya sudah terprediksikan jauh hari.
"Sebenarnya keberadaan Rano Karno secara politik lebih banyak mencerminkan sosok karikatif, yang dibutuhkan Rano bukanlah sosok yang bisa diandalkan atau mesti mendapat peran di mata Bu Atut," ujar Ikhsan.
"Hal ini pun terjadi pada Wakil Gubernur sebelumnya. Seandainya saja keterwakilan politik di Banten memiliki kepastian, siapa yang bayar full dia yang berkuasa," tambahnya.
Bisa jadi koordinasi atau kerjasama, efisiensi dan efektifitas manajerial dalam pengelolaan lembaga publik adalah prinsip-prinsip yang dibutuhkan dalam tata kelola organisasi di dalamnya termasuk keterbukaan, pembagian tugas serta pelimpahan wewenang.
"Namun dalam pengelolaan kekuasaan dari awal sepertinya Rano menyadari bahwa kehadirnanya bukan untuk itu. Saya yakin kehadiran Rano sejak awal telah disadari oleh dirinya menjadi bagian dari kerja opportunistik dan pragmatis partainya dalam kerangka membangun sumberdaya politik menjelang pemilihan presiden dan legislatif 2014," tambah Ikhsan. (Eks)