DPR mengembalikan Surat Pemberhentian dan Pergantian Antar-Waktu (PAW) mantan politisi Partai Demokrat Gede Pasek Suardika karena dinilai tak memenuhi legalitas yang semestinya. Loyalis Anas Urbaningrum yang dipecat partai besutan Presiden SBY itu pun menyambut baik sikap DPR.
Menurut Pasek, langkah DPR itu sudah sejalan dengan undang-undang yang berlaku.
"Kan saya memasalahkan 3 hal, yakni formalitas surat, prosedur pemecatan, dan substansi dalam surat itu. Nah ini kan baru yang 1 saya permasalahkan, tapi sudah sepaham dengan DPR," ujar Pasek di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/1/2014).
Pasek menuturkan, dalam peraturannya, Surat Pemberhentian dan PAW itu seharusnya ditandatangani ketua umum partai, dalam hal ini SBY. Namun dalam surat yang diterimanya, hanya ada tandatangan Ketua Harian Syarif Hasan dan Sekretaris Jenderal Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas.
"UU yang mewajibkan tanda tangan harus ketua umum, bukan orang lain. Itu baru formalitasnya," ucap Pasek.
Kemudian soal prosedur, lanjut dia, seorang politisi harus tunduk pada UU Parpol. Dalam Pasal 32 dan 33 UU Parpol menyatakan, pemecatan kader suatu partai dikarenakan salah satunya melanggar kode etik.
"Jadi substansinya adalah saya dianggap melanggar kode etik. Sampai sekarang, saya tidak pernah tahu kode etik mana yang dilanggar, artinya masih banyak hal lainnya," ujarnya.
"Tapi saya sebagai orang yang tidak ingin membuat terlalu banyak keriuhan dalam politik, saya sifatnya menunggu dan melihat dulu," ujar Pasek yang kini menjabat Sekretaris Jenderal Ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI).
Salah Siapa?
Menurut Pasek, kesalahan Surat Pemberhentian dan PAW itu disebabkan oleh Syarif Hasan. Dia menilai, suami dari Inggrid Kansil itu tak layak memimpin partai sebesar Demokrat.
"Sebenarnya ini kesalahannya Pak Syarif Hasan, karena beliau mungkin kurang punya kecakapan dalam memimpin organisasi yang besar, sebesar Partai Demokrat," jelas Pasek.
Pasek mengaku, dalam masalah ini hanya ingin meluruskan hal-hal yang dianggap janggal. "Ternyata sudah lurus, itu kan berarti sudah baik kondisinya." (Ndy/Mut)
Baca juga:
Demokrat Pastikan SBY Teken Surat Pemecatan Pasek
Menurut Pasek, langkah DPR itu sudah sejalan dengan undang-undang yang berlaku.
"Kan saya memasalahkan 3 hal, yakni formalitas surat, prosedur pemecatan, dan substansi dalam surat itu. Nah ini kan baru yang 1 saya permasalahkan, tapi sudah sepaham dengan DPR," ujar Pasek di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/1/2014).
Pasek menuturkan, dalam peraturannya, Surat Pemberhentian dan PAW itu seharusnya ditandatangani ketua umum partai, dalam hal ini SBY. Namun dalam surat yang diterimanya, hanya ada tandatangan Ketua Harian Syarif Hasan dan Sekretaris Jenderal Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas.
"UU yang mewajibkan tanda tangan harus ketua umum, bukan orang lain. Itu baru formalitasnya," ucap Pasek.
Kemudian soal prosedur, lanjut dia, seorang politisi harus tunduk pada UU Parpol. Dalam Pasal 32 dan 33 UU Parpol menyatakan, pemecatan kader suatu partai dikarenakan salah satunya melanggar kode etik.
"Jadi substansinya adalah saya dianggap melanggar kode etik. Sampai sekarang, saya tidak pernah tahu kode etik mana yang dilanggar, artinya masih banyak hal lainnya," ujarnya.
"Tapi saya sebagai orang yang tidak ingin membuat terlalu banyak keriuhan dalam politik, saya sifatnya menunggu dan melihat dulu," ujar Pasek yang kini menjabat Sekretaris Jenderal Ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI).
Salah Siapa?
Menurut Pasek, kesalahan Surat Pemberhentian dan PAW itu disebabkan oleh Syarif Hasan. Dia menilai, suami dari Inggrid Kansil itu tak layak memimpin partai sebesar Demokrat.
"Sebenarnya ini kesalahannya Pak Syarif Hasan, karena beliau mungkin kurang punya kecakapan dalam memimpin organisasi yang besar, sebesar Partai Demokrat," jelas Pasek.
Pasek mengaku, dalam masalah ini hanya ingin meluruskan hal-hal yang dianggap janggal. "Ternyata sudah lurus, itu kan berarti sudah baik kondisinya." (Ndy/Mut)
Baca juga:
Demokrat Pastikan SBY Teken Surat Pemecatan Pasek
Somasi Syarief Hasan dan Ibas, Pasek: Lagi Tren
Disomasi Gede Pasek, Syarief Hasan Demokrat: Urus Banjir Dulu...