Liputan6.com, Jakarta Pada Maret 2016, pasar kondominum Jabodetabek terpantau stabil jika dibandingkan performa tahun lalu. Tingkat penjualan kumulatif kondominium eksisting di Jabodetabek tercatat pada 98,2%, sedikit turun 0,1% per kuartal.
Sementara itu, tingkat hunian tercatat pada 64,6%, atau turun 2,0% dari kuartal sebelumnya. Demikian hasil riset yang dilakukan konsultan properti Cushman & Wakefield yang ditulis Rumah.com, Minggu (24/4).
Di sisi lain, tingkat pra-penjualan proyek kondominium mendatang tercatat pada angka 63,6%, atau turun 0,3% dari Desember 2015 dan 0,2% dibanding tahun lalu. Dengan demikian, terdapat 72.593 unit kondominium yang belum terserap pasar.
Advertisement
Baik transaksi penjualan maupun pra-penjualan didominasi oleh proyek kelas menengah (sekitar 46,1% dari total transaksi). Untuk metode pembayaran, pembeli proyek-proyek kondominium menengah ke atas menggunakan installment 1 – 3 tahun, KPA, dan tunai keras dengan komposisi yang hampir sama; sementara pembeli dari kelas bawah memilih KPA.
Berdasarkan segmen, tingkat pra-penjualan kondominium kelas menengah-bawah tercatat sebesar 59%, sementara kelas menengah, menengah-atas, dan atas masing-masing 66,6%, 60,1%, dan 74,6%.
Di kuartal pertama 2016, tingkat penjualan Rusunami naik sekitar 0,3%, dari 98,8% pada kuartal sebelumnya menjadi 99,1%. Tingkat hunian apartemen subsidi ini mencapai 74,6%, sedangkan tingkat pra-penjualan sebesar 56,3%.
Kawasan Sekunder Mendominasi
Pada kuartal I-2016, Cushman & Wakefield mencatat total pasokan kumulatif kondominium terbangun di Jakarta menyentuh angka 172.658 unit. Angka ini menunjukkan kenaikan 5,8% secara kuartalan dan naik 23,8% secara tahunan. Pada rentang waktu ini, sebanyak 15 proyek baru diluncurkan ke pasar.
Proyek-proyek ini menambah total pasokan Jabodetabek menjadi 199.406 unit. Proyek-proyek kelas menengah-bawah (75,1%) mendominasi proyek yang baru diluncurkan, diikuti dengan kelas menengah (11,6%), kelas menengah-atas (10,0%), dan kelas atas (3,3%). Berdasarkan lokasi, proyek-proyek ini kebanyakan berada di Tangerang (28,3%) dan Bogor (20,8%).
Pada kuartal I-2016, sebanyak 355 proyek baru ditawarkan ke pasar. Kondominium menengah-bawah menyumbang pasokan sebesar 38,4% (sekitar 76.610 unit), diikuti kelas menengah (36,1%), kelas menengah-atas (14,5%), dan kelas atas (11,0%).
Berdasarkan lokasi, kebanyakan kondominium eksisting terkonsentrasi di wilayah sekunder, yakni 77,5% dari total pasokan atau 133,861 unit. Sementara, kawasan CBD berkontribusi 15,4% dan kawasan primer sebanyak 7,1%.
Wilayah sekunder juga mendominasi proyek baru kondominium, yakni sekitar 93,3% atau 186.101 unit dari total pasokan. Sementara, area CBD dan primer masing-masing hanya menyumbang 3,5% dan 3,2%.
Untuk suplai kondominium terbangun, Jakarta Selatan masih yang terbanyak dengan 25,9% dari total proyek, diikuti Jakarta Utara (20,6%). Sedangkan proyek baru paling banyak berlokasi di Tangerang (28,6%), diikuti Bekasi (17,8%), Bogor (8,1%), Depok (7,8%), dan sisanya adalah lima wilayah Jakarta.
Segmen Menengah-Bawah Tertinggi
Tren harga kondominium terus naik sejalan dengan kenaikan harga tanah di Jakarta. Pada Maret 2016, harga jual rata-rata kondominium di daerah CBD mencapai Rp48,1 juta per m², atau naik sekitar 8,8% per tahun.
Sementara itu, harga rata-rata kondominium di area primer tercatat di angka Rp39,6 juta per m², atau naik 4,2% dibandingkan angka tahun lalu.
Cushman & Wakefield memprediksi, aktivitas penjualan selama 2016 lebih baik dibandingkan 2015. Developer akan tetap fokus pada proyek-proyek menengah-bawah sampai menengah. Pasalnya, segmen-segmen ini memiliki permintaan yang lebih tinggi dibandingkan segmen menengah-atas sampai atas.
Proyek segmen menengah-bawah sampai menengah diharapkan akan terintegrasi dengan kompleks pengembangan multi-guna (mixed-use) yang memiliki akses langsung ke tol CBD Jakarta, seperti Serpong, Bekasi Barat, dan Cikarang.