Liputan6.com, Jakarta Faktor keamanan merupakan hal yang vital untuk pertumbuhan industri pariwisata Tanah Air, yang tentu berimbas pada sektor perhotelan.
Pada 2015 lalu, jumlah kedatangan pengunjung internasional ke Jakarta tumbuh lambat sebesar 2,6% (y-o-y) menjadi 2,3 juta. Negara-negara penyumbang wisatawan terbesar—dan mengalami kenaikan signifikan—antara lain dari Daratan China (+23,3% y-o-y), Korea Selatan (+11,7% y-o-y), dan Arab Saudi (+ 7.8% y-o-y).
Hasil riset yang dilakukan konsultan properti JLL selama kuartal pertama 2016 memperlihatkan, minat wisatawan mengalami perlambatan sebagai akibat dari serangan bom di Ibukota Jakarta pada 14 Januari 2016 lalu. Hal ini membuat kedatangan pengunjung turun 7,4% y-o-y hingga Januari 2016.
Advertisement
Pada 2015, sekitar 3.500 kamar dibuka, kebanyakan merupakan kamar hotel kelas ekonomi dan menengah. Dua hotel mewah juga masuk ke pasar, yakni Raffles Jakarta dan Fairmont Jakarta yang masing-masing terdiri dari 173 dan 380 kamar.
Pasokan penting akan masuk ke pasar hotel Jakarta dalam beberapa tahun ke depan. Tercatat sekitar 3.800 kamar hotel akan masuk pasar pada 2016.
Jika semua proyek rampung, maka pasokan meningkat 10,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Hotel-hotel mewah terkemuka dibuka tahun ini, termasuk The Westin Jakarta (283 kamar) dan Four Seasons (125 kamar).
“Keadaan ekonomi Indonesia yang tak menentu dan kondisi global yang kurang stabil, memengaruhi performa sektor perhotelan Jakarta,” kata Frank Sorgiovanni, Head of Research–Hotels & Hospitality Group JLL Asia Pasifik.
Hingga Februari 2016, tingkat hunian hotel kelas atas di Jakarta mengalami penurunan sebesar 8,8% y-o-y menjadi 49,7%. Average Daily Rate (ADR) mengalami penurunan sebesar 5,6% menjadi USD168, yang sebagian besar disebabkan oleh terus melemahnya nilai tukar Rupiah. Pada transaksi dalam Rupiah, ADR meningkat sedikit sebesar 0,2%.
Sebagai hasil dari turunnya tingkat hunian dan nilai tukar Rupiah, Revenue per Available Room (RevPAR) menurun secara signifikan sebesar 19,7% y-o-y menjadi USD83. Di Februari, RevPAR juga tercatat menurun menjadi USD102 dari angka USD113 pada Februari 2015.
Regulasi Bebas Visa bagi Perhotelan
Dalam konteks ekonomi global yang stabil, harga komoditas yang melemah dan keterbatasan belanja pemerintah disebabkan defisit anggaran negara. Sementara menurut Oxford Economics, produk domestik bruto (PDB) akan tumbuh moderat sebesar 5,3% pada 2016.
Karena Jakarta masih menjadi pintu gerbang bisnis utama, ketidakpastian perekonomian akan berdampak pada kunjungan perusahaan-perusahaan luar ke Ibukota.
Pada 2015, Indonesia membuat peraturan bebas visa bagi pendatang dan wisatawan dari 90 negara di dunia. Pada Maret 2016, pemerintah mengumumkan akan memberi visa bebas bagi 79 negara lagi, sehingga total negara bebas visa ke Indonesia mencapai 169 negara.
Hal ini dipercaya akan meningkatkan kemudahan aksesibilitas pengunjung mancanegara ke Tanah Air, dan tentu saja akan meningkatkan kinerja di sektor perhotelan.