Tak Hanya Gading, Gajah Sumatera Ini Mati Tinggalkan Tanda Tanya

Gajah Sumatera mati setelah dipindahkan dari Barumun ke Aras Napal.

oleh Reza Efendi diperbarui 26 Des 2016, 12:31 WIB
Diterbitkan 26 Des 2016, 12:31 WIB
20160325-Kehidupan Dibalik Kepunahan Gajah Sumatera
Seekor Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang didatangkan dari Pusat Latihan Gajah (PLG) Padang Sugihan mencari makan di Sebokor, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan, Jumat (25/3). (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Medan - Seekor gajah Sumatera tidak berhasil diselamatkan setelah muntah-muntah beberapa hari di Unit Pemanfaatan Populasi Gajah Jinak di Barumun. Gajah bernama Dion itu sebelumnya dipindahkan dari Unit Patroli Gajah (UPG) Aras Napal, Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Langkat.

Dokter hewan yang menangani Dion memastikan kematiannya karena penyakit kronis yang sudah menahun. Drh Anhar dari The Veterinary Society for Sumatran Wildlife Conservation (Vesswic) yang juga turut serta dalam proses pemindahan mengatakan, saat tiba di Barumun, Dion dan dua gajah lainnya bernama Aini dan Tanti dalam keadaan sehat dan gemuk.

"Apakah dilakukan pemeriksaan, tidak, karena dari fisiknya terlihat sehat. Secara visual sehat dan gemuk. Karena sudah ada ratusan gajah yang saya pindahkan. Dan selama ini tak pernah ada masalah seperti ini," kata Anhar, Jumat, 23 Desember 2016.

Ia menjelaskan, sebelum kematiannya, Dion sempat diberikan vitamin sejak sore hari. Namun pada pukul 05.00 WIB, Dion ambruk kemudian mati. Setelah kematiannya, dokter melakukan nekropsi atau bedah bangkai untuk mengambil sampel darah guna memeriksakannya ke laboratorium di Bogor.

Dia menyebutkan, saat ini bukan waktunya untuk saling menyalahkan dan lebih baik menunggu hasil dari laboratorium di Pusat Studi Satwa Primata di Bogor.

"Jangan dikatakan gajah mati karena bius, karena kalau mati akibat bius, seketika itu juga pasti mati. Memang benar tiga ekor gajah itu saya bius karena tak mau masuk ke dalam truk. Dan itu sudah biasa di dalam kedokteran," kata Anhar.

Dia mengaku tidak menangani Dion sejak pertama kali dipindahkan dari Way Kambas pada 1999. Menurut dia, ada kemungkinan kematian Dion karena adanya dua jenis bakteri yang berkembang saat kondisi tak dapat makanan cukup sebagai imbas persoalan mismanajemen. Namun yang lebih baik saat ini adalah menunggu hasil uji laboratorium.

"Kami bertanggung jawab penuh. Dari nekropsi ditemukan penyakit kronis. Saya pastikan, kematian Dion karena penyakit. Gajah mati setelah di sana, jadi saya pastikan ini karena penyakit. Kita tunggu hasil labnya, untuk mengetahui penyebab pasti kematiannya," kata dia.

Kepala BBKSDA Sumut Hotmauli Sianturi menyatakan secara pribadi merasa prihatin dan sedih atas kematian Dion. Menurut dia, perlu diketahui alasan ketiga gajah bernama Dion, Aini dan Tanti dipindahkan dari UPG Aras Napal ke UPP GJ Barumun.

Ia menjelaskan pada 1990, dilakukan translokasi lima ekor gajah dari Way Kambas ke Unit Patroli Gajah Aras Napal untuk menghalau gajah-gajah liar yang sering melintas di sekitar warga dan menyebabkan konflik antara masyarakat dan gajah.

Dari situ dibuat kerja sama antara BKSDA Sumut dan Yayasan Leuser Internasional (YLI) sebagai pihak yang mau merawat gajah-gajah tersebut. Namun pada 2015, YLI mengalami  kesulitan pendanaan dengan tidak adanya donor.

Kronologi Pemindahan Gajah Jinak

20160325-Kehidupan Dibalik Kepunahan Gajah Sumatera
Gajah Sumatera sedang mencari makan di Sebokor, Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, (25/3). Gajah Sumatra ini didatangkan dari Pusat Latihan Gajah (PLG) Padang Sugihan. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Pada Oktober 2016, YLI menyurati BBKSDA Sumut yang isinya menyatakan akan mengembalikan gajah ke BBKSDA Sumut. Selanjutnya pada 30 November 2016 dilakukan rapat membahas kepindahan gajah.

BBKSDA Sumut tak punya dana dan karenanya mengajak mitra dan akhirnya rapat memutuskan untuk memindahkan gajah ke UPP GJ Barumun yang bekerja sama dengan Yayasan Bodhicita. Tempat tersebut dipilih karena memiliki rumput yang banyak dan sudah ada gajah yang berkembang biak.

Proses pemindahan tiga ekor gajah dari Aras Napal dilakukan pada 8 Desember ke UPP GJ Barumun menggunakan dua truk didampingi Drh Anhar dengan memerhatikan prosedur medis agar ketiganya dirawat dengan intensif. Ketiga gajah tiba di UPP GJ Barumun pada 9 Desember dan pergerakannya tampak aktif dan tak ada yang mencurigakan.

Perubahan tampak pada 11 Desember, Dion mengalami muntah-muntah dan frekuensinya semakin meningkat pada 15 Desember. Vesswic dan UPP GJ Barumun memberikan vitamin serta mengambil sampel darahnya ternyata pada besoknya Dion ambruk pada 16 Desember pukul 5 pagi kemudian dokter hewan menyatakan mati.

Pasca-kematian Dion, dokter memanggil para mitra untuk sama-sama menerima paparan bagaimana penanganan Dion. Pakar gajah bernama Andi Basrul menyebut Dion sebagai gajah jantan berusian 40-an yang dinilai sudah sangat tua.

"Kesimpulan sementara, di usus gajah terlihat adanya infeksi virus dan bakteri pada sistem pencernaan, sistem pernafasan merujuk pada penyakit yang menahun dan terjadi dalam waktu sebentar melainkan dalam waktu yang cukup lama," kata Hotmauli.

Dia menambahkan pihaknya akan melakukan evaluasi terhadap keberadaan UPG Aras Napal. "Dan pasca kematian Dion, kita sudah membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan juga telah memotong dua gading gajah Dion, saat ini gadingnya sudah ada di sini. Kita belum tahu apakah ini akan dimusnahkan atau bagaimana, ini aset negara," jelasnya.

Dari pihak YLI yang hadir adalah Anizar. Dia membantah jika kematian Dion disebabkan malnutrisi. Dia juga membantah jika ketiga gajah mannutrisi sebelum dipindahkan. Menurut dia, untuk menyatakan malnutrisi hanya bisa dilakukan oleh dokter hewan yang kompeten.

"Siapa yang nyatakan itu? Bagaimana dinyatakan dipindahkan dalam keadaan malnutrisi, sementara tak ada pemeriksaan? Dion dalam dua tahun terakhir tak ditemukan kekurangan atau sakit. Yang dikhawatirkan justru Aini yang sempat sakit," kata Anizar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya