Liputan6.com, Yogyakarta - Keraton Yogyakarta tidak pernah membuka lowongan atau pendaftaran menjadi abdi dalem. Selama ini, keinginan menjadi abdi dalem selalu datang dalam bentuk permohonan atau mengajukan diri.
"Syaratnya apa, syaratnya cuma satu berkelakuan baik atau punya tata krama yang baik, duduk di bawah bisa bersila," ujar Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudahadiningrat, Wakil Penghageng Tepas Tandayekti, dalam diskusi Jambore Difabel Istimewa 2016 di Yogyakarta, Sabtu, 12 November 2016.
Tentu saja yang dimaksud oleh Romo Nur, sapaan akrabnya, bukan semata-mata duduk di lantai dalam posisi bersila, melainkan tidak boleh sombong dan rendah hati. Ia bercerita pernah didatangi seorang petinggi perguruan tinggi yang ingin jadi abdi dalem.
Advertisement
Orang tersebut datang dan duduk jegang atau mengangkat kaki. Dia mengaku sudah mengantongi persetujuan dari Sultan untuk menjadi abdi dalem.
Baca Juga
"Saya tolak secara halus saja karena abdi dalem tidak boleh sombong, harus penuh tata krama," ucap dia.
Abdi dalem di Kraton Yogyakarta, tutur dia, terdiri dari berbagai golongan yang ditempatkan sesuai dengan kemampuannya. Tahun lalu, ada lima profesor yang diangkat menjadi abdi dalem.
Ia mengatakan, saat ini Keraton Yogyakarta membutuhkan abdi dalem pembatik. "Yang berminat silakan, karena mencari abdi dalem tidak perlu buka lowongan di media," ujar Romo Nur.
Di Keraton Yogyakarta, ada dua jenis abdi dalem, yakni Abdi Dalem Keprajan dan Punakawan. Abdi dalem Keprajan biasanya berasal dari pegawai pemerintah, masih aktif maupun sudah pensiun, yang mendaftarkan diri menjadi abdi dalem.
Sedangkan abdi dalem Punakawan bertugas di keraton. Punakawan pun terbagi dua, yakni yang bertugas harian di kantor keraton atau tepas dan caos atau abdi dalem yang tidak diwajibkan masuk setiap hari.
Kedua jenis abdi dalem itu memiliki jenjang pangkat yang sama, dari jenjang terendah Jajar, Bekel Anom, Bekel Sepuh, Lurah, Penewu, Wedana, Riyo Bupati, Bupati Anom, Bupati Sepuh, dan Bupati Kliwon.