PAN: Pemilu Proporsional Tertutup Tetap Keliru Meski Diterapkan di 2029

Saleh juga mengingatkan, putusan sebelumnya yang diputuskan Mahkamah Konstitusi tentang sistem pemilu pada 2008. Saat itu, Mahkamah Konstitusi memutuskan sistem pemilu proporsional tertutup tidak digunakan lagi di Indonesia.

oleh Elza Hayarana Sahira diperbarui 31 Mei 2023, 15:10 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2023, 15:09 WIB
Pengangguran Memprihatinkan, PAN Minta Hentikan Tenaga Kerja Asing ke Indonesia
Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Daulay (tengah). (Merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Fraksi PAN Saleh Daulay menilai Mahkamah Konstitusi keliru jika mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup, sekalipun pada Pemilu 2029. Dia mempertanyakan apakah MK nantinya akan memutuskan seperti itu. Dia juga menekankan bahwa sistem perwakilan proporsional tertutup tidak benar-benar layak.

"Kalau putusan MK katakan 2029 tertutup juga salah. Karena yang terbuka benar, tertutup benar, yang mana yang benar?" kata Saleh dalam konferensi persnya di kompleks parlemen, Rabu (31/5/2023).

Saleh juga mengingatkan, putusan sebelumnya yang diputuskan Mahkamah Konstitusi tentang sistem pemilu pada 2008. Saat itu, Mahkamah Konstitusi memutuskan sistem pemilu proporsional tertutup tidak digunakan lagi di Indonesia.

"Katanya kan putusan MK final dan mengikat, kalaupun ada orang ujian, enggak lagi kan sudah lulus," ucapnya.

Di sisi lain, Ketua Fraksi Partai Golkar Kahar Muzakir mengingatkan sistem pemilu merupakan open legal policy. Artinya, DPR dan pemerintah memiliki wewenang dalam mengambil keputusan.

Kemudian, Ia juga mengacu pada Pasal 19(1) UUD yang menyatakan bahwa anggota DPR dipilih melalui pemilihan langsung.

Dilihat pada pasal tersebut, Kahar menilai penerapan sistem perwakilan proporsional terbuka sudah tepat.

"Jadi, sebetulnya domain UU Pemilu itu bukan di MK, pembuat undang-undang. Karena dia bukan norma, dia adalah sistem," ucap Kahar.

Ia juga menegaskan, bahwa hak atas putusan MK adalah norma, terlepas dari apakah isi undang-undang tersebut bertentangan dengan konstitusi atau tidak.

Dihat dari lain sisi, ini adalah masalah dinamis bagi sistem dan menjadi milik DPR dan pemerintah sebagai pembuat undang-undang.

"Sedangkan MK, yang dia putus-putuskan itu adalah norma, cocok tidak dengan UUD'45," katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


8 Fraksi Desak MK Tidak Kembalikan Pemilu ke Sistem Tertutup

Seluruh fraksi di DPR RI minus PDIP sebelumnya menggelar konferensi pers, Selasa 30 Mei 2023. Mereka mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tidak mengembalikan sistem pemilu jadi proporsional tertutup.

Untuk Informaai, Seluruh fraksi DPR RI kecuali PDIP, menggelar jumpa pers yang meminta Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mengubah sistem pemilu menjadi sistem proporsional tertutup pasa Selasa, (30/5/2023).

Kini, Mahkamah Konstitusi sedang memeriksa gugatan beberapa pasal UU Pemilu 7/2017. Perkara ini terdaftar dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.

Oleh karena itu, jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan perkara tersebut, maka sistem pemilu akan kembali ke sistem pemilu partai.

Belakangan, mantan Deputi Sekretaris Negara Bidang Hukum dan HAM Denny Indrayana mengaku sudah mendapat pengarahan UU Pemilu Proporsional Terbuka Nomor 7 Tahun 2017 di hadapan Mahkamah Konstitusi. Denny menyebut bocoran tersebut adalah Mahkamah Konstitusi akan menerima perkara tersebut dan mengubah sistem pemilu kembali menjadi sistem proporsional tertutup atau pemungutan suara partai.

Infografis Adu Kuat Sistem Proporsional Tertutup dengan Terbuka di Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Adu Kuat Sistem Proporsional Tertutup dengan Terbuka di Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya