Liputan6.com, Jembrana - Masih hangat dalam ingatan tragedi tewasnya I Komang Ngurah Trisna Para Merta (14), remaja asal Lingkungan Delod Bale Agung, Kelurahan Tegalcangkring, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, Bali dalam pertunjukkan Calonarang beberapa saat lalu.
Pemuda putus sekolah itu tertusuk keris di perut saat pementasan Calonarang di Pura Sari Jati Luwih, Banjar Pakraman Dingin Pangkung Jangu, Desa Pakraman Pohsanten, Mendoyo, Senin 12 November 2015.
Ketua Panitia Piodalan Pura Sari Jati Luwih Ketut Sumantra menuturkan sekaa (kelompok anak muda) Calonarang tersebut dinilai bandel, hingga peristiwa nahas menimpa penari pemeran Rangdanya, Ngurah Trisna.
Dia mengatakan 10 hari sebelum pelaksanaan piodalan (acara adat) di Pura Sari Jati Luwih, pihak panitia karya sudah melarang kelompok Calonarang tersebut tampil saat piodalan. Namun kelompok Calonarang tersebut bersikukuh ingin tampil dengan dalih sukarela.
"Kami selaku panitia awalnya juga tidak tahu kalau yang memerankan tokoh Rangda itu adalah anak di bawah umur. Kami baru tahu setelah Calonarang dipentaskan," terang Ketut Sumantra di Jembrana, Bali, Senin (23/11/2015).
Baca Juga
Advertisement
Sumantra mengatakan, pihaknya telah mewanti-wanti dengan melarang kelompok itu tampil di Pura Sari Jati Luwih, dengan alasan tidak ada dana. Selain itu Pura Sari Jati Luwih tergolong sangat angker.
"Tapi mereka tetap ngotot ingin tampil, katanya biar dapat ngayah (sukarela, ikhlas)," kata dia.
Sumantra menuturkan, 2 hari sebelum puncak karya, pihak kelompok seni Calonarang tersebut melalui perwakilannya Mangku Astawa dan 2 orang temannya kembali menemui panitia untuk memastikan bahwa sekaa Calonarang tersebut jadi tampil sukarela.
Baca Juga
"Saat kedatangan kedua kalinya itu, kami juga kembali melarangnya. Tapi tetap mereka ngotot ingin tampil. Bahkan mereka bilang panitia tidak perlu menyiapkan dana, cukup menyediakan tempat saja katanya. Karena mereka bengkung (bandel), terpaksa kami berikan mereka tampil dan mereka juga akan bertanggungjawab jika terjadi sesuatu," tutur Sumantra.
Saat peristiwa nahas tersebut, Sumantra tidak mengetahui persis karena berada di dalam Pura. Dia baru mengetahui ada penari Rangda tertusuk keris setelah beberapa penonton dan anggota sekaa calonarang membopong korban ke luar pura.
"Setelah itu korban langsung dilarikan ke RSUD Negara, selanjutnya kami tidak tahu dan kami baru tahu bahwa korban meninggal setelah dipanggil polisi untuk dimintai keterangan," imbuh dia.
"Yang jelas menurut saya, tidak ada kesiapan skala (alam nyata) dan niskala (alam tidak nyata) dalam pementasan calonarang tersebut. Tapi yang jelas itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab sekaa calonarang," kata Sumantra.
Dengan kejadian tersebut, panitia sudah menggelar rapat dengan para pemucuk serta warga. Kesepakatannya, pada setiap piodalan (upacara bulanan/6 bulanan/ tahunan salah satu desa adat), untuk selanjutnya, tidak diperbolehkan mementaskan Calonarang.
"Sebenarnya pementasan Calonarang di Pura Sari Jati Luwih baru pertama kalinya. Sebelum-belumnya tidak pernah ada pementasan Calonarang. Jika piodalan memang ada hiburan, tapi itu sebatas tari-tarian dan penarinya juga warga setempat. Tapi kalau sekaa calonarang ini kan dari luar desa," papar dia.
"Kalau tidak salah pecaruan dilaksanakan 2 minggu setelah kejadian. Wajib dilakukan pecaruan (pembersihan alam nyata dan tak nyata.) karena lokasi itu menjadi cuntaka (tidak suci) dengan kejadian tersebut," kata Sumantra. (Mvi/Hmb)