Kasus pidana yang dialami Kepala Kantor KUA Kota Kediri, Romli yang diduga menerima gratifikasi senilai Rp 195 ribu membuat dilema pelaksana pernikahan di KUA. Imbauan untuk tidak melaksanakan pencatatan nikah di luar kantor serta di luar jam kerja telah menjadi momok bagi penghulu.
"Ketika masyarakat yang telah mendaftar di KUA 3 bulan lalu untuk melaksanakan pernikahan, lalu ada gejolak seperi ini bagaimana selajutnya untuk penghulu memberikan pelaksanaan pernikahan tersebut," cetus Humas KUA Kecamatan Pasar Minggu Suprapto saat ditemui Liputan6.com di kantornya, Jakarta, Kamis (19/12/2013).
Padahal, kata Suprapto, pendaftaran pernikahan di KUA biasanya kerap dilakukan calon pengantin minimal 3 bulan atau 6 bulan sebelumnya. Pihak keluarga pengantin yang menyusun jadwal pernikahan tersebut, bukan KUA.
"Karena tidak bisa yang mengatur KUA jadwal itu. Mereka sudah daftar jauh-jauh hari ke KUA, karena tidak bisa hari ini daftar pernikahan lalu besok nikahnya. Kami (KUA) tidak berhak mengatur jadwal mereka, yang mengatur mereka sendiri," ujar dia.
Karena itu Suprapto meminta pemerintah dan instansi terkait untuk segera perkuat aturan, sehingga ketakutan penghulu dapat teratasi. Meskipun, imbauan telah diatur dalam PP Nomor 47 Tahun 2004.
Sementara salah satu pengantin yang enggan disebutkan namanya, mengaku dirinya yang baru mendaftar untuk pernikahan pada Januari 2014, mengetahui larangan memberi barang atau duit karena hal itu mengandung gratifikasi. Namun, dirinya tidak mengetahui nantinya bila orangtua atau keluarga memberi sesuatu kepada penghulu.
"Ya tahu, namun kalau pihak keluarga yang memberi dengan ikhlas kita nggak tahu. Meski saya akan memberitahukan tidak boleh gratifikasi. Kecuali biaya pendaftaran Rp 30 ribu itu saja," tutur perempuan berkerudung itu.
Kasus pemberian gratifikasi pernikahan berawal dari dari kasus pidana yang dialami Kepala Kantor KUA Kota Kediri, Romli, karena diduga melakukan pungutan liar atau menerima gratifikasi senilai Rp 195 ribu di luar ketentuan sebesar Rp 30 ribu. (Mut/Sss)
Baca juga:
KPK: Penghulu Terima Honor, Gratifikasi!
Dilarang Nikahkan Pengantin Hari Libur, Penghulu Marah
Penghulu Surabaya `Mogok`, Kemenag Dituntut Keluarkan Aturan
"Ketika masyarakat yang telah mendaftar di KUA 3 bulan lalu untuk melaksanakan pernikahan, lalu ada gejolak seperi ini bagaimana selajutnya untuk penghulu memberikan pelaksanaan pernikahan tersebut," cetus Humas KUA Kecamatan Pasar Minggu Suprapto saat ditemui Liputan6.com di kantornya, Jakarta, Kamis (19/12/2013).
Padahal, kata Suprapto, pendaftaran pernikahan di KUA biasanya kerap dilakukan calon pengantin minimal 3 bulan atau 6 bulan sebelumnya. Pihak keluarga pengantin yang menyusun jadwal pernikahan tersebut, bukan KUA.
"Karena tidak bisa yang mengatur KUA jadwal itu. Mereka sudah daftar jauh-jauh hari ke KUA, karena tidak bisa hari ini daftar pernikahan lalu besok nikahnya. Kami (KUA) tidak berhak mengatur jadwal mereka, yang mengatur mereka sendiri," ujar dia.
Karena itu Suprapto meminta pemerintah dan instansi terkait untuk segera perkuat aturan, sehingga ketakutan penghulu dapat teratasi. Meskipun, imbauan telah diatur dalam PP Nomor 47 Tahun 2004.
Sementara salah satu pengantin yang enggan disebutkan namanya, mengaku dirinya yang baru mendaftar untuk pernikahan pada Januari 2014, mengetahui larangan memberi barang atau duit karena hal itu mengandung gratifikasi. Namun, dirinya tidak mengetahui nantinya bila orangtua atau keluarga memberi sesuatu kepada penghulu.
"Ya tahu, namun kalau pihak keluarga yang memberi dengan ikhlas kita nggak tahu. Meski saya akan memberitahukan tidak boleh gratifikasi. Kecuali biaya pendaftaran Rp 30 ribu itu saja," tutur perempuan berkerudung itu.
Kasus pemberian gratifikasi pernikahan berawal dari dari kasus pidana yang dialami Kepala Kantor KUA Kota Kediri, Romli, karena diduga melakukan pungutan liar atau menerima gratifikasi senilai Rp 195 ribu di luar ketentuan sebesar Rp 30 ribu. (Mut/Sss)
Baca juga:
KPK: Penghulu Terima Honor, Gratifikasi!
Dilarang Nikahkan Pengantin Hari Libur, Penghulu Marah
Penghulu Surabaya `Mogok`, Kemenag Dituntut Keluarkan Aturan