Liputan6.com, Surabaya - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ternyata sangat aktif berkegiatan saat dirinya kuliah. Berbagai macam olahraga dan kesenian diikuti oleh Wali Kota yang karib disapa Risma saat menjadi pembicara inspirasi Emtek Goes to Campus (EGTC) 2016 di Airlangga Convention Center Universitas Airlangga (Unair) kampus C yang berlokasi di Jalan Mulyorejo Surabaya.
Risma mengaku bahwa aktif berkegiatan saat kuliah. Salah satunya adalah menekuni kegiatan naik gunung. Hobi itu ternyata bermanfaat saat dirinya terjebak macet di jalan tol.
Risma menuturkan, saat itu ia memutuskan untuk turun dari mobil untuk jalan. Ia kemudian berjalan kaki lumayan jauh sampai melihat ada tiang yang berdiri tegak. Risma akhirnya memanjat tiang tersebut untuk melihat penyebab terjadinya macet itu.
"Karena saya suka naik gunung, akhirnya saya jalan dan manjat tiang tersebut. Saya bilang ke staf kalau dirinya bisa manjat, pasti saya juga bisa. Dari kejadian itu bisa disimpulkan bahwa dari saya keluar dari mobil, jalan serta memanjat itu, saya bisa mengetahui penyebab dan segera mencari solusi kemacetan jalan," tutur Risma, Rabu, 7 September 2016.
Selain naik gunung, Risma ternyata juga menekuni silat. Menurut dia, kegiatan bela diri itu tidak dijadikannya sebagai alat untuk bergaya, sok jagoan, serta sewenang-wenangnya atau arogan kepada setiap orang. Silat, kata dia, hanya dimanfaatkan Risma sebagai cara menjaga kesehatan.
Baca Juga
"Di olahraga silat itu kan ada latihan silat, jadi itu saya manfaatkan untuk terapi penyakit asma yang saya derita," kata Risma.
Selain menceritakan aktivitas olahraganya, Risma juga menyampaikan beberapa program keberhasilannya membangun Kota Surabaya.
"Saat ini kita membangun Taman Harmoni yang luasnya akan mencapai 60 hektare dan kemungkinan taman ini akan menjadi taman yang terluas di dunia," ucap Risma.
Risma melanjutkan bahwa selain taman, di Surabaya juga mempunyai beberapa kampung yang berprestasi, rumah bahasa dan satgas kebersihan. Misalnya, kampung kue basah yang bisa memberi penghasilan warga Rp 5 juta tiap hari.
"Kampung Lontong yang sehari bisa memproduksi 80 ton lontong. Ada Rumah Bahasa yang bisa melatih warga Surabaya belajar 12 bahasa dan ada satgas kebersihan yang siap menangkap setiap orang yang membuang sampah sembarangan," tutur Risma.