Liputan6.com, Jakarta Banyak masyarakat yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi ketimbang naik angkutan umum. Beragam alasan terlontar, mulai dari armada yang bobrok, tidak nyaman karena angkutan terisi penuh, sampai berkendara yang membahayakan.
Kasubdit Angkutan Orang Direktorat Angkutan dan Multimoda Kemenhub Ahmad Yani mengatakan, upaya yang bisa dilakukan untuk memperbaiki sistem transportasi adalah mengubah sistem bisnis angkutan yang tadinya perorangan menjadi berbadan hukum.
Advertisement
Baca Juga
"Selama masih perorangan kita tidak bisa melakukan adjusment terhadap kepemilikan perorangan untuk bisa lebih baik. Yang bisa kami lakukan bergabung menjadi satu perusahaan sehingga pemerintah mudah dalam pengawasan dan mudah dalam mengucurkan subsidi kepada perusahaan tersebut," katanya usai Sharing Session IRSA 2016 di Shangri La, Jakarta, Kamis (20/10/2016).
Lebih lanjut ia menyebutkan, perusahaan angkutan perorangan tersebut akan sulit mendapatkan kucuran dana untuk mendapatkan armada baru. Pasalnya kepercayaan bank terhadap perusahaan itu sangat kecil.
"Kesulitannya bank tidak mau membiayai mereka untuk mengganti kendaraan. Kenapa? Karena kepercayaannya tidak ada. Jadi saat ini kepercayaan terhadap perusahaan angkutan, trust perbankan kecil. Bank tidak yakin mereka bisa mengembalikan modal kecuali ada jaminan dari pemerintah bahwa layanan mereka dibayar pemerintah dan mereka bisa secara rutin membayar," bebernya.
Angkot dikenal dengan cara mengemudinya yang sembrono. Kerap kali kecelakaan terjadi akibat aksi sopir angkot yang ugal-ugalan. Ini tidak terlepas dari sistem setoran yang ditetapkan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus mengubah sistem tersebut agar kerugian akibat sopir slebor tersebut bisa diredam.
"Cuma masalahnya kami tidak bisa intervensi perusahaan perorangan seperti itu," tutup Yani.