Liputan6.com, Jambi - Sepekan terakhir, warga Simpang Lima, Kota Semarang, Jawa Tengah geger akibat serbuan kawanan ular yang masuk perkampungan. Kejadian itu sampai memunculkan spekulasi adanya sarang besar ular alias kerajaan ular.
Jauh sebelum itu, warga di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim), Provinsi Jambi pernah mengalami kondisi yang nyaris sama.
Kabupaten Tanjabtim merupakan daerah di pesisir timur Jambi. Daerah ini resmi berdiri sebagai kabupaten pada tahun 1999/2000 silam.
Sebelumnya, daerah yang pernah dipimpin mantan aktor Zumi Zola ini adalah pecahan Kabupaten Tanjung Jabung yang kemudian dibagi dua menjadi Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar) dan Tanjabtim.
Tanjabtim juga merupakan kampung halaman dari keluarga besar Zumi Zola yang kini menjabat sebagai Gubernur Jambi. Tepat di bagian belakang area perkantoran Bupati Tanjabtim, di tengah perkebunan sawit yang asri terdapat sebuah rumah yang lebih mirip disebut villa. Di rumah itulah, keluarga besar Zumi Zola kerap berkumpul.
Baca Juga
"Sebagai kabupaten baru, tentu butuh area perkantoran adminstrasi yang baru. Di sinilah awal mula cerita serbuan ular itu," ujar Suwarjono, salah seorang PNS di lingkungan Pemkab Tanjabtim kepada Liputan6.com, Sabtu (27/2/2016).
Pak Jono, sapaan akrab Suwarjono, mengisahkan, area perkantoran Pemkab Tanjabtim berada di Desa Rano, Kecamatan Muarasabak sekaligus sebagai ibukota kabupaten.
Daerah itu sebelumnya merupakan perbukitan berbatu yang banyak ditumbuhi hutan bambu. Kemudian oleh pemerintah, hutan Desa Rano itu dibedah. Hampir butuh waktu 4 tahun untuk membangun berbagai fasilitas perkantoran.
"Geger ular muncul sekitar awal 2004. Saat itu kalau tidak salah tengah dibangun area perkantoran Polres Tanjabtim dan beberapa kantor lainnya. Sebagian besar adalah hutan bambu," ungkap Jono.
Menurut pria yang sehari-hari ngantor di Dinas Pertanian Tanjabtim ini, saat pembukaan lahan ular berbagai jenis terangkat dari sarangnya oleh sejumlah alat berat eskavator.
Advertisement
Ular Pemangsa Anak Sapi
Banyaknya ular yang keluar sampai bikin takut dan kaget sejumlah pekerja. Jumlahnya macam-macam, mulai dari jenis piton yang besar hingga ular berukuran sedang dan kecil dengan corak warna berbeda.
Selain digunakan untuk kepentingan bangunan, banyaknya pohon bambu yang dibabat akhirnya dibakar. Hasil pembakaran itulah diduga membuat kawanan ular kepanasan dan lari dari 'kerajaannya'.
Usai pembabatan hutan bambu seluas 3 hektar lebih. Sejumlah warga mulai geger akan temuan-temuan ular. Bahkan yang paling menghebohkan adalah saat seorang warga di Muarasabak geger kehilangan beberapa hewan ternak dari kambing sampai anak sapi.
"Awalnya, warga menduga karena maling," kata Pak Jono.
Selang beberapa hari kemudian, kehebohan pun pecah, warga menemukan seekor ular jenis piton kembang ditengah perkebunan duku tengah tergeletak tak bergerak layaknya hewan mati.
Setelah dicek bagian perut ular sepanjang hampir 7 meter itu menggembung besar, bahkan ukurannya tidak sebanding dengan besarnya kepala sang ular.
Warga yang penasaran akhirnya sepakat membedah perut sang ular. Dugaan awal jika ular tersebut telah memangsa hewan besar ternyata benar. Perut ular jumbo tersebut berisi anak sapi milik warga. Warga pun heboh.
Tak berhenti sampai disitu, salah seorang warga Muarasabak lainnya, Suratman ikut menceritakan. Usai penemuan piton besar beberapa pekan kemudian sejumlah warga kerap menemukan ular jenis yang sama dengan berbagai ukuran.
"Bahkan rumah saya pernah didatangi. Dia (ular) makan ayam di kandang di belakang rumah," kata dia.
Menurut Suratman yang juga seorang PNS di Kantor Kementrian Agama (Kemenag) Tanjabtim ini, warga awalnya merasa heboh dan khawatir dengan banyaknya kemunculan ular.
Namun terus dibukanya kawasan perkantoran di Muarasabak serta makin bertambahnya pegawai dan penduduk, kawanan ular lambat laun menghilang.
Berubah Jadi Kota
Kini, kawasan perkantoran Bupati Tanjabtim di Muarasabak sudah berubah total. Hutan yang dulu rimbun sudah berubah menjadi daerah perkotaan.
Â
"Dulu awal-awal saya bertugas disini (Muarasabak), tiap hari melihat lutung, siamang bermain-main di pelataran kantor. Sekarang sudah hilang," ungkap Suratman.
Hilangnya hewan-hewan tersebut oleh Suratman diduga tak hanya disebabkan pembangunan area perkantoran. Namun juga maraknya pembukaan lahan, khususnya sawit di daerah itu.
Sejak 20 tahun terakhir, sejumlah perusahaan hingga perorangan ramai-ramai membuka lahan sawit di daerah yang dulunya kawasan transmigrasi ini.
Hampir 50 persen daerah di Kabupaten Tanjabtim merupakan kawasan gambut. Selain sebagai daerah muara sungai terpanjang di Sumatra, Sungai Batanghari. Daerah ini juga banyak dipenuhi anak-anak sungai. Daerah sungai dan gambut inilah banyak didiami sejumlah hewan melata.
Tak hanya ular, Tanjabtim merupakan surga bagi jenis buaya. Kasus konflik buaya dengan manusia berujung kematian kerap terjadi di daerah ini. Dari informasi setengah bercanda yang dihimpun, bukan hanya kerajaan ular yang ada, namun juga kerajaan buaya.