Liputan6.com, Melawi - Ini adalah kisah perjalanan Mata dan Mynah, orangutan yang menjadi korban kebakaran hutan, menuju rumah baru di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR). Mereka diselamatkan dan direhabilitasi tim International Animal Rescue (IAR) dan BKSDA Kalimantan Barat (Kalbar) sejak Desember tahun lalu.
Mata adalah orangutan jantan dewasa yang menjadi korban kebakaran hutan di Sei Mata-mata, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Sementara, Mynah adalah orangutan betina yang diselamatkan dari perkebunan milik warga di Tanjungpura, Ketapang, Kalbar.
Tempat tinggal baru mereka di taman nasional berlokasi di Resort Mentatai, Kecamatan Menukung, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Mereka resmi menempati lokasi itu pada Selasa, 8 Maret 2016.
Perjalanan Mata dan Mynah dari rumah perawatan sementara ke rumah baru memakan waktu hingga 52 jam. Mereka dilepas secara simbolis di tepi Sungai Mentatai, Dusun Mengkilau oleh Ketua DPRD Melawi. Selepas itu, masyarakat adat di Dusun Juoi menerima tim pelepasan dengan menggelar upacara adat Suku Dayak Ransa.
Baca Juga
Tokoh masyarakat Dusun Juoi, Kudang, menyatakan kegembiraannya bisa berperan dalam kegiatan pelepasan orangutan ini. "Kami turut senang bisa membantu kegiatan pelepasan ini. Harapannya, kegiatan ini berjalan dengan lancar dan kelestarian alam ikut terjaga," ujar Kudang, penuh harap.
Dalam upacara di Dusun Juoi, tim disambut dengan tari-tarian untuk menyambut tamu. Perjalanan sungai menuju titik pelepasan ditempuh selama sekitar 60 menit.
Perjalanan dengan perahu dilakukan sembari melawan arus sungai dan melewati beberapa jeram. Tim sampai di titik pelepasan sekitar pukul 5 sore. Dibantu delapan porter, kandang Mata dan Mynah diangkut masuk ke dalam hutan.
Animal Care Manager IAR Orangutan, Ayu Budi, menyatakan kedua orangutan itu bergegas naik ke pohon dan segera pergi menjauh begitu pintu kandang dibuka. Mereka terlihat beradaptasi dengan baik karena cepat menemukan pohon buah untuk dikonsumsi.
Kedua orangutan yang dilepaskan bergegas naik ke pohon dan segera pergi menjauh. Kedua orangutan ini terlihat beradaptasi dengan baik karena dengan cepat dapat menemukan pohon buah untuk dikonsumsi.
Lenyapnya habitat orangutan secara besar-besaran akibat  kebakaran hutan, terutama di Ketapang, menyebabkan banyak orangutan yang harus diselamatkan.
"Dua individu orangutan ini sudah melalui prosedur karantina dan dilakukan beberapa macam tes untuk memastikan bahwa dari sisi kesehatan orangutan ini siap untuk kembali ke habitatnya," ucap Ayu.
Advertisement
Survei Lokasi
Berdasarkan data IAR Indonesia, selama 2015, tidak kurang dari 44 individu orangutan telah diselamatkan IAR Indonesia. Hal ini menimbulkan permasalahan baru, yaitu menemukan tempat yang tepat untuk mengembalikan orangutan yang telah diselamatkan ke habitatnya.
Pemilihan lokasi pelepasliaran orangutan itu tidak sembarangan. Direktur Program IAR Indonesia Karmele Sanchez menuturkan, survei lokasi digelar dengan melibatkan orang yang kompeten di bidangnya. Mereka bekerja untuk mengidentifikasi tumbuhan hingga menghitung kepadatan orangutan di sana.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan sejak 2013, Resort Mentatai memiliki keanekaragaman jenis dan jumlah pohon sebagai pakan orangutan cukup tinggi. Selain itu, populasi alami orangutannya rendah. Â
"Hasilnya, kita mendapatkan fakta bahwa populasi orangutan di TNBBBR sudah terlalu rendah. Dengan adanya program pelepasan orangutan ini, kita berharap populasi orangutan di TNBBBR meningkat dan menjauhi kepunahan," kata Karmele, melalui siaran pers rilisnya yang diterima di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Senin, 14 Maret 2016.
Selain survei kondisi hutan, IAR juga menyelidiki kondisi sosial kemasyarakatan demi mendapat gambaran masyarakat setempat tentang program pelepasan orangutan. Survei juga bertujuan mendapatkan gambaran kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar kawasan pelepasan, khususnya masyarakat Desa Mawang Mentatai dan Desa Nusa Poring. Â
"Masyarakat di sekitar TNBBBR setuju dengan program pelepasan ini dan berkomitmen untuk berperan aktif dalam pemeliharaan habitat orangutan," jelas Karmele.
Untuk menjaga keberlangsungan program, masyarakat sekitar diperkenankan untuk memanfaatkan zona tradisional di Resort Mentatai. Caranya adalah mengatur pemanfaatan potensi tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup masyarakat setempat.
"Dengan adanya kerja sama pengelolaan zona tradisional di Resort Mentatai ini, permasalahan tenurial yang selama lebih dari 10 tahun terjadi dapat diselesaikan," kata Kepala Balai TNBBBR Bambang Sukendro.
Menurut Bambang, pemberian akses kepada masyarakat setempat dalam pemanfaatan zona tradisional dimungkinkan dan dilakukan melalui mekanisme kerja sama sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 jo Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
"Dengan adanya MoU ini diharapkan keberlangsungan hidup masyarakat setempat dapat terjamin dan juga meningkat kesejahteraannya dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya yang ada di Zona Tradisional TNBBBR," ujar Bambang.
Advertisement