Liputan6.com, Maluku Utara - Menyusul gempa berskala 6,5 SR di Pidie Jaya Aceh, Gunung Dukono di Halmahera menyemburkan abu setinggi 1.000 meter. Hal itu tak terlepas dari keberadaan jalur Ring of Fire atau lingkaran api kawasan Pasifik yang merupakan deretan gunung api aktif terbanyak yang harus diwaspadai.
Koordinator Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Maluku Utara, Deddy Arif, mengatakan bahwa cincin api Pasifik itu merupakan daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik.
Berdasarkan penelusuran, kawasan Pasifik itu berbentuk seperti tapal kuda dan mencakup wilayah sepanjang 40.000 kilometer. Wilayah itu sering pula disebut sebagai sabuk gempa.
Kaitannya dengan gempa yang ada di Aceh, Sumatera dan Kepulauan Halmahera, Maluku Utara, kata Deddy, tidak jauh berbeda. Kawasan vulkanik itu secara umum dikelilingi gunung api yang telah membentuk kepulauan, seperti di daratan Halmahera.
"Aktivitas tektonik di Mandala Halmahera ikut mempengaruhi aktivitas gunung api yang ada. Kepulauan Halmahera merupakan wilayah dengan gunung api tersier hingga pratersier, dan Ternate dengan Gunung Gamalama yang usianya kuarter," kata Deddy saat disambangi Liputan6.com, di Kampus UMMU Ternate, Kamis, 8 Desember 2016.
Baca Juga
Ahli geologi lulusan Universitas Gajah Mada itu mengungkapkan, masyarakat Indonesia saat ini diibaratkan bernapas di tengah lingkaran api. Dia mengatakan, lingkaran berbentuk cincin api itu terjadi langsung dari lempeng tektonik dan pergerakannya, serta tabrakan dari lempeng kerak.
Deddy mengemukakan, lengan selatan Halmahera dipengaruhi aktivitas di kepala burung dengan Caroline Plate yang berada di utara sampai timur Pasifik dan Indo Australia.
"Sementara, Kepulauan Sula merupakan wilayah tertua dengan usia geologi karbon, juga merupakan satu wilayah sebelum pemekaran dengan Papua Nugini, Australia dan India," kata dia.
Advertisement
Hubungan Aceh dan Ternate
Saat ditanya soal kaitan gempa di Aceh mempengaruhi aktifnya gunung api di Ternate, Deddy mengatakan ada hubungannya. "Tapi sangat jauh, kalaupun ada, tidak signifikan. Itu karena periodesasi tektonik yang muncul di Aceh dan Ternate berbeda," tutur dia.
Menurut Deddy, wilayah Sumatera mengikuti pola yang lain dengan yang berkembang di Sulawesi sampai Halmahera dan Papua. Dia mengemukakan keeratan lingkaran api tersebut terjadi karena salah satu wilayah Malut (Sula Spur) ikut membentuk sebagian gunung api di kedua wilayah setempat.
"Ring of fire Maluku Utara merupakan lingkaran gunung api antara pola kelurusan gunung api di Halmahera dengan Sulawesi," ujar dia.
Deddy menceritakan, pada masa lalu aktivitas tektonik (pemekaran lantai samudra) sangat mempengaruhi kondisi tersebut. Wilayah Maluku Utara dikelilingi oleh semua aktivitas itu, baik tektonik maupun vulkanik. Sementara itu, sisi ring Pasifik merupakan cincin mayor.
"Kalau mau lihat Halmahera, maka kita harus lebih detail merincikan gunung api dan tektonik yang ada di Maluku Utara. Yang mana, wilayah Maluku Utara saat ini terdapat salah satu lokasi di Halmahera yang terangkat karena zona subduksi sebanyak tiga buah."
Zona subduksi adalah zona tabrakan lempeng antara benua dan samudra. Menurut Deddy, hubungan erat dari tabrakan tersebut terdapat di Sondo-Sondo, perbatasan Halmahera Barat dan Halmahera Timur, dan Desa Waikulon, Kecamatan Maba, Halmahera Timur.
"Itu saya dapat di Halmahera Timur, akibat tekanan dan regangan dari tektonik. Jadi, pembentukan (zona subduksi) itu dipengaruhi oleh tektonik," kata Deddy.
Dia mengimbau pemerintah pusat dan daerah memetakan berskala mikro agar informasi terkait kebencanaan di Indonesia dapat diketahui secara detail.
"Rencana aksi yang dibuat harus relevan dan logis dengan kajian teknis secara ilmiah wajib dilakukan. Ini karena pemetaan gempa secara mikro belum pernah dilakukan," ujar dia.​
Advertisement