Kado HUT Bhayangkara dari Sulsel, Tersangka Kasus Rp 39 Miliar

Proses penetapan tersangka sudah melalui proses panjang.

oleh Eka Hakim diperbarui 01 Jul 2016, 15:30 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2016, 15:30 WIB
20160701-Badrodin Haiti Pimpin Upacara HUT Bhayangkara Terakhir-Jakarta
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti melakukan inspeksi pasukan upacara peringatan HUT Bhayangkara ke-70 di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Jakarta, Jumat (1/7). Peringatan HUT Bhayangkara tahun ini menjadi terakhir bagi Badrodin (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Makassar - Tepat perayaan HUT Bhayangkara ke-70, Polda Sulsel menetapkan Direktur Perusahaan Rekanan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek yang bersumber dari Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) RI tahun anggaran pendapatan belanja negara (APBN) senilai Rp 34,9 miliar sebagai tersangka.

"Ya, sekalian kami jadikan hal itu sebagai kado istimewa di HUT Bhayangkara," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel, Kombes Herry Dahana, kepada Liputan6.com, Kamis, 30 Juni 2016.

Menurut dia, penetapan terhadap Direktur PT Jasa Bhakti Nusantara (JBN) berinisial ER sebagai tersangka telah melalui proses yang panjang. Prosesnya didukung hasil pemeriksaan para ahli konstruksi bangunan asal Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar yang dilibatkan penyidik dan hasil pemeriksaan audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel.

"Hasilnya proyek tersebut telah disimpulkan adanya perbuatan melawan hukum yang berdampak terjadinya dugaan kerugian negara yang ditaksir senilai Rp 4,424 miliar," ucap Herry.

Herry mengungkapkan dalam proyek pembangunan gedung Laboratorium Terpadu Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar (UNM) tersebut ditemukan adanya laporan hasil pengerjaan fisik bangunan yang diduga kuat fiktif sehingga terjadi dugaan kerugian negara.

"Perusahaan yang dipimpin oleh tersangka diduga kuat membuat laporan fiktif tentang bobot pengerjaan fisik bangunan sehingga dengan laporan tersebut terjadi pencairan dana 100 persen. Di mana kenyataannya, pengerjaan fisik bangunan baru mencapai 61, persen tapi dibuatkan dalam laporan pengerjaannya menjadi 79 persen," kata Herry.

Akibat perbuatan tersangka, pembangunan gedung belum selesai hingga batas kontrak pengerjaan namun dana sudah habis. "Sehingga jelas negara dirugikan dalam hal ini," kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya