Opsi Pejabat Perokok di Pontianak, Berhenti Merokok atau Dicopot

Warga miskin di Pontianak yang merokok tidak akan mendapat bantuan.

oleh Liputan6 diperbarui 24 Mar 2016, 14:30 WIB
Diterbitkan 24 Mar 2016, 14:30 WIB
Penelitian: Tanda No Smoking Malah Picu Keinginan Merokok, Kenapa
Akan tetapi, apa yang dibeberkan seorang peneliti dari Oxford, Brian Earp justru aneh. Tanda larangan merokok yang seharusnya ditujukan

Liputan6.com, Pontianak - Wali Kota Pontianak, Sutarmidji, meminta seluruh kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemkot Pontianak berhenti merokok. Mereka mendapat dua opsi, yakni memilih antara mempertahankan jabatannya atau menolak berhenti merokok.

Alhasil, hingga saat ini tidak ada lagi kepala SKPD di lingkungan Pemkot yang merokok. "Kalau ada kepala SKPD atau camat yang masih merokok, beritahu saya, saya pastikan langsung saya ganti," kata Sutarmidji, dikutip Antara, Kamis (24/3/2016).

Menurut dia, aktivitas merokok bisa memengaruhi kinerja seseorang terutama efisiensi waktu. Sebagai gambaran, ia mengaku pernah bertanya kepada pegawai yang menghabiskan empat bungkus rokok dalam sehari.

Ia sempat bertanya jumlah bungkus rokok yang dihabiskan pegawai selama jam kerja mulai pukul 07.15 WIB - 15.15 WIB. Sutarmidji mendapat jawaban satu bungkus lebih.

Sutarmidji mengatakan anggap saja si pegawai menghabiskan sebungkus rokok selama jam kerja dengan jumlah 20 batang rokok, bila sebatang rokok ia meluangkan waktu selama enam menit dan dikalikan 20 batang, waktu merokok selama 120 menit atau dua jam.


"Artinya dua jam itu yang seharusnya dimanfaatkan untuk dia bekerja, tetapi dimanfaatkan untuk merokok," kata Sutarmidji.

Dia juga mengajak para orang tua untuk melindungi anak-anaknya dari bahaya asap rokok, mulai dari lingkungan rumah hingga di tempat umum.

"Di Rumah Sakit Khusus Paru-paru Pontianak, saat ini saja tercatat lebih dari 2.900 orang yang diterapi dikarenakan suspect tuberculosis (TB). 82 persen diantaranya terpapar akibat menghisap asap rokok, baik secara langsung maupun tidak langsung," ujar dia.

Ia menyebutkan, dari 82 persen tersebut, pasien yang sakit lebih dari 60 persen adalah perokok pasif. "Anak-anak itu jangan sampai terpapar asap rokok makanya dari sejak dini, mereka sudah harus kita lindungi dari bahaya asap rokok, dan itu harus sesering mungkin dikampanyekan mulai di lingkungan rumah," ucap Sutarmidji.

Sutarmidji juga menegaskan, tidak akan memasukkan keluarga miskin yang perokok dalam daftar keluarga penerima bantuan cadangan pangan dari Pemkot Pontianak. Ia berpendapat mereka masih bisa dikategorikan mampu.

Untuk membeli sebungkus rokok seharga Rp 13 ribu per bungkus dikalikan 30 hari, artinya orang tersebut sanggup menghabiskan sekitar Rp 400 ribu per bulan untuk membeli rokok. Sementara, bantuan cadangan pangan sebanyak 15 kilogram beras hanya senilai Rp 150 ribu.

"Masa' untuk membeli rokok sanggup tetapi untuk beli beras tidak, bahkan saya ancam juga kalau masih saja dia merokok, pendidikan anaknya yang selama ini gratis, maka akan kami cabut," kata Sutarmidji.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya