Era Mobil Listrik, Pemerintah Bakal Stop Produksi BBM?

Kehadiran mobil listrik di Tanah Air bakal berkembang pesat, seiring dengan regulasi low carbon emission vehicle (LCEV).

oleh Arief Aszhari diperbarui 16 Nov 2017, 09:13 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2017, 09:13 WIB
Mobil listrik
Ilustrasi mobil listrik sedang mengalami pengisian daya baterai di Amsterdam, Belanda. (Sumber Flickr/lhirlimann)

Liputan6.com, Jakarta - Kehadiran mobil ramah lingkungan, baik listrik, hybrid, gas, atau hidrogen bakal berkembang pesat. Bahkan, pemerintah sudah menargetkan jika di 2025, penjualan mobil listrik harus 20 persen dari total penjualan roda empat.

Lalu, dengan penjualan mobil listrik tersebut apakah nantinya pemerintah bakal menyetop produksi bahan bakar minyak (BBM)?

"Kita tidak bicara stop produksi BBM (2040). BBM itu kan digunakan juga untuk pembangkit listrik, yang kita dorong itu mobil listrik, minimal 20 persen dari total populasi," jelas Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, beberapa waktu lalu.

Lanjutnya, Indonesia juga harus mengembangkan teknologi bahan bakar alternatif, seperti yang sudah dilakukan Jepang, dengan hidrogen.

"Indonesia memiliki kemampuan membuat hidrogen. Gas itu bisa kita manfaatkan untuk pembangkit listrik di mobil. Jadi, konsepnya sama seperti bensin di mobil hybrid," tambahnya.

Sementara itu, perkembangan mobil hybrid atau listrik juga harus dilakukan bertahap. Pasalnya, secara industri, keduanya memiliki perbedaan, terutama untuk supply chain antara mobil hybrid dan bensin.

"Sekarang kita harus mengembangkan teknologi, agar supply chain bisa mengikuti. Karena ini juga akan mendorong lapangan pekerjaan," pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pekerjaan Rumah Pemerintah

Menurut Presiden Ikatan Ahli Teknik Otomotif (IATO), Gunadi Sindhuwinata, dengan adanya kendaraan listrik, maka ada pergeseran baik dari segi teknologi hingga lahan pekerjaan.

“Misalkan, yang jelas (kendaraan listrik )tidak pakai bahan bakar minyak. Jadi diapakan (minyak-nya)? Tidak boleh didiamkan. itu salah satu hal yang mau diapakan, itu punya kepentingan nasional tapi juga harus tahu siapa yang bertanggung jawab untuk memikirkan itu,” ungkap Gunadi saat ditemui di acara Small Engine Technologi Conference (SETC) 2017 di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (15/11/2017).

Tak hanya itu, mantan ketua Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (AISI) tersebut juga menyatakan, kendaraan listrik pada dasarnya lebih ringkas dalam hal penggunaan komponen. Karena itu, jumlah parts yang digunakan sepeda motor listrik akan lebih sedikit dibandingkan sepeda motor konvesional.

Dengan demikian, yang menjadi imbas dari pengurangan penggunaan parts yaitu industri komponen sepeda motor konvesional, karena jumlah parts yang dipakai untuk sepeda motor listrik lebih sedikit.

Dengan menurunnya jumlah produksi komponen, hal itu juga akan berpengaruh pada jumlah lahan pekerjaan atau terjadi pengurangan tenaga kerja.

“Mungkin Kementerian Perindustrian, mungkin juga dari sisi Kementerian Tenaga Kerja juga harus dipikirkan, bagaimana mengalokasikan pekerja ini ke tempat lain misalkan dengan melakukan pendidikan ulang, melakukan pelatihan-pelatihan yang dijuruskan kepada satu profesi jenis baru,” pungkas Gunadi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya