Anies-Sandi Diharapkan Dapat Selesaikan MRT dan LRT

MRT dan LRT telah dibangun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dipimpin Gubernur Basuki Tjahaja Purnama sejak 2015 lalu.

oleh Herdi Muhardi diperbarui 18 Okt 2017, 05:04 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2017, 05:04 WIB
Lebih Canggih Mana LRT, MRT atau KRL?
Light rail Transit (LRT) akan menjadi moda transportasi yang ada di Jakarta layaknya kota-kota besar di Eropa dan AS

Liputan6.com, Jakarta - Anies Baswedan dan Sandiaga Uno akhirnya resmi menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Dalam lima tahun ke depan Anies-Sandi diharapkan dapat merubah Ibu Kota menjadi lebih baik lagi. Tak terkecuali di bidang transportasi umum di Jakarta.

Menurut pengamat Transportasi Dharmaningtyas, hal yang patut dilakukan orang nomor satu Jakarta tersebut yaitu menyelesaikan pembangunan angkutan massal Mass Rapid Transit (MRT) dan Light Rail Transit (LRT).

Pasalnya, kedua moda transportasi ini telah dibangun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dipimpin Gubernur Basuki Tjahaja Purnama sejak 2015 lalu.

“MRT (diharapkan) agar dioperasikan tahun 2019. Kalau 2018 seperti belum,” ungkap Dharmaningtyas, saat berbincang dengan Liputan6.com lewat sambungan telpon, Selasa (17/10/2017).

Sementara itu, Dharmaningtyas menyarankan untuk agar pemerintahan yang baru melakukan revisi soal LRT. Di mana pemerintah berencana membangun tujuh koridor.

“Karena kalau diteruskan (tujuh koridor) akan menjadi beban APBD seumur hidup. Makanya cukup satu koridor saja, yaitu dari Kelapa Gading sampai Manggarai saja,” ucap Dharmaningtyas.

Jika dibangun tujuh koridor, lanjut dia, dananya yang dikucurkan untuk pembangunan akan mencapai puluhan triliun. Selain itu, dana untuk operasional dipastikan memerlukan subsidi besar dari pemprov DKI.

Selain soal anggaran, Dharmaningtyas menyatakan, LRT akan berdampak pada penumpang. Sebab, LRT akan bersinggungan dengan jalur kereta Jabodetabek.

“Jadi yang realistis itu MRT nya. Lebih murah. Kalau LRT cukup satu saja,” tuturnya.

Adanya MRT dan LRT, diharapkan dapat mengurangi kepadatan kendaraan di jalan, karena diharapkan dapat mengalihkan masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi massal.

Untuk MRT yang mampu menampung kapasitas angkut 412.000 penumpang per hari, rencananya dapat memangkas perjalanan dari Lebak Bulus ke Bundaran HI dengan catatan waktu 1-2 jam menjadi 30 menit saja.

Sementara dari Lebak Bulus sampai Kampung Bandan target waktu tempuh sekitar 52,5 menit.

Sedangkan LRT ada dua, yaitu rute LRT Jakarta melintasi Kelapa Gading, Rawamangun, Manggarai dan berakhir di Dukuh Atas. Sedangkan LRT Jabodebek akan melintasi Bogor, Bekasi, Cawang, Kuningan, Dukuh Atas.

LRT Jakarta Koridor 1 Kelapa Gading-Velodrome Rawamangun ditargetkan dapat beroperasi pada Agustus 2018 mendatang atau bersamaan dengan pembukaan Asian Games 2018.

Sedangkan LRT Jabodebek saat ini masih dilakukan pembangunan yang ditargetkan dapat melintasi Cibubur-Cawang-Grogol dengan jarak total 83,6 km.

LRT ini memiliki konfigurasi 6 kereta yang mampu beroperasi dengan kecepatan 60-80 km per jam menggunakan daya listrik 1.500 Volt.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Beragam Solusi agar Kemacetan Terurai, Apa Kata Pengamat?

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah bekerja keras mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengurai kemacetan.

Beberapa aturan telah diterapkan, mulai dari menggunakan jalur khusus, sistem ganjil-genap, pelarangan motor, penertiban parkir, penertiban angkutan umum, pembebasan trotoar, mobil wajib memiliki garasi. Namun semua itu belum mampu mengurai kemacetan.

Menurut pengamat transportasi Dharmaningtyas, masalah yang saat ini dihadapi Ibu Kota lantaran volume kendaraan sudah melebih kapasitas.

“Sepeda motor saja, kalau satu orang warga DKI itu itu umumnya sudah (memiliki) 1,5 sepeda motor, belum lagi motor-motor dari Bodetabek, belum lagi mobil. Jadi masalahnya menurut saya kendaraan itu melebihi kapasitas jalan,” ungkap Dharmanityas saat berbincang dengan Liputan6.com, Jumat (8/9/2017).

Lebih lanjut, pria yang menjabat Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu menyatakan, dengan jumlah kendaraan yang melebihi kapasitas jalan, maka jika diatur, kemacetan masih terjadi.

Kata dia, ada beberapa hal yang membuat kemacetan sulit diselesaikan, salah satunya ulah personal atau pribadi dari pengendara.

Para pengendara sepeda motor maupun mobil kerap melanggar aturan lalu lintas dan tidak tertib di jalan. Salah satunya berhenti di sembarang tempat dan parkir di tepat yang tidak seharusnya. Bahkan, beberapa kali tertangkap kamera, menerobos jalur Transjakarta dan melawan arah.

Selain itu, kata dia, tindakan yang diberikan kepada pelaku yang bersalah sangatlah tidak tegas. Alhasil, meski telah diberikan sanksi, itu tak mampu memberikan efek jera.

Dharmanityas juga menuturkan, salah satu aksi yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kemacetan dengan cara memperbaiki sarana transportasi massal, dengan asumsi masyarakat meninggalkan kendaraan pribadinya.

“Tapi masalahnya itu tidak diselesaikan, masyarakat juga harus dididik lebih peduli terhadap keselamatan lalu lintas,” ungkapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya