Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf Petakan Pemilih Luar Negeri

Karding mengatakan, pihaknya akan menyampaikan kebijakan Jokowi soal pengelolaan tenaga kerja luar negeri dan UU yang sudah diputuskan.

oleh Ratu Annisaa Suryasumirat diperbarui 17 Okt 2018, 20:01 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2018, 20:01 WIB
Gaya Pidato Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi Usai Dapat Nomor Urut
Pasangan capres-cawapres Joko Widodo (kiri) dan Ma'ruf Amin (dua kiri) memberikan pidato usai mengambil nomor urut peserta Pemilu 2019 di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (21/9). Pasangan Jokowi-Ma'ruf mendapatkan nomor urut 01. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding mengatakan, pihaknya memetakan pemilih luar negeri untuk Pilpres 2019 .

"Kita memetakan ada beberapa daerah atau negara yang jumlah pemilihnya cukup besar, yaitu Malaysia, Hong Kong, Taiwan, kemudian Arab Saudi," kata Karding di Jakarta, Rabu (17/10/2018).

Menurutnya, wilayah tersebut menjadi garapan utama Tim Kampanye Nasional (TKN) karena jumlah masyarakat migran yang bekerja di sana cukup banyak. Selain itu, sudah dibuatkan formulanya untuk bagaimana meyakinkan mereka.

Karding mengatakan, pihaknya akan menyampaikan kebijakan Jokowi soal pengelolaan tenaga kerja luar negeri dan UU yang sudah diputuskan.

"Akan kita sampaikan kebijakan-kebijakan Pak Jokowi perlindungan bagi mereka, upaya meningkatkan kesejahteraan, advokasi hubungan mereka dengan negara-negara yang ditempati," lanjut dia.

"Dan itu luar biasa melakukan itu, bagaimana kita membangun bargaining dengan Arab Saudi dan Malaysia membantu mereka semua. Itu akan menjadi bahan campaign untuk meyakinkan pemilih luar negeri," Karding menandaskan.

Permudah Memilih

Sementara itu, Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah berharap, Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) dan pemerintah tidak menyerah dalam mengakomodasi suara buruh dalam Pemilu 2019 agar bisa masuk sebagai daftar pemilih tetap (DPT).

Menurutnya, banyak buruh di luar negeri yang tidak berani mendaftarkan diri sebagai DPT karena khawatir akan ditangkap karena tidak memiliki dokumen sah.

"Misalnya seperti di Malaysia, kan punya potensi mereka yang datang ke KBRI misalnya nanti ada ancaman untuk razia dan sebagainya," kata Anis di Bawaslu, Jakarta, Minggu 7 Oktober 2018.

"Itu juga perlu diperhatikan sehingga menurut saya mesti ada perlakuan yang memudahkan bagi mereka yang tidak berdokumen, tetapi bisa tetap terdaftar dan punya akses untuk memilih," ia melanjutkan.

Anis mengatakan, sosialisasi agar menjadi DPT dapat dilakukan dengan menggunakan media sosial, seperti lewat Facebook dan WhatsApp.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya