Liputan6.com, Jakarta - Volkswagen (VW) dan Volvo menjadi pembuat kendaraan di Eropa yang berada di jalurnya untuk menghadirkan mobil listrik guna memenuhi target udara bersih di Benua Biru. Hal tersebut, terungkap dalam sebuah penelitian dari European campaign group Transport and Environment (T&E).
Mengutip Paultan, pabrikan lainnya, memang memiliki target yang ambisius, tetapi tidak ada rencana yang kuat untuk mewujudkan hal tersebut.
Dengan menggunakan perkiraan produksi mobil IHS Markit, serta pengumuman penghentian produksi pada 2030 yang dibuat produsen mobil itu sendiri, perusahaan menganalisis kesiapan 10 merek besar di Eropa dalam melakukan transisi ke mobil listrik pada akhir dekade ini. Data tersebut menunjukan, ada perbedaan besar dalam ambisi serta kualitas rencana pabrikan mobil.
Advertisement
Dengan peringkat indeks kesiapan 70, Volkswagen dan Volvo disebut-sebut memiliki strategi agresif dan kredibel yang memungkinkan mereka beralih dari mobil berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik. Pabrikan Jerman itu mengatakan, pihaknya bertujuan untuk memiliki 55 persen penjualan BEV di seluruh grup di Eropa pada 2030.
Sementara Volvo telah menyatakan bahwa seluruh jajaran modelnya akan sepenuhnya menggunakan listrik pada tahun yang sama.
Ford memiliki target bertahap yang ambisius untuk menjadi sepenuhnya mobil listrik pada 2030, tetapi tampaknya kehabisan waktu. Studi tersebut menyatakan bahwa pabrikan Amerika Serikat ini hanya memproduksi 13 persen kendaraan baterai-listrik (BEV) pada 2025.
Pabrikan Lain
Laporan T&E juga menunjukkan bahwa Daimler, BMW , Stellantis, Jaguar Land Rover, dan Toyota menempati peringkat terburuk, dengan penjualan baterai listrik jangka pendek (BEV) yang rendah. Merek-merek ini tidak memiliki target penghentian yang ambisius, tidak ada strategi industri yang jelas, dan ketergantungan yang berlebihan (BMW, Daimler dan Toyota) dengan sistem hibrida.
Dalam kasus Toyota, dikatakan bahwa pembuat mobil belum menetapkan target untuk 2030 dan berencana untuk memproduksi hanya 10 persen BEV pada 2025. T&E mengatakan bahwa jenama asal Jepang tersebut diperkirakan akan mengandalkan teknologi hibrida yang kurang efisien, dengan 44 persen dari Produksi Uni Eropa pada 2030.
Laporan tersebut menimbulkan kekhawatiran atas ketergantungan pada komitmen sukarela pembuat mobil, yang menyatakan bahwa komitmen tersebut terlalu rendah dan tidak didukung oleh strategi industri. Pada 2016, analisis T&E menunjukkan bahwa pembuat mobil gagal dalam target kolektif untuk menjual 3,6 persen mobil listrik dengan mencapai kurang dari setengahnya.
Advertisement