Beragam Solusi agar Kemacetan Terurai, Apa Kata Pengamat?

Menurut pengamat berbagai faktor menjadi biang kemacetan, mulai dari pengendara hingga sanksi hukum.

oleh Herdi Muhardi diperbarui 10 Sep 2017, 14:06 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2017, 14:06 WIB
Pemerintah Wacanakan Pembatasan Mobil Berdasarkan Kapasitas Mesin di Jakarta
Kendaraan terjebak kemacetan di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (6/9). Untuk mengatasi kemacetan, pemerintah mewacanakan pembatasan kendaraan mobil berdasarkan kapasitas mesin (CC kendaraan). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah bekerja keras mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengurai kemacetan.

Beberapa aturan telah diterapkan, mulai dari menggunakan jalur khusus, sistem ganjil-genap, pelarangan motor, penertiban parkir, penertiban angkutan umum, pembebasan trotoar, mobil wajib memiliki garasi. Namun semua itu belum mampu mengurai kemacetan.

Menurut pengamat transportasi Dharmaningtyas, masalah yang saat ini dihadapi Ibu Kota lantaran volume kendaraan sudah melebih kapasitas.

“Sepeda motor saja, kalau satu orang warga DKI itu itu umumnya sudah (memiliki) 1,5 sepeda motor, belum lagi motor-motor dari Bodetabek, belum lagi mobil. Jadi masalahnya menurut saya kendaraan itu melebihi kapasitas jalan,” ungkap Dharmanityas saat berbincang dengan Liputan6.com, Jumat (8/9/2017).

Lebih lanjut, pria yang menjabat Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu menyatakan, dengan jumlah kendaraan yang melebihi kapasitas jalan, maka jika diatur, kemacetan masih terjadi.

Kata dia, ada beberapa hal yang membuat kemacetan sulit diselesaikan, salah satunya ulah personal atau pribadi dari pengendara.

Para pengendara sepeda motor maupun mobil kerap melanggar aturan lalu lintas dan tidak tertib di jalan. Salah satunya berhenti di sembarang tempat dan parkir di tepat yang tidak seharusnya. Bahkan, beberapa kali tertangkap kamera, menerobos jalur Transjakarta dan melawan arah.

Selain itu, kata dia, tindakan yang diberikan kepada pelaku yang bersalah sangatlah tidak tegas. Alhasil, meski telah diberikan sanksi, itu tak mampu memberikan efek jera.

Dharmanityas juga menuturkan, salah satu aksi yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kemacetan dengan cara memperbaiki sarana transportasi massal, dengan asumsi masyarakat meninggalkan kendaraan pribadinya.

“Tapi masalahnya itu tidak diselesaikan, masyarakat juga harus dididik lebih peduli terhadap keselamatan lalu lintas,” ungkapnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Cara Mengurai Kemacetan Menurut Pengamat

Sepeda Motor
Spanduk sosialisasi pembatasan lalu lintas sepeda motor di jembatan Tosari, Jakarta, Senin (4/9). Pemprov DKI Jakarta mulai melakukan sosialisasi melalui spanduk dibeberapa titik di kawasan jalan Jenderal Sudirman. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pengamat transportasi Ellen Tangkudung menyatakan, berbagai kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah untuk mengurai kemacetan saat ini sudah tepat.

Salah satunya mengenai pembatasan jalan yang hangat diperbincangkan. Kata Ellen, pembatasan jalan dilakukan karena itu ada dalam sebuah aturan.

“Tetapi memang banyak penolakan, karena semua orang tidak mau dibatasi. Tetapi kalau semua orang boleh beli mobil terus dan boleh pakai mobil dan sepeda motor setiap waktu, mau jadi apa jalanan?” jelas Ellen.

Ellen menyarankan kepada pemprov DKI, jika berbagai masalah kemacetan masih tetap timbul, maka cara lain yang perlu dilakukan adalah mematok harga parkir yang cukup tinggi.

“Harus begitu (parkir mahal). Kalau enggak, orang tetap bawa (mobil). Dan itu salah satu cara orang beralih ke angkutan umum. Nah, tapi tidak akan beralih kalaupun ada LRT, MRT, dan bus sudah banyak, jika tidak ada larangan,” ungkapnya.

Parkiran di Jakarta memang dianggap tak sesuai dengan volume kendaraan. Kendati begitu, Ellen mengaku bersyukur.

Bahkan Ellen berharap agar kantung-kantung parkir di Jakarta lebih dikurangi. Sebab, hal itu akan membuat masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya