Kisah Sumur Panjang Hasil Goresan Tongkat Sakti Dato Tiro

Dato Tiro adalah penyiar agama Islam terpandang di Celebes.

oleh Eka Hakim diperbarui 26 Des 2016, 19:33 WIB
Diterbitkan 26 Des 2016, 19:33 WIB
Sumur Panjang Hasil Goresan Tongkat Sakti Dato Tiro
Dato Tiro adalah penyiar agama Islam terpandang di Sulsel. (Liputan6.com/Eka Hakim)

Liputan6.com, Bulukumba - Dato Tiro yang bernama asli Al Maulana Khatib Bungsu merupakan salah satu penyiar agama Islam terpandang di Sulawesi Selatan. Tak hanya menyebarkan ajaran-ajaran kebaikan, Dato Tiro juga meninggalkan sejumlah warisan yang hingga saat ini terus terjaga.

Salah satunya adalah sumur panjang yang dikenal oleh masyarakat Bulukumba dengan nama Pemandian Hila-Hila. Pemandian yang berada di Kecamatan Bonto Tiro atau tepatnya mengelilingi masjid kuno peninggalan Dato Tiro itu hingga saat ini menjadi salah satu destinasi wisata yang paling diincar di musim liburan.

Rahmat, warga setempat menuturkan, kehadiran sumur panjang itu tak bisa dilepaskan dari mukjizat Dato Tiro. Saat itu, Dato Tiro hanya membuat garis panjang yang berkelok-kelok dari tongkatnya.

Bekas garisan tersebut kemudian mengeluarkan air yang banyak dan akhirnya tertampung menjadi sebuah sumur atau kolam. "Jika dilihat, kolam ini bentuknya panjang tapi berkelok-kelok," tutur Rahmat kepada Liputan6.com, Minggu, 25 Desember 2016.

Dahulunya, kata Rahmat, sumur itu kemudian dijadikan oleh jamaah untuk berwudhu. Seiring waktu berjalan, masjid kuno peninggalan Dato Tiro yang bernama Masjid Nurul Hilal Dato Tiro kini sudah memiliki keran air yang sumber airnya dari sumur tersebut.

"Pengunjung ramai ke kolam ini jika musim liburan. Ada yang sekedar liburan menikmati dinginnya air kolam, bahkan ada juga yang membawa pulang air dari kolam dengan menaruhnya di wadah botol. Katanya, airnya mau dijadikan obat penyembuh dari penyakit," kata Rahmat.

Selain keberadaan sumur atau kolam panjang yang dikenal dengan sebutan Kolam Hila-Hila, sekitar 100 meter dari lokasi juga terdapat makam Dato Tiro yang juga tak kalah ramainya dikunjungi oleh wisatawan lokal.

"Ketika tiba di Kecamatan Bonto Tiro, kebanyakan masyarakat pengunjung itu lebih awal berziarah ke makam Dato Tiro setelah itu mereka ke kolam hila-hila untuk berendam. Katanya sekaligus pembersihan diri," ujar Rahmat.

Usai berziarah dan mandi, pengunjung yang hendak salat bisa melaksanakan ibadah di masjid kuno peninggalan Dato Tiro tadi. Namanya dahulu adalah Masjid Hila-Hila berubah nama pada 1971 menjadi Masjid Nurul Hilal Dato Tiro.

Masjid tertua di Kabupaten Bulukumba, Sulsel, tersebut kata Rahmat, dibangun pada 1605 Masehi. Selain usia yang tua, masjid itu memiliki keunikan tersendiri.

Di antaranya, memiliki kubah menyerupai atap rumah adat Jawa yang terdiri dari tiga tingkat sementara desain dinding jendela diambil dari rumah khas Sulsel.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya